A.
PENGERTIAN ILMU KALAM
Menurut ahli tata
bahasa Arab, kalam didefinisikan sebagai ‘kata’ atau ‘lafaz’ dengan bentuk
majemuk (ketentuan /perjanjian ). Secara teknis, kalam berarti alasan atau
argument rasional untuk memperkuat pernyataan. Nama lain dari Ilmu Kalam
diantaranya: Ilmu ‘Aqaid (Ilmu Akidah-Akidah), Karena ilmu ini seseorang
diharapkan agar meyakini dalam hatinya secaraa mendalam dan mengikatkan dirinya
hanya kepada Allah sebagai Tuhan. Ilmu Tauhid (Ilmu Tentang ke-Maha-Esa-an
Tuhan), Dinamakan begitu karena ilmu ini mengajak orang agar meyakini dan
mempercayai hanya pada satu Tuhan yaitu Allah SWT. Ilmu Ushuluddin (Ilmu
Pokok-Pokok Agama ), karena ilmu ini membahas pokok-pokok keagamaan yaitu
keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan. Disebut juga ‘Teologi Islam‘. ‘Theos’ =
Tuhan; ‘Logos’ = Ilmu, yang berarti ilmu tentang ketuhanan yang didasarkan atas
prinsip-prinsip dan ajaran islam; termasuk didalamnya persoalan-persoalan gaib.
Ilmu adalah pengetahuan; Kalam adalah ‘pembicaraan’ jadi pengetahuan tentang
pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Dasar Ilmu Kalam adalah
dalil-dalil fikiran (dalil aqli). Dalil Naqli (al-Qur’an dan Hadis ) baru
dipakai sesudah ditetapkan kebenaran persoalan menurut akal.
Menurut istilah,banyak
definisi yang dikemukan oleh para ahli tentang ilmu kalam yang kesemuanya itu
berkisar pada permasalahan kepercayaan dan cara menguraikan kepercayaan itu. Diantara
definisi tersebut adalah:
-Ibnu khaldun mengatakan bahwa Ilmu
Kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan iman dan
menggunakan dalil-dalil pikiran sebagai bantahan terhadap terhadap orang-orang
yang menyeleweng dari kepercayaan golongan salaf dan Ahli Sunnah.
-Muhammad
‘Abduh berpendapat bahwa Ilmu Kalam adalah ilmu yang membicarakan tentangwujud
Tuhan,sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya,sifat-sifat yang tidakada pada-Nya,
sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang Rasul-Rasul
Tuhan serta sifat-sifat-Nya,baik sifat wajib,mustahil maupun jaiz.
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut dapat diketahui bahwa theology atau Ilmu Kalam
adalah ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah yang berkaitan
dengannya berdasarkan dalil-dalil yang menyakinkan. Dengan demikian, orang yang
mempelajarinya dapat mengetahui bagaimana cara-cara untuk memiliki keimanan dan
bagaimana menjaga keimanan tersebut.
Perkataan kalam dapat
kita temukan dalam Alquran seperti tercantum dalam:
- Q.S. Al-Baqarah: 75
* tbqãèyJôÜtGsùr& br& (#qãZÏB÷sã öNä3s9 ôs%ur tb%x. ×,Ìsù öNßg÷YÏiB tbqãèyJó¡o zN»n=2 «!$# ¢OèO ¼çmtRqèùÌhptä .`ÏB Ï÷èt/ $tB çnqè=s)tã öNèdur cqßJn=ôèt ÇÐÎÈ
Artinya: “Apakah kamu masih mengharapkan
mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman
Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka
mengetahui?”
- Q.S. Al-Baqarah: 253
* y7ù=Ï? ã@ß9$# $oYù=Òsù öNßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ ¢ Nßg÷YÏiB `¨B zN¯=x. ª!$# ( yìsùuur óOßgÒ÷èt/ ;M»y_uy 4 $oY÷s?#uäur Ó|¤Ïã tûøó$# zOtötB ÏM»uZÉit7ø9$# çm»tRôr&ur ÇyrãÎ/ Ĩßà)ø9$# 3 öqs9ur uä!$x© ª!$# $tB @tGtGø%$# tûïÏ%©!$# .`ÏB NÏdÏ÷èt/ .`ÏiB Ï÷èt/ $tB ÞOßgø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# Ç`Å3»s9ur (#qàÿn=tG÷z$# Nåk÷]ÏJsù ô`¨B z`tB#uä Nåk÷]ÏBur `¨B txÿx. 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# $tB (#qè=tGtGø%$# £`Å3»s9ur ©!$# ã@yèøÿt $tB ßÌã ÇËÎÌÈ
Artinya: “Rasul-rasul itu kami lebihkan
sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. di antara mereka ada yang Allah
berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya[158]
beberapa derajat. dan kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat
serta kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. dan kalau Allah menghendaki, niscaya
tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu,
sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka
berselisih, Maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara
mereka yang kafir. seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka
berbunuh-bunuhan. akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.”
