Tuesday, June 21, 2022

Pengertian Epistemologi Alquran

 Pengertian Epistemologi Alquran

1. Metode memperoleh ilmu pengetahuan menurut kajian epistemologi Alquran

            Epistemologi adalah teori tentang ilmu pengetahuan. Sedangkan secara istilah epistemologi adalah teori bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan secara ilmiah. Jadi Epistemolgi Alquran adalah suatu teori bagaimana memperoleh ilmu pengetahuan dalm Alquran. Maksud epistemologi itu sendiri bukan berada di luar Alquran, akan tetapi dalam Alquran itu sendiri, setiap ayat-ayat dalam Alquran mengandung epistemologi. Hal ini menunjukkan bahwa dapat memilah-milah dan mengkategorisasikan suatu ayat tersebut dapat tergolog pada objek ilmu, metode ilmu, tujuan ilmu, sifat ilmu dan sebagainya.

Tugas kita sebagai yang memahami dan menela’ah Alquran yang harus mendapatkan mutiara-mutia Alquran itu sendiri. Alquran diibaratkan sebagai mutiara, maksudnya adalah dari segala sisi memunculkan cahaya, begitu juga dalam hal epistemologi Alquran, Alquran dapat menghasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Padahal Alquran itu sendiri turun jauh sebelum 14 abad yang lalu. Penemuan-penemuan ilmiah sekarag ini baru ditemukan.

Metode dalam memperoleh ilmu yaitu seperti deskripsi , membaca (iqra) dalam Q.S. Al-Alaq: 1,  melakukan eksperimen, melakukan observasi meneliti (fandhuru) dalam Q.S. Al-Ghasiyah: 17 dan sebagainya, melakukan rihlah (studi ilmiah), setelah didapatkan suatu hasil maka akan mendapat suatu kesimpulan yang komprehensif.  Epistemologi ingin megungkapkan petunjuk Alquran atau isyarat Alquran mengenai ilmu pengetahuan dan sains.

 

2. Beberapa ayat yang memberikan isyarat terhadap ilmu pengetahuan

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,

 

            Dalam ayat ini menjelaskan tentang sumber memperoleh ilmu pengetahuan yaitu dengan membaca. Membaca dalam ayat tersebut bukan sekedar membaca dengan mata, akan tetapi lebih dari pada hal tersebut yaitu meneliti dan menela’ah lebih lanjut.

 

 

Artinya: Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (Q.S.Al-Baqarah: 223)

            Ayat tersebut mengandung isyarat ilmu biologi, ilmu tentang manusia.

Artinya: “wahai para jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

            Ayat ini menunjukkan isyarat tentang ilmu astronomi, naik ke bulan, ke luar angkasa.

Artinya: “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar-Ra’du: 4)

                Ayat ini tentang isyarat ilmu tentang tanah, dari tanah yang berbeda akan menghasilkan tanaman dan buah yang berbeda pula.

 

3. Epistemologi Alquran pada ayat berikut ini:

 

Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (Q.S.Al-Ghasyiah: 17)

            Ayat ini mengandung isyarat tentang ilmu hewan (zoologi), pada ayat tersebut terdapat kata ibil (unta) yang mewakili dunia hewan. Allah menggunakan kata yandhuruna (memperhatikan), akan tetapi kata yandhuruna bukan hanya mengandung makna memperhatikan tapi meneliti dan melihat lebih lanjut bagaimana unta tersebut. Mengapa Allah menyebutkan hewan unta karena hewan unta yang terdapat di Mekkah dan pada saat turunnya Alquran sesuai dengan kondisi masyarakat Arab pada waktu itu.

Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? (Q.S.Al-Ghasiyah: 18)

Ayat ini mengandung isyarat ilmu langit (astronomi) yaitu membahas tentang semua benda-benda yang ada di langit, seperti bintang, bulan, matahari, planet-planet dan sebaginya.

 

Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (Q.S.Al-Ghasiyah: 19)

Ayat ini mengandung isyarat tentang ilmu gunung.  Ayat lain Allah juga berfirman:

Artinya:”Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An-Naml: 88)

 

 

Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (Q.S.Al-Ghasiyah: 20)

            Ayat ini mengandung isyarat tentang ilmu bumi (geologi), bentuk, sifat bumi, kakateristik, hal-hal yang terjadi pada bumi.

 

4. Bagaimana kajian Alquran analisis penyebab munculnya wabah virus covid-19

Allah berfirman:

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(Q.S.Al-Baqarah: 155)

            Virus covid-19 juga dapat dikategorikan sebagai musibah dari Allah. Berbicara masalah musibah, usibah memang berasal dari Allah dan mempunyai tujuan tertentu dalam menimpakan suatu musibah terhadap hambanya. Allah mempunyai kehendak terhadap apa yang ingin dilakukan-Nya yaitu sesuai dengan izin-Nya. Firman Allah:

Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S.At-Taghabun: 11)

Allah memberikan musibah tersebut adakalanya untuk ibtila’ (menguji) keimanan seseorang seperti yang dijelaskan dalam surat al-Fajr: 15-16

Artinya: “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya. Maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku”.

 

            Virus covid-19 juga berhubungan dengan makanan yang dikomsumsinya. Alquran telah banyak menjelaskan terkait dengan makanan dan apa saja yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan. Mereka memakan apa yang diharamkan oleh Allqh, semua binatang, dan Allah mendatangkan musibah kepada mereka. Sebagaimana Firman Allah: Q.S.Al-Maidah: 3

Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darahdaging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnyadan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari iniorang-orang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksaKarena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

5. Memahami konsep halalan thaiban dalam kajian Alquran

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

 

 

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (Q.S.Al-Baqarah: 172)

 

 

Dalam ayat tersebut jelas bahwa bukan hanya sekedar halal tapi juga thayyiban (baik) mengandung makna umum baik secara lahir dan batin dari segi kesehatan dan sebagainya. Berdasarkan pencaraian suatu makanan juga berpengaruh baik atau buruknya (halalan dan tayyiban) harus mencakupi dua katergori yang telah dijelaskan Alquran.

 

 

Manahij at-Tafsir wa Qawa’iduhu fi ath-Thabiq Qawaid Tafsir

 Pengertian Qawaid Tafsir

1. Qawaid Tafsir adalah  Kaidah-kaidah dalam menafsirkan Alquran yaitu kaidah yang digunakan dalam memahami ayat-ayat Alquran. Salah satu contoh qawaid tafsir yaitu dhamir (kata ganti), Asal mulanya dhamir adalah untuk meringkas kalimat sebelumnya. Contohnya: Q.S.Al-Ahzab: 35

Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukminlaki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

Dhamir lahum pada ayat tersebut menggantikan puluhan kata sebelumnya yaitu untuk meringkaskan kalimat tidak terjadi pengulangan dan pemborosan kata.

2. Syarat-syarat Mufassir

a. mempunyai niat dan i’tikad yang lurus dan tidak berpengaruh pada hawa nafsu semata

b. menafsirkan berdasarkan Alquran, Hadis, perkataan sahabat dan sebagainya

c. menguasai bahasa Arab dan segaala ilmu yang melingkupinya yaitu nahwu, sharaf, balaghah, ilmu bayan, ma’ani, dan badi’ dan  sebagainya.

d. mengetahui kaidah-kaidah tafsir seperti amar nahi, mutlqa muqayyad, mathuq, mufham, dhamir, istifham dan sebagainya

e. mengetahui ilmu ushul fiqh, ilmu mantiq, ilmu fiqih, dan sebagainya.

3. Lafal amr secara bahasa الامر yang berarti perintah atau suruhan. Amr adalah kebalikan dari Nahyi yaitu yang berarti larangan. Sedangkan secara istilah amr adalah suatu lafal yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang harus dikerjakannya.

Kaidah Amar

  الأمر المطلق يقتضى الوجوب الا لصارف

Pada dasarnya amr (perintah) itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tertentu

Contoh lafal amr yang menunjukkan kepada wajib dan tidak ada qari>nah yang memalingkan dari makna wajib:

Artinya: “Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (Q.S.An-Nur: 56)

 

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisa’: 36)

 

Contoh lafal amr yang menunjukkan kepada selain wajib karena qari>nah-qari>nah tertentu:

a.       Nadb ( الندب ) anjuran seperti:

Artinya: ”Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, (Q.S. An-Nur:33)

 

b.      Iba>h{ah ( الاباحة ) boleh dikerjakan seperti:

Artinya: ”Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 10)

 

 

c.       Ta’ji>z ( التعجيز ) menunjukkan kelemahan, seperti:

Artinya:”Maka buatlah satu surat saja yang semisal dengan Alquran, dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu termasuk orang yang benar.” (Q.S. Al-Baqarah: 23)

Contoh-contoh tersebut menunjukkan kepada makna selain wajib karena adanya qarinah yang menyebabkan berpaling dari makna aslinya.

Monday, June 20, 2022

Hukum Nun Sukun dan Tanwin Matan Tuhfatul Athfal

 

Matan Tuhfatul Athfal

النون الساكنة والتنوين

Hukum Nun Sukun dan Tanwin

Oleh: Nurbaiti

النون الساكنة والتنوين

Hukum Nun Sukun dan Tanwin

لِلـنُّــونِ إِنْ تَسْـكُنْ وَلِلتّـَنْوِينِ * أَرْبَـعُ أَحْكَـامٍ فَخُـذْ تَبْـيِـيـنِـي

Nun sukun dan tanwin memiliki empat hukum

Maka perhatikanlah penjelasanku

فَـالأَوَّلُ الإظْـهَارُ قَـبْـلَ أَحْـرُفِ * لِلْحَـلْـقِ سِـتٍ رُتِّبَتْ فَلـتَـعْرِفِ

Pertama, Izhar (jika ada nun sukun atau tanwin) berada sebelum enam huruf halqi (yaitu makhraj atau tempat keluarnya huruf itu berasal dari tenggorokan)

dan letaknya tersusun, maka ketahuilah huruf-hurufnya.

هَمْـزٌ فَـهَـاءٌ ثُـمَّ عَـيْـنٌ حَـاءُ * مُـهْمَلَـتَانِ ثُــمَّ غَيْـنٌ خَــاءُ

Hamzah (أ), Ha besar (ه), ‘Ain (ع), Ha kecil (ح), kemudian Ghain (غ) dan Kha (خ).

والـثّـَانـي إِدْغَـامٌ بِسـتَّةٍ أَتَـتْ * فِـي يَـرْمَـلُـونَ عِنْدَهُمْ قَدْ ثَبَتَتْ

Kedua, Idgham dengan enam huruf yang akan datang kemudian

terkumpul dalam kata yarmilu>na, telah kusampaikan disisimu dengan sebenarnya.

