Surah Al-Maun
Surat
ini menurut mayoritas ulama adalah surat Makkiyyah. Sebagian menyatakan
Madaniyyah, dan ada lagi yang berpendapat bahwa ayat pertama sampai ayat ketiga
turun di Mekkah dan sisanya di Madinah. Ini dengan alasan bahwa yang dikecam
oleh ayat keempat dan seterusnya adalah orang-orang Munafik yang baru dikenal
keberadaannya setelah hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah.[1]
Nama
surah ini cukup banyak, ada yang menamainya surah ad-din, surah at-Takdzib,
surat al-Yatim, surah Ara’aita, surah Ara’aita alladzi,
dan yang paling popular adalah surah al-Ma’un.
Beranjak dari kata (
الدِّين ) ad-dīn dari segi bahasa antara lain berarti agama,
kepatuhan, dan pembalasan. Kata ad-dīn dalam ayat ini sangat popular
diartikan dengan agama, tetapi dapat juga diartikan sebagai pembalasan.
Pendapat ini didukung oleh pengamatan yang menunjukkan bahwa al-Qur’an bila
menggandengkan kata ad-dīn dengan yukażżibu, maka konteksnya
adalah pengingkaran terhadap hari kiamat.[2]
Selanjutunya jika kita mengaitkan makna kedua ini dengan
sikap mereka yang enggan membantu anak yatim atau orang miskin karena menduga
bahwa bantuanya kepada mereka tidak menghasilkan apa-apa, maka dari itu bahwa
pada hakikatnnya sikap mereka itu adalah sikap orang-orang yang tidak percaya
akan adanya (hari) pembalasan.[3]
M. Quraish Shihab ketika memberikan penjelasan tentang
makna dari ad-dīn terlebih dahulu mengungkapkan ad-dīn dari segi
bahasa berarti agama, kepatuhan, dan pembalsan. Sedangkan menurut Mahmud Syaltut menyatakan bahwa “agama
adalah ketetapan-ketetapan Illahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi
pedoman hidup manusia. Sementara itu, Syaikh Muhammad Abdullah Badran, dalam
bukunya Al-Madkhal ila al-Adyan, berupaya menjelaskan arti agama dengan
merujuk kepada Alquran. Ia memulai bahasanya dengan pendekatan kebahasaan. [4]
Dīn yang biasa
diterjemahkan “agama”, menurut guru besar al-Azhar itu, menggambarkan “hubungan
antara dua pihak dimana yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada
yang kedua”. Seluruh kata yang menggunakan huruf-huruf dal, ya’,
dan nun seperti dain yang berarti utang atau dana yadinu
yang berarti menghukum atau taat, dan sebagiannya, kesemuanya menggambarkan
adanya dua pihak yang melakukan intraksi seperti yang digambarkan diatas. Jadi
demikian, agama merupakan “hubungan antara makhluk dan Khalik-Nya”. Hubungan
ini mewujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukan dan
cermin pula dalam sikap kesehariannya.[5]