- Q.S. An-Nisa’: 164
Wxßâur ôs% öNßg»oYóÁ|Ás% øn=tã `ÏB ã@ö6s% Wxßâur öN©9 öNßgóÁÝÁø)tR øn=tã 4 zN¯=x.ur ª!$# 4ÓyqãB $VJÎ=ò6s? ÇÊÏÍÈ
Artinya: “Dan (Kami Telah mengutus)
rasul-rasul yang sungguh Telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu,
dan rasul-rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah
Telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”
Ilmu Kalam sebagai
disiplin ilmu yang berdiri sendiri disebutkan untuk pertama kali pada masa
Khalifah ‘Abbasiyah, Al-Ma’mun (W. 218 H), setelah ulama-ulama Muktazilah
mempelajari kitab-kitab filsafat yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab
dipadukan dengan metode Ilmu Kalam. Sebelum masa Al-Ma’mun, ilmu yang
membicarakan masalah kepercayaan disebut Al-Fiqh sebagai imbangan fiqh Fil
ilmi, yaitu tentang hukumIslam, sebagaimana Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi)
menamakan bukunya mengenai kepercayaan agama dengan Al-Fiqh Al-Akbar,
perkembangan lebih lanjut istilah fiqh ini khusus untuk ilmu yang membicarakan
perrsoalan-persoalan hukum-hukum Islam. Ilmu Kalam belakangan juga dikenal
dengan teologi Islam yang sudah lama dikenal penulis-penulis Barat. Dalam
pembahasan para ahli ketimuran selalu digunakan theology (Islam) untuk Ilmu
Kalam ini. Ilmu Kalam/teologi Islam timbul karena Islam sebagai agama merasa
perlu menjelaskan poko dasar agamamya dan segi-segi dakwah sebagai tujuan
Al-Qur’an dan Sunah. Dua dasar ini membicarakan wujud Tuhan yang segala
aspeknya dan mengatakan hubungan-Nya dengan makhluk. Ilmu Kalam belum dikenal
pada masa Nabi Muhammad SAW. Selang beberapa periode, setelah ilmu-ilmu keIslaman
satu-persatu mulai muncul dan banyak orang membicarakan soal metafisika/alam
gaib, dalam ilmu ini terdapat berbagai golongan dan aliran, kurang lebih 3 abad
lamanya kaum muslimiin melakukan berbagai perdebatan baik sesama pemeluk Islam
maupun dengan pemeluk agama lain, akhirnya kaum muslimin mencapai ilmu yang
membicarakan dasar-dasar akidah dan rinciannya; baik oleh faktor dari dalam
Islam sendiri maupun karena faktor dari luar Islam karena berbagai persoalan
kalam yang muncul, timbullah bermacam-macam aliran kalam.
B.
MODEL-MODEL PENELITIAN ILMU KALAM
Secara garis besar,
penelitian ilmu kalam dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama, penelitianyang
bersifat daar dan pemula, dan kedua, penelitian yang bersifat lanjutan atau
pengembangan dari penelitian model pertama. Penelitian model pertama ini
sifatnya baru pada tahap membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu
dengan merujuk pada Alquran dan hadis serta berbagai pendapat tentang kalam
yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi. Sedangkan penelitian model kedua
sifatnya hanya mendeskripsikan tentang adanya kajian ilmu kalam dengan
menggunakan bahan rujukan yang dihasilkan oleh penelitian model pertama.
1.Penelitian Pemula
Melalui penelitian
model pertama dapat kita jumpai sejumlah referensi yang telah disusun oleh para
ulama selaku peneliti pertam yang sifat dan keadaannya telah disenutkan diatas.
Dalam kaitan ini kita jumpai berbagai karya hasil penelitian pemula sebagai
berikut:
a. Model
Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi Al-Samarqand
Abu Mansur Muhammad Bin
Muhammad Bin Mahmud Al-Maturidy Al-Samarqandy telah menulis buku teologi
berjudul Kitab al-Tauhid. Dalam buku tersebut selain dikemukakan riwayat hidup
secara singkat dari Al-Maturidy, juga telah dikemukakan berbagai masalah yang
detail dan rumit dibidang ilmu kalam. Diantaranya dibahas tentang cacatnya
taklid dalam hal beriman, serta kewajiban mengetahui agama dengan dalil
al-sama’ (dalil naqli) dan dalil aqli; pembahasan tentang alam, antrophormisme
atau paham jisim pada tuhan, sifat-sifat allah, perbedaan paham diantara
manusia tentang cara Allah menciptakan makhluk, paham qadariyah; qada’ dan
qadar; masalah keimanan; serta tidak adanya dispensasi dalam hal islam dan
iman.
b.
Model Al-Imam
Abi Al-Hasan bin Ismail Al-Asy’ari
Al-Imam Abi Hasan Ali
bin Ismail Al-Asy’ari yang wafat pada tahun 330 Hijriyah telah menulis buku
berjudul Maqalat al-Islamiyyin wa ikhtilaf al-Mushollin. Buku ini telah
ditahkik oleh Muhammad Muhyiddin ‘Abd al-Hamid. Seseorang yang ingin mengetahui
sacara mendalam tentang teologi ahlu sunnah mau tidak mau harus mempelajari
buku ini. Dalam buku tersebut dibahas tentang perbedaan pendapat disekitar
penanggung arasy (hamalatul arasy), kebolehan bagi Allah dalam menciptakan
alam, tentang al-quran, perbuatan hamba, kehendak Allah, kesanggupan manusia,
perbuatan manusia dan binatang, kelahiran, imamah (kepemimpinan), masalah
kerasulan, masalah keimanan, janji baik buruk, siksaan bagi anak kecil, tentang
tahkim (abitrase), hakikat manusia, alliran khawarij dengan berbagai sektenya,
Dan lain sebagainya.
c.
Model ‘Abd
Al-Jabbar bin Ahmad
Abd Al-Jabbar bin Ahmad
telah menulis buku yang berjudul Syarh al-ushul al-khamsah yang tebalnya
mencapai 805 halaman.Buku ini telah ditahkik oleh Doktor Abd al-karim
usman.Bagi seseorang yang ingin mengkaji tentang ajaran-ajaran muktazilah
secara mendalam dan mendetail mau tidak mau harus membaca buku ini dengan sikap
yang wajar dan obyektif tanpa didahului oleh buruk sangka.Dalam buku tersebut
dibahas tentang ajaran pokok muktazilah itu ada lima,yaitu al-Tauhid yaitu
mengesakan Allah,al-Adl yaitu paham keadilan Tuhan,al-wa’ad al-wa’id yakni
paham janji baik dan buruk di akhirat, al-manzilah baina manzilatain serta amar
ma’ruf nahi mungkar.Kelima ajaran dasar muktazilah itu dibahas secara mendetail
dalam buku ini.Di antaranya kewajiban yang utama dalam mengetahui Allah,makna
wajib, makna keburukan, hakikat pemikiran dan macam-macamnya pembagian
manusia,urusan dunia dn akhirat,makna berfikir, dan sebagainya.
d.