لَـكِنَّهَا قِسْـمَانِ قِسْــمٌ يُـدْغَـمَا * فِـيهِ بِـغُـنّـَةٍ بِيَـنْـمُو عُلِـمَـا

Akan tetapi idgham itu ada dua jenis yaitu memasukkan dengan dengung (Idhgam bi ghunnah), jika bertemu dengan huruf yang terkumpul dalam kata yanmu

maka dibaca dengaung dan tidak berada dalam satu kata

Kecuali apabila keberdaan huruf-huruf tersebut dalam satu kata, maka tidak diidhamkan, seperti dunya, sinwan


لِلـنُّــونِ إِنْ تَسْـكُنْ وَلِلتّـَنْوِينِ * أَرْبَـعُ أَحْكَـامٍ فَخُـذْ تَبْـيِـيـنِـي
فَـالأَوَّلُ الإظْـهَارُ قَـبْـلَ أَحْـرُفِ * لِلْحَـلْـقِ سِـتٍ رُتِّبَتْ فَلـتَـعْرِفِ
هَمْـزٌ فَـهَـاءٌ ثُـمَّ عَـيْـنٌ حَـاءُ * مُـهْمَلَـتَانِ ثُــمَّ غَيْـنٌ خَــاءُ
والـثّـَانـي إِدْغَـامٌ بِسـتَّةٍ أَتَـتْ * فِـي يَـرْمَـلُـونَ عِنْدَهُمْ قَدْ ثَبَتَتْ
لَـكِنَّهَا قِسْـمَانِ قِسْــمٌ يُـدْغَـمَا * فِـيهِ بِـغُـنّـَةٍ بِيَـنْـمُو عُلِـمَـا
إِلاَّ إِذَا كَـانَـا بِـكــِلْمَـةٍ فَــلاَ * تُـدْغِـمْ كَدُنْـيَا ثُمَّ صِـنْوَانٍ تَـلاَ
وَالثَّـانـي إِدْغَــامٌ بِغَيْــرِ غُـنَّةْ * فـي الـلاَّمِ وَالـرَّا ثُـمَّ كَـرّرَنَّـهْ
وَّالثَـالـثُ الإِقْـلاَبُ عِنْـدَ الْبَـاءِ * مِيــماً بِغُـنَــةٍ مَـعَ الإِخْـفَـاءِ
وَالرَّابِـعُ الإِخْـفَاءُ عِنْـدَ الْفاضِـلِ * مِـنَ الحُـرُوفِ وَاجِـبٌ لِلْفَاضِـلِ
فـي خَمْسَـةٍ مِنْ بَعْدِ عَشْرٍ رَمْزُهَا * فِـي كِلْمِ هذَا البَيْتِ قَـدْ ضَمَّنـْتُـهَا
صِفْ ذَا ثَـنَا كَمْ جَادَ شَخْصٌ قَدْ سمَا * دُمْ طَيّـَباً زِدْ فِي تُـقَىً ضَعْ ظَالِـمَا

Yang terletak di pangkal tenggokan (adna al-halq) yaitu kha dan gha

Yang terletak di tengah tenggoroka (wasath al-halq) yaitu ha dan ain

Yang terletak di ujung tenggorokan (aqsa al-halq) yaitu hamzah dan ha besar

Cara mengetahui huruf-huruf halqi tersebut sesuati atau tidak makhraj yaitu ketika kita hendak membaca huruf adna alhalqi maka peganglah leher bagian atas, dan apabila ingin membaca huruf wasat al-halq peganglah leher bagian tengah dan saat membaca huruf aqsa al-halq maka peganglah leher bagian bawah. Apabila sudah terasa ada getaran pada tempat-tempat itu pada saat membaca mak sudah benar dalam membacanya.

Bedakan cara membaca ha kecil dan ha besar. Jika ha kecil seperti orang yang kepedasan dan ha kecil sama seperti tempat makhrajnya huruf hamzah.

 

Idgham secara bahasa adalah memasukkan

Secara istilah adalah memasukkan atau meleburkan huruf pertama (nun mati/tanwin) kepada hurf idhghan sesudahnya

Terjemahan

Dan adapun hukum nun mati dan tanwin yang Kedua idgham dengan enam huruf yang akan datang kemudian yang terkumpul dalam kata yarmiluna, telah kusampaikan disisimu dengan sebenarnya.

Terjemah

Jenis ayang kedua adalah idgham bigahiri ghunnah yaitu apabila huruf lam dan ra yang dibaca takrir (bergetar)

Terjemah

Yang ketiga iqlab yaitu ketika nun sukun atau tanwin bertemu huruf ba maka dibaca mim yang didengungkan serta disamarkan

Yang keempat adalah ikhfa yaitu sisa huruf hijaiyah yang wajib menurut ulama qiraah. Aku telah menyusun rumus 15 huruf ikhfa yang terankum dalam kalimat

Dirasah kutub at-Tafsir fi A’lami al’Islami dan Tafsir Nusantara (Riwayat Israiliyat)

 Pembahasan tentang Riwayat Israiliyat pada tafsir nusantara

1. Riwayat islailiyat yaitu riwayat-riwayat yang berasal dari Yahudi dan Nasrani. Maksudnya adalah riwayat-riwayat yang berasal dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah masuk Islam. Jadi ketika mereka memahami Ayat Alquran mereka memasukkan dengan pemahaman yang terdapat pada kitab mereka taurat dan injil, adanya kesamaan apa yang dijelaskan dengan apa yang terdapat dalam kitab Taurat dan Injil. Tokoh-tokoh israiliyat misalnya Abdullah bin Salam, Wahab bin Munabbih, Ka’ab bin al-ahkbar dan sebagainya.

            Manhaj para mufassir dalam menyikapi riwayat-riwayat israiliyat tersebut adalah terbagi menjadi tiga yaitu:

a. riwayat yang tidak bertentang dengan syari’at Islam dan sesuai dengan keshashihan Alquran, maka riwayat israiliyat tersebut boleh kita ambil. Misalnya tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah.

b. riwayat yang bertentangan dengan syariat Islam dan dapat diketahui kedustaannya dalam Alquran, maka kita dilarang untuk mengambilnya dan ditolak.

c. riwayat yang tidak terdapat penegasan atas kebenaran dan kedustaannya makan didiamkannya, mislanya nama pemuda ashabul kahfi dan sebagainya.

 

2. Perkembangan kajian Alquran yang digeluti di luar dunia Islam sangat banyak baik dari segi ulum Alquran, sejarah Alquran. Banyak orang-orang orientalis yang tertarik untuk meneliti Alquran misalnya Abaraham Geiger yang mengatakan bahwa Alquran adalah perkataan Muhammad, Theodere Noldeke tentang sejarah Alquran dan sebagainya. Dengan banayaknya orang-orang luar Islam mengkaji Alquran semakin banyak juga para pemikir dan tokoh-tokoh Islam yang menghasilkan karya monumentalnya untuk membantah dan menguatkan bahwa Alquran adalah Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Kajian tersebut juga dibuktikan secara ilmiah misalnya Muhammad mustafa al’a’zami karyanya The History of Quranic Text, Taufik Adnan Amal karya Rekontruksi Sejarah Alquran, dan sebagainya. Hal ini sangat berdampak dan berpengaruh besar dalam peta kajian dan ranah studi Alquran yang melahirkan para-para intelektual dalam studi Alquran. Lahir kajian lainnya seperti Fazlurrahman dengan teori doble movement syahrur teori hudud yang semuanya menggunakan kajian kontektualitas dan bernuansa hermeneutis.

3. Berbicara masalah tafsir nusantara maka yang pertama sekali terlintas adalah seorang ulama yang bernama Abdurrauf al-Singkili melalui karyanya yang bernama Turjuman al-Mustafid. Kitab Turjuman al-Mustafid merupakan kitab tafsir pertama di Nusantara yang lengkap ditulis 30 Juz dari Surat Al-Fatihah hingga surat An-Nas. Kitab Tafsir ini ditulis pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18. Kemudian pada abad ke-19 dan ke-20 baru muncul kitab-kitab tafsir lainnya seperti Marah Labib karya Syeik Nawawi al-Bantani (kitab ini menggunakan bahasa Arab) Tafsir Al-Furqan karya A. Hasan, kitab tafsir An-Nur oleh Hasby ash-Shiddiqiey, Tafsir Al-Azhar karya Hamka, Tafsir Mahmud Yunus, Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab, dan lain sebagainya.

Kitab tafsir Turjuman al-Mustafid menggunakan bahasa Melayu dengan tulisannya Arab Melayu. Kitab Tafsir ini ditulis oleh Abdurrauf al-Singkili yang merupakan salah satu ulama Aceh yang mengembangkan Islam di Aceh. Ia merupakan Qadhi Malik al-Adil seperti penasehat kesultanan kerajaan yang pada saat itu dipimpin oleh seorang ratu yaitu sulthanah Safiatuddin. Hal ini menunjukkan akan adanya keterkaitan serta berpengaruh terhadap penulisan kitab tafsirnya. Sehingga menarik untuk dilihat lebih lanjut terkait kitab Tafsir Turjuman al-Mustafid yang merupakan kitab tafsir yang sangat berpengaruh besar dalam masyarakat pada saat itu. Syeikh Abdurrauf As-Singkil berguru dengan ulama  syeikh Mekkah, dan hal ini juga berpenagaruh terhadap keilmuannya. Kitab tafsir ini juga ada yang mengatakan terjemahan dari kitab tafsir baidhawi tafsir anwar wa at-tanzil wa asrar al ta’wil.

             Selanjutnya, semangat dalam usaha penafsiran dan penerjemahan Alquran tersebut merambah ke berbagai daerah yang ada di Nusantara, seperti al-Ibriz li Ma’rifah al-Tafsir al-Qur’an al-Aziz karya K.H. Bisri Mustafa dalam bahasa Jawa, Kitab Al-Qur’an Al-Karim Terjemahan Bebas Bersajak Aceh karya Tgk Mahyiddin Yusuf, Tafsir Pase dan sebagainya yang mewarnai khazanah tafsir di nusantara.

Sunday, June 19, 2022

PENGERTIAN ILMU KALAM

 

 

A. PENGERTIAN ILMU KALAM

Menurut ahli tata bahasa Arab, kalam didefinisikan sebagai ‘kata’ atau ‘lafaz’ dengan bentuk majemuk (ketentuan /perjanjian ). Secara teknis, kalam berarti alasan atau argument rasional untuk memperkuat pernyataan. Nama lain dari Ilmu Kalam diantaranya: Ilmu ‘Aqaid (Ilmu Akidah-Akidah), Karena ilmu ini seseorang diharapkan agar meyakini dalam hatinya secaraa mendalam dan mengikatkan dirinya hanya kepada Allah sebagai Tuhan. Ilmu Tauhid (Ilmu Tentang ke-Maha-Esa-an Tuhan), Dinamakan begitu karena ilmu ini mengajak orang agar meyakini dan mempercayai hanya pada satu Tuhan yaitu Allah SWT. Ilmu Ushuluddin (Ilmu Pokok-Pokok Agama ), karena ilmu ini membahas pokok-pokok keagamaan yaitu keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan. Disebut juga ‘Teologi Islam‘. ‘Theos’ = Tuhan; ‘Logos’ = Ilmu, yang berarti ilmu tentang ketuhanan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran islam; termasuk didalamnya persoalan-persoalan gaib. Ilmu adalah pengetahuan; Kalam adalah ‘pembicaraan’ jadi pengetahuan tentang pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil fikiran (dalil aqli). Dalil Naqli (al-Qur’an dan Hadis ) baru dipakai sesudah ditetapkan kebenaran persoalan menurut akal.

Menurut istilah,banyak definisi yang dikemukan oleh para ahli tentang ilmu kalam yang kesemuanya itu berkisar pada permasalahan kepercayaan dan cara menguraikan kepercayaan itu. Diantara definisi tersebut adalah:

-Ibnu khaldun mengatakan bahwa Ilmu Kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan iman dan menggunakan dalil-dalil pikiran sebagai bantahan terhadap terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan golongan salaf dan Ahli Sunnah.

-Muhammad ‘Abduh berpendapat bahwa Ilmu Kalam adalah ilmu yang membicarakan tentangwujud Tuhan,sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya,sifat-sifat yang tidakada pada-Nya, sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang Rasul-Rasul Tuhan serta sifat-sifat-Nya,baik sifat wajib,mustahil maupun jaiz.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat diketahui bahwa theology atau Ilmu Kalam adalah ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang menyakinkan. Dengan demikian, orang yang mempelajarinya dapat mengetahui bagaimana cara-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana menjaga keimanan tersebut.

Perkataan kalam dapat kita temukan dalam Alquran seperti tercantum dalam:

  1. Q.S. Al-Baqarah: 75

* tbqãèyJôÜtGsùr& br& (#qãZÏB÷sムöNä3s9 ôs%ur tb%x. ×,ƒÌsù öNßg÷YÏiB tbqãèyJó¡o zN»n=Ÿ2 «!$# ¢OèO ¼çmtRqèùÌhptä .`ÏB Ï÷èt/ $tB çnqè=s)tã öNèdur šcqßJn=ôètƒ ÇÐÎÈ

Artinya: “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?”

