Monday, February 28, 2022

 Surah Al-Maun

Surat ini menurut mayoritas ulama adalah surat Makkiyyah. Sebagian menyatakan Madaniyyah, dan ada lagi yang berpendapat bahwa ayat pertama sampai ayat ketiga turun di Mekkah dan sisanya di Madinah. Ini dengan alasan bahwa yang dikecam oleh ayat keempat dan seterusnya adalah orang-orang Munafik yang baru dikenal keberadaannya setelah hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah.[1]

Nama surah ini cukup banyak, ada yang menamainya surah ad-din, surah at-Takdzib, surat al-Yatim, surah Ara’aita, surah Ara’aita alladzi, dan yang paling popular adalah surah al-Ma’un.

Beranjak dari kata ( الدِّين ) ad-dīn dari segi bahasa antara lain berarti agama, kepatuhan, dan pembalasan. Kata ad-dīn dalam ayat ini sangat popular diartikan dengan agama, tetapi dapat juga diartikan sebagai pembalasan. Pendapat ini didukung oleh pengamatan yang menunjukkan bahwa al-Qur’an bila menggandengkan kata ad-dīn dengan yukażżibu, maka konteksnya adalah pengingkaran terhadap hari kiamat.[2]

Selanjutunya jika kita mengaitkan makna kedua ini dengan sikap mereka yang enggan membantu anak yatim atau orang miskin karena menduga bahwa bantuanya kepada mereka tidak menghasilkan apa-apa, maka dari itu bahwa pada hakikatnnya sikap mereka itu adalah sikap orang-orang yang tidak percaya akan adanya (hari) pembalasan.[3]

M. Quraish Shihab ketika memberikan penjelasan tentang makna dari ad-dīn terlebih dahulu mengungkapkan ad-dīn dari segi bahasa berarti agama, kepatuhan, dan pembalsan. Sedangkan menurut Mahmud Syaltut menyatakan bahwa “agama adalah ketetapan-ketetapan Illahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Sementara itu, Syaikh Muhammad Abdullah Badran, dalam bukunya Al-Madkhal ila al-Adyan, berupaya menjelaskan arti agama dengan merujuk kepada Alquran. Ia memulai bahasanya dengan pendekatan kebahasaan. [4]

Dīn yang biasa diterjemahkan “agama”, menurut guru besar al-Azhar itu, menggambarkan “hubungan antara dua pihak dimana yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada yang kedua”. Seluruh kata yang menggunakan huruf-huruf dal, ya’, dan nun seperti dain yang berarti utang atau dana yadinu yang berarti menghukum atau taat, dan sebagiannya, kesemuanya menggambarkan adanya dua pihak yang melakukan intraksi seperti yang digambarkan diatas. Jadi demikian, agama merupakan “hubungan antara makhluk dan Khalik-Nya”. Hubungan ini mewujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukan dan cermin pula dalam sikap kesehariannya.[5]



[1]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol 15. (Jakarta, Lentera Hati, 2002), h. 641.

[2]Ibid…, h. 645.

[3]Ibid.

[4]M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2013), h. 324.

[5] Ibid.

Pengertian Hadits Tarbawi