Model
Thahawiyah
Imam Thahawiyah telah
menulis buku yang telah ditahkik oleh sekelompok para ulam dan diperiksa oleh
Muhammad Nashir al-din al-Bayai.Buku yang tebalnya536 halaman ini secara
keseluruhan membahas teologi di kalangan ulama salaf,yaitu ulama yang belum
dipengaruhi pemikiran Yunani dan pemikiran lainnya yang berasal dari luar
islam,atau bukan Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam buku ini antara lain dibahas tentang kewajiban mengimani apa yang
dibawa oleh para rasul,kewajiban mengikuti ajaran para rasul,makna
tauhid,tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah, tafsir potongan ayat laista ka
mitslihi syaiun ,sifat-sifat zat dan sifat perbuatan bagi Allah,dan lain
sebagainya.
e.
ModelAl-ImamAl-HaramainAl-Juwainy(478H)
Imam Al-Haramain
Al-Juwainy yang dikenal sebagai guru dari Imam Ghazali menulis buku berjudul
al-Syamil fi Ushul al-Din. Didalam buku ini telah dibahas tentang penciptaan
alam yang didalamnya dibahas tentang hakikat jauhar (substansi), arad (aksiden)
menurut berbagai pendapat para ahli; kitab tauhid yang didalamnya dibahas
tentang hakikat tauhid, kelemahan kaum mu’tazilah, penolakan terhadap pendapat
yang mengatakan bahwa Tuhan memiliki jism; pembahasan tentang akidah; kajian
tentang dalil atas kesucian Allah SWT, pembahasan tentang ta’wil; pembahasan
tentang sifat-sifat bagi Allah; masalah ilat atau sebab.
Selain buku diatas Imam
al-Haramain juga telah menulis buku berjudul Kitab al-Irsyad ila Qawathi’
al-Adillah fi Ushul al-‘Itiqad li Imam al-Haramain al-Juwainy. Dalam buku ini
dibahas antara lain tentang ketentuan berpikir, hakikat ilmu, barunya alam,
sifat-sifat yang wajib bagi Allah, penentuan sifat ilmu dengan sifat
maknawiwah, tentang dapat dilihatnya Allah di akhirat, penciptaan perbuatan,
paham tentang daya, tentang perbuatan yang baik dan terbaik, penetapan tentang
kenabian, tentang sifat-sifat kehidupan akhirat, tentang taubat, dan tentang
iman.
f.
Model Al-Ghazali
(w.1111M.)
Imam Al-Ghazali telah
pula menulis buku berjudul al-Iqtishad fi al-I’tiqad. Dalam buku ini
dibahas tentang pembahasan bahwa ilmu sebagai fardlu kifayah, pembahasan
tentang zat Allah, tentang qadimnya alam, tentang bahwa pencipta alam tidak
memiliki jism, karena jism memerlukan pada materi dan bentuk; dan penetapan
tentang kenabian Muhammad SAW.
g.
Model Al-Amidy
(551-631H)
Saif al-Din Al-Amidy
menulis buku berjudul Ghayah al-Maram fi Ilmu Kalam. Dalam buku ini telah
dibahasa tentang sifat-sifat yang wajib bagi Allah, sifat-sifat nafsiyah yaitu
sifat iradah, sifat ilmu, sifat qudrat, sifat kalam dan sifat idrakat;
pembahasan tentang keesaan Allah Ta’ala, perbuatan yang bersifat wajib
al-wujud, tentang tidak ada pencipta selain Allah, tentang barunya alam serta
tidak adanya sifat tasalsul dan tentang imamah.
h.
Model Al-Syahrastani Syaikh
Al-Imam Al-Alim Abd Al-Karim Al-Syahrastani
Syahrastani menulis buku
berjudul kitab Nihayah al-Iqdam fi Ilmi al-Kalam. Dalam buku ini dibahas dua
puluh masalah yang berkaitan dengan teologi. Diantaranya tentang baharunya
alam, tauhid, tentang sifat-sifat azali, hakikat ucapan manusia, tentang Allah
sebagai yang maha Mendengar dan perbuatan yang dilakukan seorang hamba sebelum
datangnya syariat.
Selanjutnya dalam
karyanya berjudul Al-milal wa al-nihal,yang tebalnya 50 halaman, Syahrastani
selain berbicara tentang islam,iman dan ihsan,juga membahas berbagai aliran
dalam teologi islam seperti muktazilah lengkap dengan
tokoh-tokohnya,al-asy’ariyah,al-musyabihah,karamiyah,khawarij,murjiah,syiah dan
lengkap dengan berbagai aliran di dalamnya.
i.
Model Al-Bazdawi
Al-Bazdawi yang oleh
sebagian peneliti dimasukkan sebagai kelompok Asy’ariyah menulis buku berjudul
Kitab Ushul al-Din. Dalam buku ini dibahas tentang perbedaan pendapat para
ulama mengenai mempelajari ilmu kalam, mengajarkan dan menyusunnya, perbedaan
pendapat para ulama mengenai sebab-sebab seorang hamba mengetahui sesuatu,
pancaindera yang lima, definisi mengenai ilmu pengetahuan, macam-macam ilmu
pengetahuan, pendapat ahli al-sunnah mengenai alam sebagai sesuatu yang
mencakup segala yang maujud, pembahasan tentang keesaan Allah tanpa sekutu,
tentang tidak ada sesuatu yang serupa dengan Allah, tentang Allah sebagai
Pencipta alam semesta, tentang bahwa Allah Ta’ala berbicara dengan perkataan
yang sifatnya qadim, tentang kehidupan di akhirat dan masih banyak lagi masalah
teologi yang dibahas hingga mencapai 97 permasalahan.
Seluruh penelitian yang
dilakukan para ulama yang hasilnya telah dituangkan dalam berbagai buku tersebut dapat dikategorikan sebagai
penelitian pemula.
2.
Penelitian Lanjutan
Selain penelitian yang
bersifat pemula sebagaimana tersebut, dalam bidang ilmu kalam ini juga dijumpai
penelitian yang bersifat lanjutan. Penelitian lanjutan yaitu penelitian atas
sejumlah karya yang dilakukan oleh para peneliti pemula. Pada penelitian
lanjutan ini, para peneliti mencoba melakukan dekripsi, analisis, klasifikasi, dan
generalisasi.