  1. Q.S. Al-Baqarah: 253

* y7ù=Ï? ã@ߍ9$# $oYù=žÒsù öNßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ ¢ Nßg÷YÏiB `¨B zN¯=x. ª!$# ( yìsùuur óOßgŸÒ÷èt/ ;M»y_uyŠ 4 $oY÷s?#uäur Ó|¤ŠÏã tûøó$# zOtƒötB ÏM»uZÉit7ø9$# çm»tRô­ƒr&ur ÇyrãÎ/ Ĩßà)ø9$# 3 öqs9ur uä!$x© ª!$# $tB Ÿ@tGtGø%$# tûïÏ%©!$# .`ÏB NÏdÏ÷èt/ .`ÏiB Ï÷èt/ $tB ÞOßgø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# Ç`Å3»s9ur (#qàÿn=tG÷z$# Nåk÷]ÏJsù ô`¨B z`tB#uä Nåk÷]ÏBur `¨B txÿx. 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# $tB (#qè=tGtGø%$# £`Å3»s9ur ©!$# ã@yèøÿtƒ $tB ߃̍ムÇËÎÌÈ

Artinya: “Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya[158] beberapa derajat. dan kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, Maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.”

  1. Q.S. An-Nisa’: 164

Wxßâur ôs% öNßg»oYóÁ|Ás% šøn=tã `ÏB ã@ö6s% Wxßâur öN©9 öNßgóÁÝÁø)tR šøn=tã 4 zN¯=x.ur ª!$# 4ÓyqãB $VJŠÎ=ò6s? ÇÊÏÍÈ

Artinya: “Dan (Kami Telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh Telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah Telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”

Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri disebutkan untuk pertama kali pada masa Khalifah ‘Abbasiyah, Al-Ma’mun (W. 218 H), setelah ulama-ulama Muktazilah mempelajari kitab-kitab filsafat yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab dipadukan dengan metode Ilmu Kalam. Sebelum masa Al-Ma’mun, ilmu yang membicarakan masalah kepercayaan disebut Al-Fiqh sebagai imbangan fiqh Fil ilmi, yaitu tentang hukumIslam, sebagaimana Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) menamakan bukunya mengenai kepercayaan agama dengan Al-Fiqh Al-Akbar, perkembangan lebih lanjut istilah fiqh ini khusus untuk ilmu yang membicarakan perrsoalan-persoalan hukum-hukum Islam. Ilmu Kalam belakangan juga dikenal dengan teologi Islam yang sudah lama dikenal penulis-penulis Barat. Dalam pembahasan para ahli ketimuran selalu digunakan theology (Islam) untuk Ilmu Kalam ini. Ilmu Kalam/teologi Islam timbul karena Islam sebagai agama merasa perlu menjelaskan poko dasar agamamya dan segi-segi dakwah sebagai tujuan Al-Qur’an dan Sunah. Dua dasar ini membicarakan wujud Tuhan yang segala aspeknya dan mengatakan hubungan-Nya dengan makhluk. Ilmu Kalam belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW. Selang beberapa periode, setelah ilmu-ilmu keIslaman satu-persatu mulai muncul dan banyak orang membicarakan soal metafisika/alam gaib, dalam ilmu ini terdapat berbagai golongan dan aliran, kurang lebih 3 abad lamanya kaum muslimiin melakukan berbagai perdebatan baik sesama pemeluk Islam maupun dengan pemeluk agama lain, akhirnya kaum muslimin mencapai ilmu yang membicarakan dasar-dasar akidah dan rinciannya; baik oleh faktor dari dalam Islam sendiri maupun karena faktor dari luar Islam karena berbagai persoalan kalam yang muncul, timbullah bermacam-macam aliran kalam.

 

B. MODEL-MODEL PENELITIAN ILMU KALAM

Secara garis besar, penelitian ilmu kalam dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama, penelitianyang bersifat daar dan pemula, dan kedua, penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari penelitian model pertama. Penelitian model pertama ini sifatnya baru pada tahap membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu dengan merujuk pada Alquran dan hadis serta berbagai pendapat tentang kalam yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi. Sedangkan penelitian model kedua sifatnya hanya mendeskripsikan tentang adanya kajian ilmu kalam dengan menggunakan bahan rujukan yang dihasilkan oleh penelitian model pertama.

1.Penelitian Pemula

Melalui penelitian model pertama dapat kita jumpai sejumlah referensi yang telah disusun oleh para ulama selaku peneliti pertam yang sifat dan keadaannya telah disenutkan diatas. Dalam kaitan ini kita jumpai berbagai karya hasil penelitian pemula sebagai berikut:

a.       Model Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi Al-Samarqand

Abu Mansur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al-Maturidy Al-Samarqandy telah menulis buku teologi berjudul Kitab al-Tauhid. Dalam buku tersebut selain dikemukakan riwayat hidup secara singkat dari Al-Maturidy, juga telah dikemukakan berbagai masalah yang detail dan rumit dibidang ilmu kalam. Diantaranya dibahas tentang cacatnya taklid dalam hal beriman, serta kewajiban mengetahui agama dengan dalil al-sama’ (dalil naqli) dan dalil aqli; pembahasan tentang alam, antrophormisme atau paham jisim pada tuhan, sifat-sifat allah, perbedaan paham diantara manusia tentang cara Allah menciptakan makhluk, paham qadariyah; qada’ dan qadar; masalah keimanan; serta tidak adanya dispensasi dalam hal islam dan iman.

b.      Model Al-Imam Abi Al-Hasan bin Ismail Al-Asy’ari

Al-Imam Abi Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari yang wafat pada tahun 330 Hijriyah telah menulis buku berjudul Maqalat al-Islamiyyin wa ikhtilaf al-Mushollin. Buku ini telah ditahkik oleh Muhammad Muhyiddin ‘Abd al-Hamid. Seseorang yang ingin mengetahui sacara mendalam tentang teologi ahlu sunnah mau tidak mau harus mempelajari buku ini. Dalam buku tersebut dibahas tentang perbedaan pendapat disekitar penanggung arasy (hamalatul arasy), kebolehan bagi Allah dalam menciptakan alam, tentang al-quran, perbuatan hamba, kehendak Allah, kesanggupan manusia, perbuatan manusia dan binatang, kelahiran, imamah (kepemimpinan), masalah kerasulan, masalah keimanan, janji baik buruk, siksaan bagi anak kecil, tentang tahkim (abitrase), hakikat manusia, alliran khawarij dengan berbagai sektenya, Dan lain sebagainya.

c.       Model ‘Abd Al-Jabbar bin Ahmad

Abd Al-Jabbar bin Ahmad telah menulis buku yang berjudul Syarh al-ushul al-khamsah yang tebalnya mencapai 805 halaman.Buku ini telah ditahkik oleh Doktor Abd al-karim usman.Bagi seseorang yang ingin mengkaji tentang ajaran-ajaran muktazilah secara mendalam dan mendetail mau tidak mau harus membaca buku ini dengan sikap yang wajar dan obyektif tanpa didahului oleh buruk sangka.Dalam buku tersebut dibahas tentang ajaran pokok muktazilah itu ada lima,yaitu al-Tauhid yaitu mengesakan Allah,al-Adl yaitu paham keadilan Tuhan,al-wa’ad al-wa’id yakni paham janji baik dan buruk di akhirat, al-manzilah baina manzilatain serta amar ma’ruf nahi mungkar.Kelima ajaran dasar muktazilah itu dibahas secara mendetail dalam buku ini.Di antaranya kewajiban yang utama dalam mengetahui Allah,makna wajib, makna keburukan, hakikat pemikiran dan macam-macamnya pembagian manusia,urusan dunia dn akhirat,makna berfikir, dan sebagainya.

d.      Model Thahawiyah 

Imam Thahawiyah telah menulis buku yang telah ditahkik oleh sekelompok para ulam dan diperiksa oleh Muhammad Nashir al-din al-Bayai.Buku yang tebalnya536 halaman ini secara keseluruhan membahas teologi di kalangan ulama salaf,yaitu ulama yang belum dipengaruhi pemikiran Yunani dan pemikiran lainnya yang berasal dari luar islam,atau bukan Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam buku ini antara lain  dibahas tentang kewajiban mengimani apa yang dibawa oleh para rasul,kewajiban mengikuti ajaran para rasul,makna tauhid,tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah, tafsir potongan ayat laista ka mitslihi syaiun ,sifat-sifat zat dan sifat perbuatan bagi Allah,dan lain sebagainya.

e.       ModelAl-ImamAl-HaramainAl-Juwainy(478H)

Imam Al-Haramain Al-Juwainy yang dikenal sebagai guru dari Imam Ghazali menulis buku berjudul al-Syamil fi Ushul al-Din. Didalam buku ini telah dibahas tentang penciptaan alam yang didalamnya dibahas tentang hakikat jauhar (substansi), arad (aksiden) menurut berbagai pendapat para ahli; kitab tauhid yang didalamnya dibahas tentang hakikat tauhid, kelemahan kaum mu’tazilah, penolakan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan memiliki jism; pembahasan tentang akidah; kajian tentang dalil atas kesucian Allah SWT, pembahasan tentang ta’wil; pembahasan tentang sifat-sifat bagi Allah; masalah ilat atau sebab.

Selain buku diatas Imam al-Haramain juga telah menulis buku berjudul Kitab al-Irsyad ila Qawathi’ al-Adillah fi Ushul al-‘Itiqad li Imam al-Haramain al-Juwainy. Dalam buku ini dibahas antara lain tentang ketentuan berpikir, hakikat ilmu, barunya alam, sifat-sifat yang wajib bagi Allah, penentuan sifat ilmu dengan sifat maknawiwah, tentang dapat dilihatnya Allah di akhirat, penciptaan perbuatan, paham tentang daya, tentang perbuatan yang baik dan terbaik, penetapan tentang kenabian, tentang sifat-sifat kehidupan akhirat, tentang taubat, dan tentang iman.

f.        Model Al-Ghazali (w.1111M.)

Imam Al-Ghazali telah pula menulis buku berjudul al-Iqtishad fi al-I’tiqad. Dalam buku ini dibahas tentang pembahasan bahwa ilmu sebagai fardlu kifayah, pembahasan tentang zat Allah, tentang qadimnya alam, tentang bahwa pencipta alam tidak memiliki jism, karena jism memerlukan pada materi dan bentuk; dan penetapan tentang kenabian Muhammad SAW.

g.       Model Al-Amidy (551-631H)

Saif al-Din Al-Amidy menulis buku berjudul Ghayah al-Maram fi Ilmu Kalam. Dalam buku ini telah dibahasa tentang sifat-sifat yang wajib bagi Allah, sifat-sifat nafsiyah yaitu sifat iradah, sifat ilmu, sifat qudrat, sifat kalam dan sifat idrakat; pembahasan tentang keesaan Allah Ta’ala, perbuatan yang bersifat wajib al-wujud, tentang tidak ada pencipta selain Allah, tentang barunya alam serta tidak adanya sifat tasalsul dan tentang imamah.

h.       Model Al-Syahrastani Syaikh Al-Imam Al-Alim Abd Al-Karim Al-Syahrastani

Syahrastani menulis buku berjudul kitab Nihayah al-Iqdam fi Ilmi al-Kalam. Dalam buku ini dibahas dua puluh masalah yang berkaitan dengan teologi. Diantaranya tentang baharunya alam, tauhid, tentang sifat-sifat azali, hakikat ucapan manusia, tentang Allah sebagai yang maha Mendengar dan perbuatan yang dilakukan seorang hamba sebelum datangnya syariat.

Selanjutnya dalam karyanya berjudul Al-milal wa al-nihal,yang tebalnya 50 halaman, Syahrastani selain berbicara tentang islam,iman dan ihsan,juga membahas berbagai aliran dalam teologi islam seperti muktazilah lengkap dengan tokoh-tokohnya,al-asy’ariyah,al-musyabihah,karamiyah,khawarij,murjiah,syiah dan lengkap dengan berbagai aliran di dalamnya.

i.         Model Al-Bazdawi

Al-Bazdawi yang oleh sebagian peneliti dimasukkan sebagai kelompok Asy’ariyah menulis buku berjudul Kitab Ushul al-Din. Dalam buku ini dibahas tentang perbedaan pendapat para ulama mengenai mempelajari ilmu kalam, mengajarkan dan menyusunnya, perbedaan pendapat para ulama mengenai sebab-sebab seorang hamba mengetahui sesuatu, pancaindera yang lima, definisi mengenai ilmu pengetahuan, macam-macam ilmu pengetahuan, pendapat ahli al-sunnah mengenai alam sebagai sesuatu yang mencakup segala yang maujud, pembahasan tentang keesaan Allah tanpa sekutu, tentang tidak ada sesuatu yang serupa dengan Allah, tentang Allah sebagai Pencipta alam semesta, tentang bahwa Allah Ta’ala berbicara dengan perkataan yang sifatnya qadim, tentang kehidupan di akhirat dan masih banyak lagi masalah teologi yang dibahas hingga mencapai 97 permasalahan.