- Model abu Zahrah
Abu zahrah mencoba
melakukan penelitian terhadap berbagai aliran dalam bidang politik dan teologi
yang dituangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-Mazahib al-islamiyah fi
al-siyasah wa al-‘Aqaid. Ada beberapa masalah yang dikemukakan dalam dalam
penelitiannya ini yaitu, objek-objek yang dijadikan pangkal pertentangan oleh
berbagai aliran dalam bidang politik yang berdampak pada teologi. Selanjutnya,
dikemukakan tentang berbagai aliran dalam mazhab syi’ah yang mencapai dua belas
golongan, selanjutnya dikemukakan pula aliran khawarij dengan berbagai sektenya
yang jumlahnya itu ada enam aliran lengkap dengan berbagai pandangan
teologinya.
- Model Ali Musthafa Al-Ghurabi
Ali Musthafa
Al-Ghurabi, sebagaimana Abu Zahrah tersebut, memusatkan penelitiannya pada
masalah berbagai aliran yang terdapat dalam islam serta pertumbuhan ilmu kalam
di kalangan mayarakat islam. Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam karyanya
berjudul Tarikh al-Firaqal-Islamiyah waNasy’atuilmualKalam‘indalMuslimun.
- Model Abd AlLathif Muhammad
Al-‘Asyr
Abd Al-Lathif Muhammad
Al-‘Asyr khusus telah melakukan penelitian terhadap pokok-pokok pemikiran yang
dianut aliran Ahl Sunnah. Hasil penelitiannya ini telah dituangkan dalam
karyanya berjudul al-Ushul al-Fikriyyah li Mazhab Ahl Sunnah.
- Model Ahmad Mahmud Syubhi
Ia adalah dosen
filsafat Islam Fakultas adab Universitas Iskandariyah, telah melakukan
penelitian dalam bidang teologi islam yang dituangkannya dalam kitab yang
berjudul fi Ilmi Kalam dalam dua buku. Buku pertama khusus berbicara mengenai
aliran mu’tazilah lengkap dengan ajaran dan tokoh-tokohnya. Dan buku kedua
khusus berbicara tentang aliran Asy’ariyah lengkap dengan ajarandantokoh-tokohnya.
- Model Ali Sami Al-Nasyr dan
Ammar Jami’iyAl-Thaliby
Keduanya telah melakukan
penelitian khusus terhadap akidah kaum salaf dengan mengambil tokoh ahmad Ibn
Hambal, Al-Bukhori, Ibn Kutaibah dan Usman Al-Darimy. Dalam buku tersebut telah
diungkap tentang pemikiran kaum salaf yang berasal dari tokoh-tokohnya yang
menonjol itu. Dari kalangan ulama Indonesia yang melakukan penelitian terhadap
pemikiran teologi ulama salafiyah dilakukan oleh Abubakar Atjeh yang tertuang
dalam bukunya yang berjudul Salaf (Salaf as-Shalih Islam Dalam Masa Murni).
Dalam Buku tersebut dikemukakan tentang kelebihan salaf, pandangan salaf
terhadap al-Qur’an As-Sunnah, salaf dan keyakinan dan hukum, juga dibahasa
tentang pertumbuhan aliran yang terdiri dari sebab-sebab pertumbuhan aliran,
Ahmad bin Hambal, bantuan Asy’ari, bantuan Maturidi, dan salaf Tabi’in.
- Model Harun
Nasution
Harun Nasution yang
dikenal sebagai Guru Besar Filsafat dan Teologi sangat banyak mencurahkan
perhatiannya pada penelitian di bidang pemikiran Teologi Islam (ilmu kalam).
Salah satu hasil penelitiannya yang selanjutnya dituangkan buku adalah buku
yang berjudul fi ilmi al-kalam (Teologi Islam). Dalam buku tersebut selain
dikemukakan tentang sejarah timbulnya persoalan-persoalan tentang teologi dalam
islam,juga dikemukan tentang berbagai aliran dalam teologi islam lengkap dengan
tokoh-tokoh dan pemikirannya.
Dari berbagai
penelitian yang sifatnya lanjutan tersebut, dapat diketahui model penlitian
yang dilakukan dengan menggunakan ciri-ciri sebagaimana berikut:
Pertama: Penelitian
tersebut termasuk penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang mendasarkan
pada data yang terdapat alam berbagai sumber rujukan di bidang teologi islam.
Kedua: Bercorak deskriptif,yaitu penelitian yang tekanannya pada kesungguhan
dalam mendeskripsikan data selengkap mungkin.
Ketiga: Menggunakan pendekatan histories,yakni
mengkaji masalah teologi tersebut berdasarkan data sejarah yang ada dan juga
melihatnya sesuai dengan konteks waktu yang bersangkutan. Keempat: Menggunakan
analisis doktrin juga analisis perbandingan,yaitu dengan mengemukakan isi
doktrin ajaran dari masing-masing aliran sedemikian rupa,dannsetelah itu
barulah dilakukan penelitian.
Penelitian tersebut
jelas bermanfaat dalam rangka memberikan informasi yang mendalam dan
komprehensif tentang berbagai aliran teologi islam. Namun, penelitian tersebut kelihatannya
belum membantu orang yang membacanya untuk dapat mengembangkan ilmu tersebut, karena
yang ada hanyalah informasi tentang teologi dan tidak dikemukakan faktor-faktor
yang melatarbelakangi mengapa para ulammmma di zaman dahulu mampu meresponi berbagai
masalah sosial kemasyarakatan melalui pendekatan teologis.Karenanya metode dan
pendekatan alam enelitian teologi ini perlu dikembangkan lebih lanjut.
C.
PERKEMBANGAN ILMU KALAM
1.
Ilmu Kalam dalam Konteks Pemikiran Islam
Ilmu Kalam termasuk
salah satu cabang ilmu keislaman yang muncul semenjak masa yang terbilang awal.
Dalam konteks pemikiran islam, ilmu kalam termasuk bagian dari proses
pengalaman Islam yang mengalir dalam bangunan peradaban Islam pada umumnya.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari pemikiran islam, ilmu kalam tidak dapat
dipisahkan dari proses sejarah peradaban islam. Ilmu kalam menjadi suatu
rangkaian kesatuan sejarah, dan telah ada di masa lampau, masa sekarang dan
akan tetap ada di masa yang akan dating. Akan tetapi, setiap langkah menuju
pemikiran kalam selanjutnya, diperlukan penguraian dan analisis yang mendalam
dalam hubungannya dengan entitas pandangan dunia islam.
Dalam pemetaan
pemikiran islam, karena tidak lepas dari perkembangan sejarah Islam, maka Harun
Nasution membagi kedalam tiga periode besar:
1.
Periode Klasik (650-1250) merupakan zaman kemajuan yang dibagi ke dalam dua
fase: fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Zaman inilah
yang menghasilkan ulama-ulama besar seperti: Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam
Syafi’I, Imam Ibn Hambal.
2. Periode pertengahan (1250-1800 M),
juga dibagi menjadi dua fase : Fase kemunduran (1250-1500 M). Pada fase ini
desentralisasi dan disintegrasi semakin meningkat.Yang kedua fase Tiga kerajaan
besar (1500-1800 M), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman
kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan itu adalah Kerajaan Utsmani di turki,
kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.
3.Periode Modern (1800 M-seterusnya),
merupakan zaman kebangkitan umat Islam.
ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM
A. KHAWARIJ DAN MURJIAH
Aliran Khawarij
1. Latar Belakang Munculnya Aliran Khawarij
Pengertian Khawarij
secara etimologi adalah berasal dari bahasa Ara kharaja yang berarti keluar,
muncul, timbul atau memberontak. Adapun khawarij menurut terminologi ilmu kalam
adalah suatu sekte aatu aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang
menerima arbitre (tahkim) dalam perang shiffin pada tahun 37 H/648M, perihal
persengketaan khilafah dengan kelompok Mua’wiyah.
Asal mula kaum khwarij
adalah orang-orang yang mendukung Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, akhirnya
mereka membencinya karena dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran, mau
menerima tahkim yang sangat mengecewakan, sebagaimana mereka juga membenci
Muawiyah karena melawan Ali bin Abi Thalib yang sah. Mereka menuntut agar Ali
bin Abi Thalib mengakui kesalahannya, karena mau menerima tahkim. Bila Ali bin
Abi Thalib mau bertaubat, amak mereka mau menerima dan bergabung dengannya
untuk melawan muawiyah. Tetapi bila dia tidak bersedia bertaobat, maka
orang-orang khwarij menyatakan perang terhadapnya dan sekaligus juga menyatakan
perang terhadap Muawiyah.
2. Doktrin-Doktrin Teologi
-Mengakui kekhalifahan Abu Bakarr dan
Umar, sedangkan Umsan dan Ali, juga orang-orang yang ikut dalam “Perang Jamal”
dipandang telah berdoasa
-Dosa dalam pandangan mereka sama dengan
kekufuran.
-Khalifah tidak sah, kecuali melalui
pemilihan bebas diantara kaum muslimin.
-Ketaatan kepada khalifah adalah wajib,
xelama berda pada jalan keadilan dan kebaikan. Jika menyimpang maka wajib
diperangi dan dibunuh.
-Mereka menerima Alquran sebagai salah
satu sumber diantara sumber-sumber hukum Islam lainnya.
-Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah
terjadi arbitrasi (tahkim) ia dianggap telah menyeleweng.
-Seorang yang berdosa besar tidak lagi
disebut muslim, sehingga harus dibunuh. Yang sangat narkhis lagi, mereka
menganggap seorang muslim bisa menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim
lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus
dilenyapkan pula.
-Seseorang harus menghindar dari
pemimpin yang menyeleweng.
-Adanya wa’id dan wa’ad
(orang yang baik harus masuk ke dalam surga, sedangkan orang yang jahat harus
masuk neraka).
-Amar ma’ruf nahi munkar
-Manusia bebas memutuskan perbuatannya
bukan dari Tuhan.
-Qur’an adalah makhluk
-Memalingkan ayat-ayat Alquran yang
bersifat mutasyabihat.
3. Perkembangan Aliran Khawarij
Munculnya banyak cabang
dan sekte Khwarij ini diakibatkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang
mereka anut dan banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan
akidah yang beraneka ragam. Asy-Sya’ah menyebutkan adanya delapan firqah besarm
dan firqah-firqah ini terbagai lagi menjadi firqah-firqah kecil yang jumlahnya
sangat banyak. Perpecahan ini menyebabkan gerakan kaum Khawarij lemh, sehingga
mereka tidak menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah yang berlangsung
bertahun-tahun. Menurut Syahrastani ada 8 sekte terbesar dalam khawarij, yaitu
Al-Muhakkimah, Al-Azariqoh, Al-Nadjat, Al-Baihasiyyah, Al-Ibadiah, Al-Sufriyah
- Al-Muhakkimah
- Al-Azariqah
- An-Najadaat
al-‘Aziriah
- Al-Baihasiah
- Al-Ajaridah
- At-Tsa’alibah
- Al-Ibadhiyah
- As-Shufriyah
az-Ziyadiyyah
Aliran Murjiah
1. Latar belakang Munculnya Aliran Murjiah
Nama Murjiah diambil
dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan dan
pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi
harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah.
Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belkang atau mengemudi, yaitu
orang-orang yang mengemudi amal dari iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya
orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali
dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing pada hari kiamat.
Aaliran Murjiah ini
muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir
mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu
dilakukan oleh aliran Khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim di hadapan Tuhan. Karena hanya
Tuhan-Lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin
yang melakukan dosa besar masih dianggap mukmin bagi mereka.
2. Doktrin-Dokrin Teologi
- Penangguhan
keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat
kelak.
- Penangguhan
Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Khulafaur rasyidin.
- Pemberian
harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan
dan rahmat dari Allah.
- Doktrin-doktrin
Murjiah menyerupai pengajaran para skeptis dan empiris dari kalangan
Helenis.
Menurut Harun Nasution
-Menunda akan hukuman Ali, Muawiyah dan
orang yang terlibat dalam tahkim dan menyeraahkannya kepada Allah di hari
kiamat kelak
-Menyerahkan keputusan kepada Allah atas
orang muslim yang berdosa besar.
-Meletakkan pentingnya iman daripada
amal.
-Memberikan pengharapan kepada muslim
yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah.
3. Perkembangan Aliran Murjiah
Golongan Murjiah
terbagi menjadi empat golongan besar yaitu Murji’ah-Khawarij, Murjiah
Qadariyah, Murjiah-Jabariyah dan Murjiah Murni. Golongan Murjiah Murni terdiri
dari:
a. Al-Yunusiyah
b. Al-‘Ubaidiyah
c. Al-Ghasaniyah
d. Ats-Saubadiyah
e. At-Tuminiyah
f.