Seluruh penelitian yang dilakukan para ulama yang hasilnya telah dituangkan dalam berbagai  buku tersebut dapat dikategorikan sebagai penelitian pemula.

 

2. Penelitian Lanjutan

Selain penelitian yang bersifat pemula sebagaimana tersebut, dalam bidang ilmu kalam ini juga dijumpai penelitian yang bersifat lanjutan. Penelitian lanjutan yaitu penelitian atas sejumlah karya yang dilakukan oleh para peneliti pemula. Pada penelitian lanjutan ini, para peneliti mencoba melakukan dekripsi, analisis, klasifikasi, dan generalisasi.

  1. Model abu Zahrah

Abu zahrah mencoba melakukan penelitian terhadap berbagai aliran dalam bidang politik dan teologi yang dituangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-Mazahib al-islamiyah fi al-siyasah wa al-‘Aqaid. Ada beberapa masalah yang dikemukakan dalam dalam penelitiannya ini yaitu, objek-objek yang dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik yang berdampak pada teologi. Selanjutnya, dikemukakan tentang berbagai aliran dalam mazhab syi’ah yang mencapai dua belas golongan, selanjutnya dikemukakan pula aliran khawarij dengan berbagai sektenya yang jumlahnya itu ada enam aliran lengkap dengan berbagai pandangan teologinya.

  1. Model Ali Musthafa Al-Ghurabi

Ali Musthafa Al-Ghurabi, sebagaimana Abu Zahrah tersebut, memusatkan penelitiannya pada masalah berbagai aliran yang terdapat dalam islam serta pertumbuhan ilmu kalam di kalangan mayarakat islam. Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-Firaqal-Islamiyah waNasy’atuilmualKalam‘indalMuslimun.

  1. Model Abd AlLathif Muhammad Al-‘Asyr

Abd Al-Lathif Muhammad Al-‘Asyr khusus telah melakukan penelitian terhadap pokok-pokok pemikiran yang dianut aliran Ahl Sunnah. Hasil penelitiannya ini telah dituangkan dalam karyanya berjudul al-Ushul al-Fikriyyah li Mazhab Ahl Sunnah.

  1. Model Ahmad Mahmud Syubhi

Ia adalah dosen filsafat Islam Fakultas adab Universitas Iskandariyah, telah melakukan penelitian dalam bidang teologi islam yang dituangkannya dalam kitab yang berjudul fi Ilmi Kalam dalam dua buku. Buku pertama khusus berbicara mengenai aliran mu’tazilah lengkap dengan ajaran dan tokoh-tokohnya. Dan buku kedua khusus berbicara tentang aliran Asy’ariyah lengkap dengan ajarandantokoh-tokohnya.

  1. Model Ali Sami Al-Nasyr dan Ammar Jami’iyAl-Thaliby

Keduanya telah melakukan penelitian khusus terhadap akidah kaum salaf dengan mengambil tokoh ahmad Ibn Hambal, Al-Bukhori, Ibn Kutaibah dan Usman Al-Darimy. Dalam buku tersebut telah diungkap tentang pemikiran kaum salaf yang berasal dari tokoh-tokohnya yang menonjol itu. Dari kalangan ulama Indonesia yang melakukan penelitian terhadap pemikiran teologi ulama salafiyah dilakukan oleh Abubakar Atjeh yang tertuang dalam bukunya yang berjudul Salaf (Salaf as-Shalih Islam Dalam Masa Murni). Dalam Buku tersebut dikemukakan tentang kelebihan salaf, pandangan salaf terhadap al-Qur’an As-Sunnah, salaf dan keyakinan dan hukum, juga dibahasa tentang pertumbuhan aliran yang terdiri dari sebab-sebab pertumbuhan aliran, Ahmad bin Hambal, bantuan Asy’ari, bantuan Maturidi, dan salaf Tabi’in.

  1. Model Harun Nasution

Harun Nasution yang dikenal sebagai Guru Besar Filsafat dan Teologi sangat banyak mencurahkan perhatiannya pada penelitian di bidang pemikiran Teologi Islam (ilmu kalam). Salah satu hasil penelitiannya yang selanjutnya dituangkan buku adalah buku yang berjudul fi ilmi al-kalam (Teologi Islam). Dalam buku tersebut selain dikemukakan tentang sejarah timbulnya persoalan-persoalan tentang teologi dalam islam,juga dikemukan tentang berbagai aliran dalam teologi islam lengkap dengan tokoh-tokoh dan pemikirannya.

Dari berbagai penelitian yang sifatnya lanjutan tersebut, dapat diketahui model penlitian yang dilakukan dengan menggunakan ciri-ciri sebagaimana berikut:

Pertama: Penelitian tersebut termasuk penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang mendasarkan pada data yang terdapat alam berbagai sumber rujukan di bidang teologi islam. Kedua: Bercorak deskriptif,yaitu penelitian yang tekanannya pada kesungguhan dalam mendeskripsikan data selengkap mungkin.

Ketiga: Menggunakan pendekatan histories,yakni mengkaji masalah teologi tersebut berdasarkan data sejarah yang ada dan juga melihatnya sesuai dengan konteks waktu yang bersangkutan. Keempat: Menggunakan analisis doktrin juga analisis perbandingan,yaitu dengan mengemukakan isi doktrin ajaran dari masing-masing aliran sedemikian rupa,dannsetelah itu barulah dilakukan penelitian.

Penelitian tersebut jelas bermanfaat dalam rangka memberikan informasi yang mendalam dan komprehensif tentang berbagai aliran teologi islam. Namun, penelitian tersebut kelihatannya belum membantu orang yang membacanya untuk dapat mengembangkan ilmu tersebut, karena yang ada hanyalah informasi tentang teologi dan tidak dikemukakan faktor-faktor yang melatarbelakangi mengapa para ulammmma di zaman dahulu mampu meresponi berbagai masalah sosial kemasyarakatan melalui pendekatan teologis.Karenanya metode dan pendekatan alam enelitian teologi ini perlu dikembangkan lebih lanjut.

 

C. PERKEMBANGAN ILMU KALAM

1. Ilmu Kalam dalam Konteks Pemikiran Islam

Ilmu Kalam termasuk salah satu cabang ilmu keislaman yang muncul semenjak masa yang terbilang awal. Dalam konteks pemikiran islam, ilmu kalam termasuk bagian dari proses pengalaman Islam yang mengalir dalam bangunan peradaban Islam pada umumnya. Oleh karena itu, sebagai bagian dari pemikiran islam, ilmu kalam tidak dapat dipisahkan dari proses sejarah peradaban islam. Ilmu kalam menjadi suatu rangkaian kesatuan sejarah, dan telah ada di masa lampau, masa sekarang dan akan tetap ada di masa yang akan dating. Akan tetapi, setiap langkah menuju pemikiran kalam selanjutnya, diperlukan penguraian dan analisis yang mendalam dalam hubungannya dengan entitas pandangan dunia islam.

Dalam pemetaan pemikiran islam, karena tidak lepas dari perkembangan sejarah Islam, maka Harun Nasution membagi kedalam tiga periode besar:

1. Periode Klasik (650-1250) merupakan zaman kemajuan yang dibagi ke dalam dua fase: fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Zaman inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar seperti: Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ibn Hambal.

2. Periode pertengahan (1250-1800 M), juga dibagi menjadi dua fase : Fase kemunduran (1250-1500 M). Pada fase ini desentralisasi dan disintegrasi semakin meningkat.Yang kedua fase Tiga kerajaan besar (1500-1800 M), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan itu adalah Kerajaan Utsmani di turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.

3.Periode Modern (1800 M-seterusnya), merupakan zaman kebangkitan umat Islam.

 

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM

A.       KHAWARIJ DAN MURJIAH

Aliran Khawarij

1.      Latar Belakang Munculnya Aliran Khawarij

Pengertian Khawarij secara etimologi adalah berasal dari bahasa Ara kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Adapun khawarij menurut terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte aatu aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitre (tahkim) dalam perang shiffin pada tahun 37 H/648M, perihal persengketaan khilafah dengan kelompok Mua’wiyah.

Asal mula kaum khwarij adalah orang-orang yang mendukung Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, akhirnya mereka membencinya karena dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran, mau menerima tahkim yang sangat mengecewakan, sebagaimana mereka juga membenci Muawiyah karena melawan Ali bin Abi Thalib yang sah. Mereka menuntut agar Ali bin Abi Thalib mengakui kesalahannya, karena mau menerima tahkim. Bila Ali bin Abi Thalib mau bertaubat, amak mereka mau menerima dan bergabung dengannya untuk melawan muawiyah. Tetapi bila dia tidak bersedia bertaobat, maka orang-orang khwarij menyatakan perang terhadapnya dan sekaligus juga menyatakan perang terhadap Muawiyah.

 

2.      Doktrin-Doktrin Teologi

-Mengakui kekhalifahan Abu Bakarr dan Umar, sedangkan Umsan dan Ali, juga orang-orang yang ikut dalam “Perang Jamal” dipandang telah berdoasa

-Dosa dalam pandangan mereka sama dengan kekufuran.

-Khalifah tidak sah, kecuali melalui pemilihan bebas diantara kaum muslimin.

-Ketaatan kepada khalifah adalah wajib, xelama berda pada jalan keadilan dan kebaikan. Jika menyimpang maka wajib diperangi dan dibunuh.

-Mereka menerima Alquran sebagai salah satu sumber diantara sumber-sumber hukum Islam lainnya.

-Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah terjadi arbitrasi (tahkim) ia dianggap telah menyeleweng.

-Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim, sehingga harus dibunuh. Yang sangat narkhis lagi, mereka menganggap seorang muslim bisa menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.

-Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.

-Adanya wa’id dan wa’ad (orang yang baik harus masuk ke dalam surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka).

-Amar ma’ruf nahi munkar

-Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.

-Qur’an adalah makhluk

-Memalingkan ayat-ayat Alquran yang bersifat mutasyabihat.

 

 

3.  Perkembangan Aliran Khawarij

Munculnya banyak cabang dan sekte Khwarij ini diakibatkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang mereka anut dan banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah yang beraneka ragam. Asy-Sya’ah menyebutkan adanya delapan firqah besarm dan firqah-firqah ini terbagai lagi menjadi firqah-firqah kecil yang jumlahnya sangat banyak. Perpecahan ini menyebabkan gerakan kaum Khawarij lemh, sehingga mereka tidak menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah yang berlangsung bertahun-tahun. Menurut Syahrastani ada 8 sekte terbesar dalam khawarij, yaitu Al-Muhakkimah, Al-Azariqoh, Al-Nadjat, Al-Baihasiyyah, Al-Ibadiah, Al-Sufriyah

  1. Al-Muhakkimah
  2. Al-Azariqah
  3. An-Najadaat al-‘Aziriah
  4. Al-Baihasiah
  5. Al-Ajaridah
  6. At-Tsa’alibah
  7. Al-Ibadhiyah
  8. As-Shufriyah az-Ziyadiyyah

 

Aliran Murjiah

1.      Latar belakang Munculnya Aliran Murjiah

Nama Murjiah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belkang atau mengemudi, yaitu orang-orang yang mengemudi amal dari iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing pada hari kiamat.

Aaliran Murjiah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim di hadapan Tuhan. Karena hanya Tuhan-Lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih dianggap mukmin bagi mereka.

 

2.      Doktrin-Dokrin Teologi

  1. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
  2. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Khulafaur rasyidin.
  3. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
  4. Doktrin-doktrin Murjiah menyerupai pengajaran para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.