As-Salihiyah
B. JABARIAH DAN QADARIYAH
Aliran Qadariyah
- Latar
belakang Munculnya Aliran Qadariyah
Pengertian Qadariyah
secara etimologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan
dan kekuatan. Adapun secara terminologi
adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diintervensi oleh Tuhan.Dan juga ada yang mendefinisikan adalah
قوم لا يجدون
القدر:فيقول ان كل عبد من عبادالله خالق لفعله متمكن من عمله او تركه بارادته و
يعاكسهم الجبرية
Suatu kaum yang tidak
mengakui adanya qadar bagi Tuhan.Mereka menyatakan bahwa tiap-tiap hamba Tuhan
adalah pencipta bagi segalaa perbuatannya,dia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknyaa sendiri.Golongan yang melawan pendapat mereka
ini adalah Jabariyah .
Aliran-aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia
dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini
lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbutan-perbutannya. Jadi hanya kekuatan sendirilah yang menyebabkan suatu
perbuatan itu ada.Tuhan tidak turut ikut campur dalam kemunculan perbuatan
tersebut. Dalam istilah Inggris paham ini dikenal dengan free will dan free
act.
Istilah Qadariyah
artinya orang-orang yang meyakini bahwa sekalian perbuatan manusia itu
diciptakan oleh manusia itu sendiri bukan dari Tuhan yang menciptakannya.Tuhan
tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan manusia dan apa yang dikerjakan oleh
manusia tidak diketahui oleh Tuhan sebelumnya. Golongan ini disebut juga Ahli
Tafwid, yaitu pekerjaan yang dianggapnya telah mendapatkan penyerahan
kudrah-iradah dari Tuhan untuk bertindak dari apa saja yang bebas di lingkungan
masyarakat. Dengan akal yang telah diberikan oleh Tuhan,manusia mampu memilih
perbutan baik atau perbuatan buruk. Dengan kemampuan dan kebebasan itulah
manusia berkuasa menciptakan dan menentukan nasib serta perbuatannya.
Harun Nasution
menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa dalam aliran
Qadariyah ini manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya,atau
bebas dalam berkehendak atau berkuasa atas perbuatannya,kebebasan manusia
sebenarnya hanya memilih hukum alam atau sunnatullah mana yang akan ditempuh
dalam dunia ini .Manusia dalam menentukan perbuatannya itu justru dibatasi oleh
adanya hukum alam atau sunnatullah dan tidak dapat disangkal lagi bahwa hukum
alam atau sunnatullah itu adalah kehendak dan kekuasaan Tuhan.
Mengenai asal-usul
kemunculan aliran Qadariyah masih diperdebatkan. Menurut Amad Amin,Qadariyah
pertama sekali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghailan ad-Dimasyqi.
Paham Qadariyah timbul sebagai reaksi dari pendirian teologis pemerintahan Bani
Umayyah. Mereka berpendapat bahwa Allah telah mengaruniakan Khilafah Bani
Umayyah bagi manusia. Untuk itu ketetapan Tuhan ini tidak dapat diubah. Dalam
suatu kesempatan pemerintahan Bani Umayyah banyak dipimpin oleh para khalifah
yang kejam. Para pejabat banyak yang menumpahkan darah dan merampas hak rakyat
kecil demi kepuasan nafsu mereka. Melihat hal demikian, Para pelaku itu
berkata:”Ini semua Qudrat dari Allah swt.”
Pernyataan seperti ini
ditentang oleh orang-orang yang berpaham kebebasan.Maka lahirlah golongan
Qadariyah.Golongan ini lahir untuk menentang segala bentuk kebijakan Khilafah
Bani Umayyah yang melewati batas kemanusiaan.Beberapa nama yang sempat
melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Bani Umayyah adalah Ma’bad
al-Juhaini dan Ghilan Ad-Dimasyqi yaitu pada Abad ke-1 H sekitar tahun 70H/689M
.
Adapun tokoh-tokoh Qadariyah adalah:
a.Ma’bad al-Juhaini
Beliau adalah seorang
tabi’in,ahli hadits dan lahir di Basrah,Irak Pengikutnya sangat banyak mereka
berasal dari Damaskus dan Madinah.Ia juga pernah belajar kepada Hasan al-Basri.
Ia adalah seorang yang alim tentang Al-Quran dan Hadits,tetapi kemudian ia
dianggap menjadi sesat dan membuat pendapat-pendapat yang salah serta batal
yang akhirnya dibunuh dalam masa pemerintahan Abdul Malik Ibn Marwan (65-86 M),
karena dianggap ajarannya yang membahayakan manusia pada waktu itu. Menurut
sejarawan beliau mati dibunuh oleh Hajjaj,salah satu Gubernur Bani Umayyah pada
tahun 80 H/699M.Beliau adalah orang yang pertama mengemukakan kebebasan
berkehendak.
b.Ghailan ad-Dimasyqi
Beliau berasal dari
Damaskus,Syiria.Ghailan adalah seorang sekretaris pemerintahan Bani Umayyah.
Jabatan itu diembannya ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjabat (717-720 M)
dan ia pernah menulis surat kepada khalifa yang isinya adalah keluhan terhadap kemerosotan
negara dari aspek agama dan mendesak khalifah untuk memimpin pemulihan
asas-asas religius.
Ghailan meninggal pada
tahun 105H/724 M karena dihukum mati oleh khalifah Hisyam. Beliau hidup pada
masa ketiga kekhalifahan Bani Umayyah.Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz ia tidak berani
menyebarkan ajarannya,setelah Khlifah Umar wafat dan digantikan dengan Yazid ia
mulai memberanikan diri untuk menyebarkan ajarannya.Ketika Yazid digantikan
Hisyam,ia ditangkap dan dihukum pancung karena menyebarkan ajarannya.
Aliran Qadariyah ini
bersandar kepada ayat-ayat Alquran, yang dapat menimbulkan paham Qadariyah
tersebut.Antara lain dalam surah Al-Mudatsir:38 yang berbunyi:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ
رَهِينَةٌ
Artinya:”Tiap-tiap diri bertanggung
jawab terhadap apa yang diperbuatkanya.”
Dalam Surah Ar-Ra’du ayat 11:
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا
بِأَنْفُسِهِمْ
Artiya:“Sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang
ada pada diri mereka sendiri”.
Dalam surat Fushshilat ayat 40, Allah
berfirman:
اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Perbuatlah apa yang
kamu kehendaki, Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Dalam surat al-Kahfi ayat 29, Allah
berfirman:
قُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ
فَمَن شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ
“Katakanlah:
"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, Maka Barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.
- Doktrin-Doktrin
Teologi
1.Perbuatan manusia itu tidak ada
sangkut pautnya dengan Tuhan.Tuhan sama sekali tidak ikut campur tangan dalam
membuktikan amalan-amalan itu. Manusia itu berkuasa menentukan segala macam
perbuatannya dan ia mempunyai kebebasan yang mutlak.Manusia mempunyai
kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidup ini dan mempunyai
kebebasan dan kekuatan untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya sendiri. Manusia
berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan
perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula
yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya
sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.Kalau manusia
memakai qudrahnya, maka ia akan diberikan pahala dan jikalau ia tidak memakai
qudrahnya maka ia akan disiksa. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala
atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas
kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan
surga kelak di akhirat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di
akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir
Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya
sesuai dengan tindakannya.Dan sungguh tidak pantas, manusia menerima siksaan
atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya
sendiri.
2.Dalam pandangan Qadariyah takdir itu
bukan lah takdir yang umum dipakai oleh Bangsa Arab ketika itu,yaitu paham yang
mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu.Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia
hanya bertindak menurut nasib yaang telah ditentukan sejak zaman azali terhadap
dirinya.Dalam paham Qdariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang
diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya,sejak zaman azali, yaitu
hukum yang dalam Al-Quran diistilahkan dengan sunnatullah .
3.Iman adalah makrifah kepada Tuhan dan
Rasul-Nya,serta mengikrarkan dengan lisan,seseorang tidak dianggap beriman jika
mengerjakan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh akal dan meninggalkan sesuatu
yang dibenarkan oleh akal.
- Perkembangan
Aliran Qadariyah
Pada perkembangan
selanjutnya,aliran Qadariyah disebut juga sebagai paham rasional dan liberal
dalam Islam.Paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil
naqli (agama) sesuai pemahaman
masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi
Muhammad) dan aqli (argumen
pikiran).Orang Muslim yang berpaham Qadariyah merupakan kalangan yang terbatas
atau hanya sedikit dari mereka.Dan paham Qadariyah ini banyak tertampung dalam
mazhab muktazilah atau ajaran-ajarannya itu banyak persamaannya dengan
Mu’tazilah .
Contohnya pada suatu
peristiwa yang menimpa dan berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya,
kecelakaan pesawat terbang. Orang-orang yang berpaham Qadariyah condong mencari
tahu di mana letak peranan manusia pada kecelakaan tersebut. Aliran Qadariyah,
semangat investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang berkaitan dengan
peranan (perbuatan) manusia harus dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui
suatu investigasi.
Dengan demikian, dalam
paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan sebagai makhluk yang merdeka, juga
adalah makhluk yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dalam hal
musibah gempa dan tsunami bagi orang-orang yang berpaham Qadariyah, menyikapinya
adalah meski gempa dan tsunami tidak secara langsung menunjuk perbuatan
manusia, namun mengajukan pertanyaan yang harus dijawab : adakah andil manusia
di dalam "mengganggu" ekosistem kehidupan yang menyebabkan alam
"marah" dalam bentuk gempa dan tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah
membenarkan suatu investigasi (pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat
satelit kawasan yang dilanda musibah.
Aliran Jabariyah
- Latar
belakang munculnya aliran Jabariyah
Kata jabariyah berasal
dari kata jabara yang artinya memaksa dan mengharuskannya melakukan
sesuatu.Sedangkan menurut terminologi jabariyah adalah sebuah nama aliran atau
golongan yang berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kekuatan sekecil apapun
dalam berbuat.Semua yang dilakukan oleh manusia yang menggerakkannya itu adalah
Tuhan.Jadi, semua perbuatan manusia telah ditentukan semenjak semula oleh qadha
dan qadar Tuhan. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam
keadaan terpaksa (majbur). Paham jabariyah dalam istilah Inggris disebut dengan
fatalism atau predestination.
Golongan Jabariyah
berusaha untuk mengembalikan pangkal perbuatan manusia kepada kehendak Allah
SWT. Apakah manusia berbuat kebaikan atau keburukan.Menurut mereka manusia itu
seperti wayang yang tidak bisa berbuat apa-apa yang menggerakkannya adalah
seorang dalang.Manusia hidup seperti terprogram dalam sebuah skenario yang
sudah ditulis oleh Tuhan.Apa yang nampak dilayar tidak berbeda dengan apa yang
telah diskenariokan.
Qudrah dan Iradah Tuhan
merupakan alat yang membekukan dan mencabut kekuasaan manusia.Pada hakikatnya
segala perbuatan dan gerak-gerik yang dilakukan manusia berasal dari
Tuhan.Manusia tidak turut campur tangan sedikit pun.Kebaikan dan kejahatan yang
diperbuat manusia pun semata-mata keterpaksaan Tuhan.
Menurut Harun Nasution
Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah
ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa
setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia,
tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak
mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang
mengistilahkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan
sebagai dalangnya .
Aliran Jabariyah
pertama kali dikemukan oleh Ja’d ibn Dirham yaitu pada abad ke-2H. Dan
pandangan pemikirannya disebarluaskan oleh pengikutnya yaitu Jahm bin Safwan
dari Khurasan. Mengenai sejarah kemunculannya,para ahli mengkajinya melalui
pendekatan geokultural bangsa arab.Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad
Amin. Ia menggambarkan kehidupan bangsa Arab yang didukung oleh gurun pasir
sahara yang memberikan pengaruh besar kedalam cara hidup mereka.Kebergantungan
mereka pada alam inilah mencuatkan sikap penyerahan diri pada alam.