Menurut Harun Nasution

-Menunda akan hukuman Ali, Muawiyah dan orang yang terlibat dalam tahkim dan menyeraahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak

-Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.

-Meletakkan pentingnya iman daripada amal.

-Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah.

 

3.      Perkembangan Aliran Murjiah

Golongan Murjiah terbagi menjadi empat golongan besar yaitu Murji’ah-Khawarij, Murjiah Qadariyah, Murjiah-Jabariyah dan Murjiah Murni. Golongan Murjiah Murni terdiri dari:

a.       Al-Yunusiyah

b.      Al-‘Ubaidiyah

c.       Al-Ghasaniyah

d.      Ats-Saubadiyah

e.       At-Tuminiyah

f.        As-Salihiyah

 

B.       JABARIAH DAN QADARIYAH

Aliran Qadariyah

  1. Latar belakang Munculnya Aliran Qadariyah

Pengertian Qadariyah secara etimologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara terminologi  adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan.Dan juga ada yang mendefinisikan adalah

قوم لا يجدون القدر:فيقول ان كل عبد من عبادالله خالق لفعله متمكن من عمله او تركه بارادته و يعاكسهم الجبرية

Suatu kaum yang tidak mengakui adanya qadar bagi Tuhan.Mereka menyatakan bahwa tiap-tiap hamba Tuhan adalah pencipta bagi segalaa perbuatannya,dia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknyaa sendiri.Golongan yang melawan pendapat mereka ini adalah Jabariyah .

Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Jadi hanya kekuatan sendirilah yang menyebabkan suatu perbuatan itu ada.Tuhan tidak turut ikut campur dalam kemunculan perbuatan tersebut. Dalam istilah Inggris paham ini dikenal dengan free will dan free act.

Istilah Qadariyah artinya orang-orang yang meyakini bahwa sekalian perbuatan manusia itu diciptakan oleh manusia itu sendiri bukan dari Tuhan yang menciptakannya.Tuhan tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan manusia dan apa yang dikerjakan oleh manusia tidak diketahui oleh Tuhan sebelumnya. Golongan ini disebut juga Ahli Tafwid, yaitu pekerjaan yang dianggapnya telah mendapatkan penyerahan kudrah-iradah dari Tuhan untuk bertindak dari apa saja yang bebas di lingkungan masyarakat. Dengan akal yang telah diberikan oleh Tuhan,manusia mampu memilih perbutan baik atau perbuatan buruk. Dengan kemampuan dan kebebasan itulah manusia berkuasa menciptakan dan menentukan nasib serta perbuatannya.

Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa dalam aliran Qadariyah ini manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya,atau bebas dalam berkehendak atau berkuasa atas perbuatannya,kebebasan manusia sebenarnya hanya memilih hukum alam atau sunnatullah mana yang akan ditempuh dalam dunia ini .Manusia dalam menentukan perbuatannya itu justru dibatasi oleh adanya hukum alam atau sunnatullah dan tidak dapat disangkal lagi bahwa hukum alam atau sunnatullah itu adalah kehendak dan kekuasaan Tuhan.

Mengenai asal-usul kemunculan aliran Qadariyah masih diperdebatkan. Menurut Amad Amin,Qadariyah pertama sekali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghailan ad-Dimasyqi. Paham Qadariyah timbul sebagai reaksi dari pendirian teologis pemerintahan Bani Umayyah. Mereka berpendapat bahwa Allah telah mengaruniakan Khilafah Bani Umayyah bagi manusia. Untuk itu ketetapan Tuhan ini tidak dapat diubah. Dalam suatu kesempatan pemerintahan Bani Umayyah banyak dipimpin oleh para khalifah yang kejam. Para pejabat banyak yang menumpahkan darah dan merampas hak rakyat kecil demi kepuasan nafsu mereka. Melihat hal demikian, Para pelaku itu berkata:”Ini semua Qudrat dari Allah swt.”

Pernyataan seperti ini ditentang oleh orang-orang yang berpaham kebebasan.Maka lahirlah golongan Qadariyah.Golongan ini lahir untuk menentang segala bentuk kebijakan Khilafah Bani Umayyah yang melewati batas kemanusiaan.Beberapa nama yang sempat melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Bani Umayyah adalah Ma’bad al-Juhaini dan Ghilan Ad-Dimasyqi yaitu pada Abad ke-1 H sekitar tahun 70H/689M .

Adapun tokoh-tokoh Qadariyah adalah:

a.Ma’bad al-Juhaini

Beliau adalah seorang tabi’in,ahli hadits dan lahir di Basrah,Irak Pengikutnya sangat banyak mereka berasal dari Damaskus dan Madinah.Ia juga pernah belajar kepada Hasan al-Basri. Ia adalah seorang yang alim tentang Al-Quran dan Hadits,tetapi kemudian ia dianggap menjadi sesat dan membuat pendapat-pendapat yang salah serta batal yang akhirnya dibunuh dalam masa pemerintahan Abdul Malik Ibn Marwan (65-86 M), karena dianggap ajarannya yang membahayakan manusia pada waktu itu. Menurut sejarawan beliau mati dibunuh oleh Hajjaj,salah satu Gubernur Bani Umayyah pada tahun 80 H/699M.Beliau adalah orang yang pertama mengemukakan kebebasan berkehendak.

 

b.Ghailan ad-Dimasyqi

Beliau berasal dari Damaskus,Syiria.Ghailan adalah seorang sekretaris pemerintahan Bani Umayyah. Jabatan itu diembannya ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjabat (717-720 M) dan ia pernah menulis surat kepada khalifa yang isinya adalah keluhan terhadap kemerosotan negara dari aspek agama dan mendesak khalifah untuk memimpin pemulihan asas-asas religius.

Ghailan meninggal pada tahun 105H/724 M karena dihukum mati oleh khalifah Hisyam. Beliau hidup pada masa ketiga kekhalifahan Bani Umayyah.Pada masa Khalifah  Umar bin Abdul Aziz ia tidak berani menyebarkan ajarannya,setelah Khlifah Umar wafat dan digantikan dengan Yazid ia mulai memberanikan diri untuk menyebarkan ajarannya.Ketika Yazid digantikan Hisyam,ia ditangkap dan dihukum pancung karena menyebarkan ajarannya.

Aliran Qadariyah ini bersandar kepada ayat-ayat Alquran, yang dapat menimbulkan paham Qadariyah tersebut.Antara lain dalam surah Al-Mudatsir:38 yang berbunyi:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Artinya:”Tiap-tiap diri bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatkanya.”

 

Dalam Surah Ar-Ra’du ayat 11:

 إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artiya:Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri”.

 

Dalam surat Fushshilat ayat 40, Allah berfirman:

 اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.

 

Dalam surat al-Kahfi ayat 29, Allah berfirman:

قُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ 

Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.

 

  1. Doktrin-Doktrin Teologi

1.Perbuatan manusia itu tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan.Tuhan sama sekali tidak ikut campur tangan dalam membuktikan amalan-amalan itu. Manusia itu berkuasa menentukan segala macam perbuatannya dan ia mempunyai kebebasan yang mutlak.Manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidup ini dan mempunyai kebebasan dan kekuatan untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya sendiri. Manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.Kalau manusia memakai qudrahnya, maka ia akan diberikan pahala dan jikalau ia tidak memakai qudrahnya maka ia akan disiksa. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akhirat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.Dan sungguh tidak pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.

2.Dalam pandangan Qadariyah takdir itu bukan lah takdir yang umum dipakai oleh Bangsa Arab ketika itu,yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu.Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut nasib yaang telah ditentukan sejak zaman azali terhadap dirinya.Dalam paham Qdariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya,sejak zaman azali, yaitu hukum yang dalam Al-Quran diistilahkan dengan sunnatullah .

3.Iman adalah makrifah kepada Tuhan dan Rasul-Nya,serta mengikrarkan dengan lisan,seseorang tidak dianggap beriman jika mengerjakan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh akal dan meninggalkan sesuatu yang dibenarkan oleh akal.

  1. Perkembangan Aliran Qadariyah

Pada perkembangan selanjutnya,aliran Qadariyah disebut juga sebagai paham rasional dan liberal dalam Islam.Paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama)  sesuai pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad)  dan aqli (argumen pikiran).Orang Muslim yang berpaham Qadariyah merupakan kalangan yang terbatas atau hanya sedikit dari mereka.Dan paham Qadariyah ini banyak tertampung dalam mazhab muktazilah atau ajaran-ajarannya itu banyak persamaannya dengan Mu’tazilah .

Contohnya pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Orang-orang yang berpaham Qadariyah condong mencari tahu di mana letak peranan manusia pada kecelakaan tersebut. Aliran Qadariyah, semangat investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang berkaitan dengan peranan (perbuatan) manusia harus dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui suatu investigasi.

Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan sebagai makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dalam hal musibah gempa dan tsunami bagi orang-orang yang berpaham Qadariyah, menyikapinya adalah meski gempa dan tsunami tidak secara langsung menunjuk perbuatan manusia, namun mengajukan pertanyaan yang harus dijawab : adakah andil manusia di dalam "mengganggu" ekosistem kehidupan yang menyebabkan alam "marah" dalam bentuk gempa dan tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah membenarkan suatu investigasi (pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat satelit kawasan yang dilanda musibah.

 

Aliran Jabariyah

  1. Latar belakang munculnya aliran Jabariyah

Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang artinya memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.Sedangkan menurut terminologi jabariyah adalah sebuah nama aliran atau golongan yang berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kekuatan sekecil apapun dalam berbuat.Semua yang dilakukan oleh manusia yang menggerakkannya itu adalah Tuhan.Jadi, semua perbuatan manusia telah ditentukan semenjak semula oleh qadha dan qadar Tuhan. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur). Paham jabariyah dalam istilah Inggris disebut dengan fatalism atau predestination.

Golongan Jabariyah berusaha untuk mengembalikan pangkal perbuatan manusia kepada kehendak Allah SWT. Apakah manusia berbuat kebaikan atau keburukan.Menurut mereka manusia itu seperti wayang yang tidak bisa berbuat apa-apa yang menggerakkannya adalah seorang dalang.Manusia hidup seperti terprogram dalam sebuah skenario yang sudah ditulis oleh Tuhan.Apa yang nampak dilayar tidak berbeda dengan apa yang telah diskenariokan.

Qudrah dan Iradah Tuhan merupakan alat yang membekukan dan mencabut kekuasaan manusia.Pada hakikatnya segala perbuatan dan gerak-gerik yang dilakukan manusia berasal dari Tuhan.Manusia tidak turut campur tangan sedikit pun.Kebaikan dan kejahatan yang diperbuat manusia pun semata-mata keterpaksaan Tuhan.

Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya .

Aliran Jabariyah pertama kali dikemukan oleh Ja’d ibn Dirham yaitu pada abad ke-2H. Dan pandangan pemikirannya disebarluaskan oleh pengikutnya yaitu Jahm bin Safwan dari Khurasan. Mengenai sejarah kemunculannya,para ahli mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa arab.Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan kehidupan bangsa Arab yang didukung oleh gurun pasir sahara yang memberikan pengaruh besar kedalam cara hidup mereka.Kebergantungan mereka pada alam inilah mencuatkan sikap penyerahan diri pada alam.

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian,masyarakat arab tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeling mereka sesuai dengan keinginan mereka. Faktor inilah yang membuat mereka meerasa lemah dan merasa tidak kuasa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidupnya.Akhirnya mereka banyak bergantung pada kehendak alam.Hal inilah yang membawa mereka kepada fatalisme. Sebenarnya benih-benih jabar ini sudah muncul jauh sebelum dikemukakkan oleh Ja’d bin Dirham dan Jaham bin Safwan.Walaupun benih paham jabr telah ada pada awal periode islam. Akan tetapi yang mempelajari dan mengembangkan terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah.

 

  1. Doktrin-Doktrin Teologi

Aliran Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ekstrim dan moderat :

1.Ajaran jabariyah ekstrim yaitu diantara  pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatannya yang dipaksakan atas dirinya.

Adapun tokoh-tokohnya adalah:

a.Ja’ad bin Dirham

Beliau lahir di Khurasan.Beliau tinggal di kota  Damaskus. Ia telah dipecaya mengajar dilingkungan Bani Umayyah namun setelah pikran-pikirannya itu yang kontroversial Bani Umayyah menolknya,kemudian dia pindah ke Kuffah.Di Kuffah ia bertemu dengan Jaham bin Safwan yang selanjutnya akan menyebarkan paham-pahamnya.Oleh karena itu doktrin-doktrin Ja’ad secara umum sama dengan Jaham bin Safwan.

b.Jaham bin Safwan     

Nama lengkap beliau adalah Abu Mahrus Jahm bin Safwan. Jaham adalah seorang budak yang dimerdekakan.Ia berasal dari Khurasan,Iran dan menetap di Kuffah.Di kota Kuffah ia bertemu dengan Ja’ad bin Dirham dan ia menjadi muruidnya.Ia merupakan seorang dai yang pandai dan lincah (orator).Dalam sejarah teologi islam,ia tercatat sebagai seorang tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan Murjiah. Ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais,dan ia seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani Umayah di Khurasan. Ia ditawan dalam pemberontakan dan dibunuh pada tahun 128H,oleh Muslim ibn Ahwas almazini pada akhir pemerintahan dinasti Umayyah.

Sebagi seorang penganut daan penyebar paham Jabariyah ini,banyak usaha yang dilakukannya yaitu tersebarnya aliran jabariyh ini ke berbagai tempat seperti ke Tirmidz dan Balk.

Doktrin-Doktrin teologinya adalah:

a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya

b. Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.

c. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya dengan konsep iman yang dimajukan kaum Murji’ah.

d. Alquran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan Allah.Tuhan maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan makhluk.

e. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara, melihat, mendengar.

f. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.

2. Ajaran jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab . Menurut paham kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan.

Yang termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut:

1. An-Najjar

Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar(wafat 230 H).Para pengikutnya disebut dengan An-Najjariyah atau Al-Husainiyyah. Di antara pendapat-pendapatnya adalah:

a. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab atau acquisition. Dengan demikian,manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya itu tergantung pada dalang,sebab tenaga yang yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan pebuatan-perbuatannya.

b. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-Najjar mengatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata, sehingga manusia dapat melihat Tuhan.

2. Adh-Dhirar

Nama lengkapnya adalah Dhirar ibn ‘amr.Diantara pendapat-pendapatnya adalah:

a.Perbuatan manusia itu tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan oleh wayang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan maksudnya perbuatan manusia itu tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan,tetapi juga oleh manusia itu sendiri.Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

b.Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera ke enam(ru’yat Tuhan). Ia mengakui adanya indera keenam(al-Hassah al-Sadisah) yang dimiliki oleh manusia dengan hari itu manusia dapat melihat Tuhan di hari pembalasan segala amal kebijakannya di dalam surga .

Aliran Jabariyah bersandar kepada ayat-ayat Alquran. Ayat-ayat yang melatar belakangi lahirnya paham jabariyah di antaranya:

Dalam surat Ash-Shaffat ayat 96, Allah berfirman:

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ 

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.

 

Dalam surat Al-An’am ayat 111, Allah berfirman:

 مَّا كَانُواْ لِيُؤْمِنُواْ إِلاَّ أَن يَشَاءَ اللّهُ

Mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki”.

 

Dalam surat Al-Anfal ayat 17, Allah berfirman:

 وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَـكِنَّ اللّهَ رَمَى

Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar”.

Firman Allah dalam surah al-Insan: 30

وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيماً حَكِيماً

“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.  Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

 

 

 

 

  1. Perkembangan Aliran Jabariyah

Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama)  sesuai pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad) dan aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti di Indonesia, yang dominan adalah paham Jabariyah.

Contoh dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi yang berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan perbuatan Allah.Pada paham Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah.

Dalam hal musibah gempa dan tsunami baru-baru ini, karena menyikapinya sebagai kehendak dan perbuatan Allah, bagi yang berpaham Jabariyah, sudah cukup bila tindakan membantu korban dan memetik "hikmah" sudah dilakukan.Sedang hikmah yang dimaksud hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup selanjutnya tanpa mengulangi dosa-dosa.

 

C.       MUKTAZILAH

1.      Latar belakang munculnya aliran Muktazilah

Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan, selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Sejarah munculnya aliran Mu’tazilah oleh para kelompok pemuja aliran Mu’tazilah tersebut muncul di kota Basrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105-110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin AbdulMalik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin ‘Atha  Al-Makhzumi Al-Ghozzal.

Mu’tazilah, secara etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang imam di kalangan tabi’in. Asy-Syihristani  berkata: (Suatu hari) datanglah seorang laki-laki kepada Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik). Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik), dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah Murji’ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip (dalam beragama)?”

Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum beliau menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha’ berseloroh: “Menurutku pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berada pada suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir.” Lalu ia berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya. Maka Al-Hasan Al-Bashri berkata: “ اِعْتَزَلَ عَنَّا وَاصِلً “Washil telah memisahkan diri dari kita”, maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan sebutan Mu’tazilah. Pertanyaan itu pun akhirnya dijawab oleh Al-Hasan Al-Bashri dengan jawaban Ahlussunnah Wal Jamaah: “Sesungguhnya pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) adalah seorang mukmin yang tidak sempurna imannya. Karena keimanannya, ia masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia disebut fasiq (dan keimanannya pun menjadi tidak sempurna).”

Versi lain dikemukakan oleh Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan temannya,Amr bin Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian diantara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar.Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini dinamakanMu’tazilah.

Versi lain dikemukakan Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin Da’mah pada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil berkata,“ini kaum Mu’tazilah.” Sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mu’tazilah.Al-Mas’udi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan Mu’tazilah tanpa menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Washil dan Hasan Al Basri. Mereka diberi nama Mu’tazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al-manzilah bain al-manzilatain).

 

2.      Doktrin-Doktrin Teologi

Abu Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar “Tidak ada seorang pun yang berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al- Khamsah ( lima landasan pokok ) yaitu Tauhid, Al - ‘Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah Baina Manzilatain, dan Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al Munkar.

a. At- Tauhid (ke-Esaan)

At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaranmu’tazilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam Islam memegang doktrin ini.Namun bagi mu’tazilah ,tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya.Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Konsep ini bermula dari founding father aliran ini, yakni Washil bin ‘Atho. Ia mengingkari bahwa mengetahui, berkuasa, berkehendak, dan hidup adalah termasuk esensi Allah. Menurutnya, jika sifat-sifat ini diakui sebagai kekal-azali, itu berarti terdapat “pluralitas yang kekal” dan berarti bahwa kepercayaan kepada Allah adalah dusta belaka. Namun gagasan Washil ini tidak mudah diterima. Pada umumnya Mu’taziliyyah mereduksi sifat-sifat Allah menjadi dua, yakni ilmu dan kuasa, dan menamakan keduanya sebagai sifat-sifat esensial. Selanjutnya mereka mereduksi lagi kedua sifat dasar ini menjadi satu saja, yakni keesaan.

Doktrin tauhid Mu’tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Juga, keyakinan tidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan, begitupula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tegasnya Mu’tazilah menolak antropomorfisme. Penolakan terhadap paham antropomorfistik bukan semat-mata atas pertimbanagan akal, melainkan memiliki rujukan yang yang sangat kuat di dalam Al qur’an yang berbunyi (artinya) “tidak ada satupun yang menyamainya .” ( Q.S. Assyura : 9 ).

 

b. Al-Adl (keadilan Tuhan)

Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, karena Tuhan Maha sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik dan terbaik. Begitupula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janjinya.

Dengan demikian Tuhan terikat dengan janjinya. Merekalah golongan yang mensucikan Allah daripada pendapat lawannya yang mengatakan: bahwa Allah telah mentaqdirkan seseorang itu berbuat maksiat, lalu mereka di azab Allah, sedang Mu’tazialah berpendapat, bahwa manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan bebas bertindak, sebab itu mereka di azab atas perbuatan dan tindakannya. Inilah yang mereka maksud keadilan itu.

Ajaran tentang keadilan berkaitan dengan beberapa hal, antara lain :

1).Perbuatan manusia. Manusia menurut Mu’tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan. Manusia benar-benar bebas untuk menentukan pilihannya. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik. Konsep  ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia.

2). Berbuat baik dan terbaik Maksudnya adalah kewajiaban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagimanusia. Tuhan tidak mungkin jahat atau aniaya karena itu akan menimbulkan persepsi bahwa Tuhan tidak maha sempurna. Bahakan menurut Annazam, salah satu tokoh mu’tazilah konsep ini berkaiatan dengan kebijaksanaaan, kemurahan dan kepengasihan Tuhan.

3). Mengutus Rasul. Mengutus Rasul kepada manusia merupakan kewajiban Tuhan karena alasan berikut ini :

a) Tuhan wajib berbuat baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud kecuali dengan mengutus Rasul kepada mereka.

b) Al qur’an secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk belas kasih kepada manusia .Cara terbaik untuk maksud tersebut adalah dengan pengutusan rasul.

c) Tujuan di ciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepadaNya dengan jalan mengutus rasul.

 

c. Al-Wa’ad wa al-Wa’id (Janji dan ancaman)

Ajaran ini berisi tentang janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidak akan melanggar janjinya dan perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janjinya sendiri. Ini sesuai dengan prinsip keadilan. Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Tuhan selain menunaikan janjinya yaitu memberi pahala orang yang ta’at dan menyiksa orang yang berbuat maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan tidak melakukan perbuatan dosa.

 

d. Al-Manzilah bain Al-Manzilatain (tempat diantara kedua tempat)

Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mu’tazilah. Ajaran ini terkenal dengan status orang mukmin yang melakukan dosa besar, seperti dalam sejarah, khawarij menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik, sedangkan murji’ah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya di serahkan kepada Tuhan.

Menurut pandangan Mu’tazilah orang islam yang mengerjakan dosa besar yang sampai matinya belum taubat, orang itu di hukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi diantara keduanya. Mereka itu dinamakan orangg fasiq, jadi mereka di tempatkan di suatu tempat diantara keduanya.

 

e. Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al  Munkar (Menyuruh kebaikan dan melarang keburukan)

Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari kejahatan. Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mu’tazilah jika memang diperlukan kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.

 

3.      Perkembangan Aliran Muktazilah

Perkembangan Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu :

a. Di Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid dengan murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini berlangsung pada permulaan abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H wilayah Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah (wafat 235), kemudian Ibrahim bin Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya.

b. Di Bagdad (iraq) yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah seorang pemimpin Basrah yang dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukungan dari kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud. Inilah imam-imam Mu`tazilah di sekitar abad ke 2 dan ke 3 H. Di Basrah dan di Bagdad, khalifah-khalifah Islam yang terang-terangan menganut dan mendukung aliran ini adalah:

1. Yazid bin Walid (Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada tahun 125-126 H)

2. Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 198-218 H)

3. Al- Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 218-227 H)

4. Al- Watsiq bin Al- Mu`tashim (Khalifah Bani Abbasiah 227-232 H)

Diantara golongan ulama Mu`tazilah lainnya adalah :

1) Utsman Al- Jahidz, pengarang kitab Al- Hewan (wafat 255 H)

2) Syarif Radhi (406 H)

3) Abdul Jabbar bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan Qadhi`ul Qudhat.

4) Syaikh Zamakhsari pengarang tafsir Al- Kasysyaf (528 )

5) Ibnu Abil Hadad pengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah (655)

 

D.      SYIAH

1.      Latar belakang munculnya aliran Syiah

Syiah adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara berlebih-lebihan karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti Nabi Muhamad SAW berdasarkan wasiatnya, sedangakan khalifah – khalifah seperti Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khatab, dan Ustman bin Affan dianggap sebagai penggasab atau perampas khilafah.

Para penulis sejarah islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya Syiah, sebagian menganggap Syiah langsung muncul setelah wafatnya Nabi Muhamad SAW, yaitu pada saat perebutan kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshor di balai pertemuan Syakiffah Bani Sa’idah, pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sebagian kecil Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi Ali bin Abi Thalib. Sebagian yang lain menganggap Syiah lahir pada masa akhir kekhalifahan Ustman bin Affan atau pada masa awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Ustman bin Affan yang berakhir dengan kematian Ustman dan ada tuntutan umat agar Ali bin Abi Thalib bersedia dibai’at sebagai khalifah.

Khalifah Ali dengan pihak pemberontak Muawiyah bin Abu Sufyan di Siffin yang lazim disebut peristiwa at-tahkim atau ar-bitrasi, akibat kegagalan itu sejumlah pasukan Ali memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali, mereka ini disebut golongan Khawarij (orang-orang yang keluar ). sebagian besar orang – orang yang tetap setia kapada khalifah disebut Syi’atu Ali (pengikut Ali )

Pendirian kalangan Syiah bahwa Ali bin Abi Thalib adalah imam atau khalifahyang seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, telah tumbuh sejak Nabi Muhammad SAW masih hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad SAW sendirilah yang menetapkannya, dengan demikian menurut Syiah inti dari ajaran Syiah itu sendiri telah ada sejak zaman Nabi Muhammad.

Sebagaimana di maklumi bahwa mulai timbulnya fitnah di kalangan umat islam, biang keladinya adalah Abdullah bin Saba, seorang yahudi yang pura-pura masuk islam. Fitnah tersebut cukup berhasil dengan terpecah belahnya persatuan umat, dan timbulah Syiah sebagai Firqoh pertama.

 

2.      Doktrin-Doktrin Teologi

a. Pada rukun iman, syiah hanya memiliki lima rukun iman tanpa menyebut keimanan kepada para malaikat, rasul, qodho dan qhodar, yaitu tauhid ( keesaan allah ), Al-Adl (keadilan allah), nubuwah (kenabian), imamah (kepemimpinan iman), ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan).

b. Pada rukun islam

- Syiah tidak mencantumkan syahadat dalam rukun islam, yaitu sholat, zakat, puasa, haji, wilayah ( perwakilan )

- Syiah meyakini bahwa Al Qur’an sekarang ini telah dirubah, ditambah atau dikurangi dari yang seharusnya, karena itu mereka meyakini Abu Abdillah ( imam syiah ) berkata “Al Qur’an yang dibawa oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW adalah tujuh belas ribu ayat dan di sebut mushaf Fatimah

-Syiah meyakini bahwa para sahabat sepeninggal nabi SAW mereka murtad kecuali beberapa orang saja seperti Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar al-Gifari dan Salman al-Fsarisyi

- Syiah menggunakan senjata taqiyah yaitu berbohong, dengan cara menampakan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya untuk mengelabui

- Syiah percaya akan Ar-raj’ah yaitu kembalinya ruh-ruh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum kiamat di kala imam ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya

- Syiah percaya kepada Al-Bada yakni tampak bagi Allah dalam hal keimanan Ismail (yang telah di nobatkan keimanannya oleh ayahnya Jafar As-Sidiq tetapi kemudian meninggal di saat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak jadi bagi mereka Allah boleh khilaf tetapi imam mereka tetap maksum (terjaga)

- Syiah membolehkan nikah mut’ah yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu tertentu, padahal hal itu telah di haramkan oleh Rasullah SAW yang di riwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri

 

3.      Perkembangan Aliran Syiah

Dalam perjalanan sejarah, Kelompok Syi’ah initerpecah menjadi beberapa sekte. Perpacahan ini dikarenakan perbedaan konsep imamah yang mereka pahami. Sekte-sekte Syiah ini terdiri dari:

a.       Syi’ah Istna Asy’ariyah (Syi’ah imamah)

b.      Syi’ah Sab’iyah

c.       Syi’ah Zaidiyah

d.      Syi’ah Ghulat

 

E.       AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

1.      Latar belakang munculnya aliran Ahlus Sunnah wa Jama’ah

As-Sunnah secara bahasa berasal dari kata: "sanna-yasinnu", dan "yasunnu- sannan", dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan. Sedang "sanna amr" artinya menerangkan (menjelaskan) perkara.

As-Sunnah juga mempunyai arti "at-Thariqah" (jalan/ metode /pandangan hidup) dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti sabda Rasulullah SAW, "Sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta."(HR. Al-Bukhari dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no 3456, 7320 dan Muslim no. 2669 dari Sahabat Abu Sa'id al-Khudri).

Lafazh "sanana" maknanya adalah (pandangan hidup mereka dalam urusan agama dan dunia). "Barangsiapa memberi contoh suatu sunnah (perilaku) yang baik dalam Islam, maka baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barang siapa memberi contoh sunnah (perilaku) yang jelak dalam Islam " (HR. Muslim).

Pengertian as-Sunnah secara Istilah (terminologi) yaitu petunjuk yang telah ditempuh oleh rasulullah SAW dan para Sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, ‘aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan. As-Sunnah juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah "bid'ah". Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian setelahkau, maka akan melihat perselisihan yang banyak.Maka hendaknya kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin dimana mereka itu telah mendapat hidayah." (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Syaikh al-Albani)

Pengertian Jama'ah Secara Bahasa (Etimologi), Jama'ah diambil dari kata "jama'a" artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian lain. Seperti kalimat "jama'tuhu" (saya telah mengumpulkannya); "fajtama'a" (maka berkumpul). Dan kata tersebut berasal dari kata "ijtima'" (perkumpulan), ia lawan kata dari "tafarruq" (perceraian) dan juga lawan kata dari "furqah" (perpecahan). Jama'ah adalah sekelompok orang banyak; dan dikatakan juga sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.

Pengertian Jama'ah Secara Istilah (terminologi) yaitu kelompok kaum muslimin ini, dan mereka adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat; dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun bathin.

Allah Ta'ala telah memeringahkan kaum Mukminin dan menganjurkan mereka agar berkumpul, bersatu dan tolong-menolong.Dan Allah melarang mereka dari perpecahan, perselisihan dan permusuhan. Allah SAW berfirman:

(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs?

Artinya: "Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (Ali Imran: 103).

Dalam ayat lain Allah juga berfirman:

Ÿwur (#qçRqä3s? tûïÏ%©!$%x. (#qè%§xÿs? (#qàÿn=tF÷z$#ur .`ÏB Ï÷èt/ $tB æLèeuä!%y` àM»oYÉit6ø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur öNçlm; ë>#xtã ÒOŠÏàtã ÇÊÉÎÈ

Artinya: "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka." (Ali Imran: 105).

Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (golongan), tujuh puluh dua tempatnya di dalam Neraka dan satu tempatnya di dalam Surga, yaitu ‘al-Jama'ah." (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Imam al-Albani

Jadi Ahlus Sunnah wal Jama'ah, adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejak dan jalan mereka, baik dalam hal ‘aqidah, perkataan maupun perbuatan, juga mereka yang istiqamah (konsisten) dalam ber-ittiba' (mengikuti Sunnah Nabi SAW) dan menjauhi perbuatan bid'ah. Mereka itulah golongan yang tetap menang dan senantiasa ditolong oleh Allah sampai hari Kiamat.Oleh karena itu mengikuti mereka (Salafush Shalih) berarti mendapatkan petunjuk, sedang berselisih terhadapnya berarti kesesatan.

Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah kaum Muslimin.

Dengan demikian, maka definisi Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak keluar dari definisi Salaf. Dan sebagaimana telah dikemukakan bahwa salaf  ialah mereka yang mengenalkan Al-Qur-an dan berpegang teguh dengan As-Sunnah. Jadi Salaf adalah Ahlus Sunnah yang dimaksud oleh Nabi SAW. Dan ahlus sunnah adalah Salafush Shalih dan orang yang mengikuti jejak mereka.

Inilah pengertian yang lebih khusus  dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Maka tidak termasuk dalam makna ini semua golongan ahli bid'ah dan orang-orang yang mendikuti keinginan nafsunya, seperti  Khawarij, Jahmiyah, Qadariyah, Mu'tazilah, Murji'ah, Rafidhah (Syiah) dan lain-lainnya dari ahli bid'ah yang meniru jalan mereka.

Maka sunnah adalah lawan kata bid'ah, sedangkan jama'ah lawan kata firqah (gologan). Itulah yang dimaksudkan dalam hadits-hadits tentang kewajiban berjama'ah dan larangan bercerai-berai.

Pada masa Rasulullaah SAW.kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW.

Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah  yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.

Kemudian setelah  Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid)

Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.

Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW.bersama sahabat-sahabatnya.

Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.

Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.

Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah  dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam.  Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.

Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali.Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok sempalan.

Akhirnya yang perlu diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi. Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.

Ahlus Sunnah wal Jama'ah mempunyai karakteristik dan keistimewaan, diantaranya :

-Mereka mempunyai sikap wasathiyah (pertengahan) di antara ifraath (melampaui batas) dan tafriith (menyia-nyiakan); dan di antara berlebihan dan sewenang-wenang, baik dalam masalah ‘aqidah, hukum atau akhlak. Maka mereka berada di pertengahan antara golongan-golongan lain, sebagaimana juga ummat ini berada dipertengahan antara agama-agama yang ada.

-Sumber pengambilan pedoman bagi mereka hanyalah al-Qur-an dan as-Sunnah, Mereka pun memperhatikan keduanya dan bersikap taslim (menyerah) terhadap nash-nashnya dan memahaminya sesuai dengan manhaj Salaf.

-Mereka tidak mempunyai iman yang diagungkan, yang semua perkataannya diambil dari meninggalkan apa yang bertentangan dengan kecuali perkataan Rasulullah SAW. Dan Ahli Sunnah itulah yang paling mengerti dengan keadaan Rasulullah SAW  perkataan dan perbuatannya. Oleh karena itu, merekalah yang paling mencintai sunnah, yang paling peduli untuk mengikuti dan paling lolal terhadap para pengikutnya.

-Mereka meninggalkan persengketaan dan pertengkaran dalam agama sekaligus menjauhi orang-orang yang terlibat di dalamnnya, meninggalkan perdebatan dan pertengkaran dalam permasalahan tentang halal dan haram. Mereka masuk ke dalam dien (Islam) secara total.

-Mereka mengagungkan para Salafush Shalih dan berkeyakinan bahwa metode Salaf itulah yang lebih selamat, paling dalam pengetahuannya dan sangat bijaksana.

-Mereka menolak ta'wil (penyelewengan suatu nash dari makna yang sebenarnya) dan menyerahkan diri kepada syari'at, dengan mendahulukan nash yang shahih daripada akl (logika) belaka dan menundukkan akal di bawah nash.

-Mereka memadukan antara nash-nash dalam suatu permasalahan dan mengembalikan (ayat-ayat) yang mutasyabihat (ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian/tidak jelas) kepada yang muhkam (ayat-ayat yang jelas dan tegas maksudnya).

-Mereka merupakan  figur teladan orang-orang yang shalih, memberikan petunjuk ke arah jalan yang benar dan lurus, dengan kegigihan mereka di atas kebenaran, tidak membolak-balikkan urusan ‘aqidah kemudian bersepakat atas penyimpangannya. Mereka memadukan antara ilmu dan ibadah, antara tawakkal  kepada Allah dan ikhtiar (berusaha), antara berlebih-lebihan dan wara' dalam urusan dunia, antara cemas dan harap, cinta dan benci, antara sikap kasih sayang dan lemah lembut kepada kaum mukminin dengan sikap keras dan kasar kepada orang kafir, serta tidak ada perselisihan diantara mereka walaupun di tempat dan zaman yang berbeda.

-Mereka tidak menggunakan sebutan selain Islam, Sunnah dan Jama'ah.

-Mereka peduli untuk menyebarkan ‘aqidah yang benar, agama yang lurus, mengajarkannya kepada manusia, memberkan bimbingan dan nasehat kepadanya serta memperhatikan urusan mereka.

-Mereka adalah orang-orang yang paling sabar atas perkataan, ‘aqidah dan dakwahnya.

-Mereka sangat peduli terhadap persatuan dan jama'ah, menyeru dan menghimbau manusia kepadanya serta menjauhkan perselisihan, perpecahan dan memberikan peringatan kepada manusia dari hal tersebut.

-Allah Ta'ala menjaga mereka dari sikap saling mengkafirkan sesama mereka, kemudian mereka menghukumi orang selain mereka berdasarkan ilmu dan keadilan.

-Mereka saling mencintai dan mengasihi sesama mereka, saling tolong menolong diantara mereka, saling menutupi kekurangan sebagian lainnya. Mereka tidak loyal dan memusuhi kecuali atas dasar agama.

Secara garis besarnya, ahlus sunnah wal jama'ah adalah manusia yang paling baik akhlaknya, sangat peduli terhadap kesucian jiwa  mereka dengan berbuat ketaatan kepada Allah Ta'ala, paling luas wawasannya, paling jauh pandangan, paling lapang dadanya dengan khilaf (perbedaan pendapat) dan paling mengetahui tentang adab-adab  dan prinsip-prinsip khilaf.

 

2.      Doktrin-Doktrin Teologi

-Prinsip Pertama

Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruk.

 

 

 

 

a.Iman kepada Allah

Beriman kepada Allah artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beriti’qad dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa -ash-shifaat. Adapun tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan ; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.

b. Beriman kepada Para Malaikat-Nya

Yakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah mahluk dari sekian banyak mahluk Allah, diciptakan dari cahaya.Allah mencitakan malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini

c. Iman kepada Kitab-kitab-Nya

Yakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia.Dan bahwasanya yang paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur’an dan di antara ketiga kitab agung tersebut ada yang teragung yakni Al-Qur’an yang merupakan mu’jizat yang agung.

4. Iman Kepada Para Rasul

Yakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak ; dari yang pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam

5. Iman Kepada Hari Akhirat

Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya baik tentang adzab dan ni’mat kubur, hari kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatn dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan (sirat), serta syurga dan neraka. Disamping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan amalan sayyi-aat (jahat) serta bertaubat dari padanya.

Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimani hal ini dengan keimanan yan benar sesuai dengan tuntutan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir

6. Iman kepada taqdir.

Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta’at, ma’shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta’atan dan membenci kemaksiatan.

Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta’atan atau ma’shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.

Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya. Artinya : “Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya”. (At-Takwir : 29)

Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah.Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji.bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.

 

-Prinsip Kedua

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta’atan dan berkurang dengan kema’shiyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma’rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran

Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan karena yang demikian adalah keimanan golongan Murji’ah. Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman.

 

-Prinsip Ketiga

Diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka.

Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah ini berada di tengah-tengah antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murji’ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu’min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa/ma’shiyat dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan ta’at dengan adanya kekafiran.

 

-Prinsip Keempat

Diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah wajibnya ta’at kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kema’skshiyatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan ma’shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk menta’atinya namun tetap wajib ta’at dalam kebenaran lainnya.

Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang bahwa ma’shiyat kepada seorang amir yang muslim itu merupakan maksiat.

Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama’ah-pun memandang bolehnya shalat dan berjihad di belakang para amir dan menasehati serta medo’akan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.

 

-Prinsip Kelima

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah haramnya keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur.Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wajibnya ta’at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma’shiyat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas.Berlainan dengan Mu’tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma’ruf nahi munkar.Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu’tazilah seperti ini merupakan kemunkaran yang besar karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.

 

-Prinsip Keenam

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu ‘anhum

Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhumajma’in. Barangsiapa yang mencela salah satu khalifah diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam silsilah seperti ini.

 

-Prinsip Ketujuh

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mencintai ahlul bait.  Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mu’minin Radhiyallahu ‘anhunna wa ardhaahunna

Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka.Adapaun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman yang artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemadlaratan dan manfaat bagi kalian”. (Q.S. Jin : 21).

Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi, apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan yang bathil.

 

-Prinsip Kedelapan

Sedang golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut daintaranya Mu’tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya.Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas, Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah bersumber pada keta’atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan maksiat.

 

-Prinsip Kesembilan

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin.

Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah.Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah.Setelah mengambil dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang pertama ; yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah.

 

3.      Perkembangan Aliran Ahlus Sunnah wa Jama’ah

  1. Abu Hasan al-Asy’ariyah

Abu Hasan al-Asy’ari dilahirkan pada tahun 206 H/874M di Basrah dan meninggal dunia di Bagdad pada tahun 324 H/935 M, ketika ia berusia 40 tahun. Al-Asy’ari yang semula bermazhab muktazilah akhirnya berpindah al-Asy’ariyah. Sebab yang ia tunjukkan oleh sebagian sumber lama bahwa Abu Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal terakhir dengan keputusan untuk keluar dari muktazilah. Sumber lain menyebutkan bahwa sebabnya perdebatan anatara dirinya dan Jubba’i seputar permaslahan ash-shalah dan ashlah (kemaslahatan). Pemikiran teologinya adalah:

a.        

F.        SALAFIYAH (IMAM AHMAD BIN HAMBAL DAN IBNU TAIMIYAH)

 

1.      Latar belakang munculnya aliran Salafiyah

Kata Salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada al-Salaf. Kata al-Salaf sendiri secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita. Adapun makna al-Salaf secara terminologis yang dimaksud di sini adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasulullah saw dalam haditsnya:

“Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang mengikuti mereka”

Berdasarkan hadits ini, maka yang dimaksud dengan al-Salaf adalah para sahabat Nabi saw, kemudian tabi’in, lalu atba’ al-tabi’in. Karena itu, ketiga kurun ini kemudian dikenal juga dengan sebutan al-Qurun al-Mufadhdhalah (kurun-kurun yang mendapatkan keutamaan). Sebagian ulama kemudian menambahkan label al-Shalih (menjadi al-Salaf al-Shalih) untuk memberikan karakter pembeda dengan pendahulu kita yang lain. Sehingga seorang salafi berarti seorang yang mengaku mengikuti jalan para sahabat Nabi saw, tabi’in dan atba’ al-tabi’in dalam seluruh sisi ajaran dan pemahaman mereka.

Sampai di sini nampak jelas bahwa sebenarnya tidak masalah yang berarti dengan paham Salafiyah ini, karena pada dasarnya setiap muslim akan mengakui legalitas kedudukan para sahabat Nabi saw dan dua generasi terbaik umat Islam sesudahnya itu; tabi’in dan atba’ al-tabi’in. Atau dengan kata lain seorang muslim manapun sebenarnya sedikit-banyak memiliki kadar kesalafian dalam dirinya meskipun ia tidak pernah menggembar-gemborkan pengakuan bahwa ia seorang salafi. Sebagaimana juga pengakuan kesalafian seseorang juga tidak pernah dapat menjadi jaminan bahwa ia benar-benar mengikuti jejak para al-Salaf al-Shalih

Paham Salafiyah ini mulai dikenal dan muncul beberapa abad setelah Rasululllah wafat, tepatnya paruh pertama abad ke-3 H. Paham ini muncul sebagai reaksi keras terhadap penakwilan yang dilakukan kaum muktazilah terhadap ayat-ayat mutasyabihat, dengan alasan para salaf tidak pernah melakukan takwil terhadap ayat-ayat mutasyabihat.

Penganut Paham salafiyah ini disebut juga dengan kaum tradisionalis. Julukan ini terkait dengan maslah sumber rujukan dalam berteologi, kaum salafiyah mencari jawabannya pada Alquran. Bila tidak ada dijumpai dalam Alquran, mereka mencari jawabannya dari hadis mutawatir. Bila juga tidak dijumpai jawaba dari hadis mutawatir, kaum salafiyah mencari pada haadis masyhur. Bila tidak ada jawaban pada hadis masyhur, maka mereka akan mencari pada hadis ahad.

Aliran Salaf mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a.       Mereka lebih mendahulukan riwayat (naqli) daripada dirayah (aqli)

b.      Dalam persoalan pokok-pokok agama dan persoalan cabang-cabang agama hanya bertolak pada penjelasan al-Kitab dan as-Sunnah.

c.       Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut dan tidak mempunyai paham menyerupakan Allah dengan makhluk

d.      Mengartikan ayat-ayat Alquran sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mentakwilnya.

 

2.      Doktrin-Doktrin Teologi

  1. Para pelaku dosabesar berada dalam kehendak dan kekuasaan Allah. Orang mukmin yang menjadi pelaku dosa besar tidak boleh disebut mukmin saja, tetapi mukmin yang fasik.
  2. Perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, dengan pengertian Allah menciptakan kemampuannya tetapi Dia tidak mengendalikan manusia. Manusia tetap dipandang memiliki kebebasan kehendak untuk berbuat baik atau berbuat buruk.
  3. Allah tidak mungkin membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban yang tidak bisa dipikul oleh manusia
  4. Semua perbuaatan Allah pasti memiliki hikmah dan tujuan. Sebagian hikmah dan tujuan itu disingkapkan kepada manusia sehingga diketahui oleh manusia, akan tetapi sebgain lagi tidak diketahui oleh manusia.
  5. Allah tidak mungkin melanggar janji dan ancamannya.
  6. Manusia dengan mata kepala dapat menyaksikan Allah di surga kelak.
  7. Ayat-ayat mutasyabihat tidak boleh ditakwilkan.
  8. Alquran bukanlah makhluk
  9. Orang-orang yang didatangi oleh ajaran wahyu Allah, tidak dipandang sebagai mukallaf, dan karenya mereka tidaka akn diazab di hari kiamat.
  10. Nabi Muhammad dapat memberikan syafaat bagi orang-orang mukmin yang berdosa di akahirat kelak, dengan izin Allah Swt.
  11. Keburukan yang bernilai relatif seperti bencana alam diciptakan Allah untuk hikmah tertentu yakni sebagai ujian atau cobaan untuk meninggikan derajat manusia.
  12. Sifat, nama atau sebutan bagi Allah haruslah ditetapkan aa         tau disematkan bagi diri-Nya, sebgaimana Dia sendiri telah mnetapkannya. Sifat, nama atau sebutan bagi makhluk-Nya dan tidak boleh meniadakannya sama sekali dari diri Allah.

 

3.      Perkembangan Aliran Salafiyah

  1. Imam Ahmad bin Hambal

Ia dilahirkan di Bagdad pada tahun 164H/780M dan meninggal pada tahun 241 H/ 855 M. Ia merupakan pendiri mazhab Hambali. Pemikiran Teologinya:

-Dalam memhami ayat-ayat Alquran, Imam Ahmad bin Hambal lebih suka secara tekstual daripada menggunakan pendekatan takwil. Dengan demikian, ayat Alquran yang mutasyabihat diartikan sebgaimana adanya, hanya saja penjelasan tentang tata cara (kaifiyat) dari ayat tersebut diserahkan kepada Allah,

-Pandangannya terhadap status Alquran, Ia hanya mengatakan bahwa Alquran tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah, diserahkan kepada Allah dan Rasul-Nya.

-Bagi Ahmad bin Hambal, iman adalah perkataan dan perbuatan yang dapat berkurang dan bertambah, dengan kata lain iman itu meliputi perkataan dan perbuatan, iman dapat bertambah apabila melakukan perbutan yang baik, dan iman kan berkurang ketika melakukan perbuatan yang tidak baik.

 

  1. Ibnu Taimiyah

Nama lengkapnya adalah Ahmad Taqiyuddin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bi Abdi Salam bin Abdullah bin Abi Qasim al Khadar bin Ali bin Abdullah. Nama Taimiyah dinisbatkan kepadanya karena moyangnya yang bernama Muhammad bin Al Khazar melakukan perjaalnan haji melalui jalan Taima’. Sekembalinya dari haji, ia mendapati isterinya melahirkan seorang wanita yang diberi nama Taimyah. Sejak saat itulah ia dianamai Ibnu Taimiyah. Teologi pemikirannya adalah:

-sangat berpegang teguh pada nash (Alquran dan Hadis)

-tidak memberikan ruang gerak kepada akal.

-Alquran memberikan semua ilmu agama.

-Dalam Islam yang wajib kita teladani hanya tiga generasi saja (sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in)

-Allah memiliki sifat yang tidak bertentang dengan tauhid dan tetap mentanzihnya.

Pengertian Hadits Tarbawi