Harun Nasution
menjelaskan bahwa dalam situasi demikian,masyarakat arab tidak banyak melihat
jalan untuk mengubah keadaan sekeling mereka sesuai dengan keinginan mereka.
Faktor inilah yang membuat mereka meerasa lemah dan merasa tidak kuasa dalam menghadapi
kesukaran-kesukaran hidupnya.Akhirnya mereka banyak bergantung pada kehendak
alam.Hal inilah yang membawa mereka kepada fatalisme. Sebenarnya benih-benih
jabar ini sudah muncul jauh sebelum dikemukakkan oleh Ja’d bin Dirham dan Jaham
bin Safwan.Walaupun benih paham jabr telah ada pada awal periode islam. Akan
tetapi yang mempelajari dan mengembangkan terjadi pada masa Daulah Bani
Umayyah.
- Doktrin-Doktrin
Teologi
Aliran Jabariyah dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu ekstrim dan moderat :
1.Ajaran jabariyah ekstrim yaitu
diantara pendapatnya bahwa segala
perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya
sendiri, tetapi perbuatannya yang dipaksakan atas dirinya.
Adapun tokoh-tokohnya adalah:
a.Ja’ad bin Dirham
Beliau lahir di
Khurasan.Beliau tinggal di kota
Damaskus. Ia telah dipecaya mengajar dilingkungan Bani Umayyah namun
setelah pikran-pikirannya itu yang kontroversial Bani Umayyah
menolknya,kemudian dia pindah ke Kuffah.Di Kuffah ia bertemu dengan Jaham bin
Safwan yang selanjutnya akan menyebarkan paham-pahamnya.Oleh karena itu
doktrin-doktrin Ja’ad secara umum sama dengan Jaham bin Safwan.
b.Jaham bin Safwan
Nama lengkap beliau
adalah Abu Mahrus Jahm bin Safwan. Jaham adalah seorang budak yang dimerdekakan.Ia
berasal dari Khurasan,Iran dan menetap di Kuffah.Di kota Kuffah ia bertemu
dengan Ja’ad bin Dirham dan ia menjadi muruidnya.Ia merupakan seorang dai yang
pandai dan lincah (orator).Dalam sejarah teologi islam,ia tercatat sebagai
seorang tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan Murjiah. Ia
menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais,dan ia seorang mawali yang
menentang pemerintahan Bani Umayah di Khurasan. Ia ditawan dalam pemberontakan
dan dibunuh pada tahun 128H,oleh Muslim ibn Ahwas almazini pada akhir
pemerintahan dinasti Umayyah.
Sebagi seorang penganut
daan penyebar paham Jabariyah ini,banyak usaha yang dilakukannya yaitu
tersebarnya aliran jabariyh ini ke berbagai tempat seperti ke Tirmidz dan Balk.
Doktrin-Doktrin teologinya adalah:
a. Manusia tidak mampu untuk berbuat
apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak
mempunyai pilihan. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya
b. Surga dan neraka tidak kekal. Tidak
ada yang kekal selain Tuhan.
c. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan
dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya dengan konsep iman yang dimajukan kaum
Murji’ah.
d. Alquran itu adalah makhluk. Oleh
karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan Allah.Tuhan
maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan makhluk.
e. Allah tidak mempunyai sifat yang
serupa dengan makhluk seperti berbicara, melihat, mendengar.
f. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat
dengan indera mata di akhirat kelak.
2. Ajaran jabariyah moderat mengatakan
bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun
perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Inilah yang dimaksud dengan kasab . Menurut paham kasab, manusia tidaklah
majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang
dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan
yang diciptakan Tuhan.
Yang termasuk tokoh jabariyah moderat
adalah sebagai berikut:
1. An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin
Muhammad An-Najjar(wafat 230 H).Para pengikutnya disebut dengan An-Najjariyah
atau Al-Husainiyyah. Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
a. Tuhan menciptakan segala perbuatan
manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab atau acquisition.
Dengan demikian,manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang
yang gerakannya itu tergantung pada dalang,sebab tenaga yang yang diciptakan
Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan pebuatan-perbuatannya.
b. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.
Akan tetapi an-Najjar mengatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi
hati (ma’rifat) pada mata, sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
2. Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah
Dhirar ibn ‘amr.Diantara pendapat-pendapatnya adalah:
a.Perbuatan manusia itu
tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan oleh wayang. Manusia mempunyai
bagian dalam perwujudan perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan bahwa
satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan maksudnya
perbuatan manusia itu tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan,tetapi juga oleh
manusia itu sendiri.Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
b.Dhirar mengatakan
bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera ke enam(ru’yat Tuhan). Ia
mengakui adanya indera keenam(al-Hassah al-Sadisah) yang dimiliki oleh manusia
dengan hari itu manusia dapat melihat Tuhan di hari pembalasan segala amal
kebijakannya di dalam surga .
Aliran Jabariyah
bersandar kepada ayat-ayat Alquran. Ayat-ayat yang melatar belakangi lahirnya
paham jabariyah di antaranya:
Dalam surat Ash-Shaffat ayat 96, Allah
berfirman:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا
تَعْمَلُونَ
“Padahal Allah-lah yang
menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.
Dalam surat Al-An’am ayat 111, Allah
berfirman:
مَّا كَانُواْ لِيُؤْمِنُواْ إِلاَّ أَن يَشَاءَ اللّهُ
“Mereka tidak akan
beriman, kecuali jika Allah menghendaki”.
Dalam surat Al-Anfal ayat 17, Allah
berfirman:
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَـكِنَّ اللّهَ رَمَى
“Dan bukan kamu yang
melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar”.
Firman Allah dalam surah al-Insan: 30
وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا
أَن يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيماً حَكِيماً
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan
itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
- Perkembangan
Aliran Jabariyah
Pada perkembangan
selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham tradisional dan
konservatif dalam Islam dan paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di
atas dalil-dalil naqli (agama) sesuai
pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi
Muhammad) dan aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti
di Indonesia, yang dominan adalah paham Jabariyah.
Contoh dapat dicermati
pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya,
kecelakaan pesawat terbang. Bagi yang berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng
mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan perbuatan Allah.Pada paham
Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa
dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah.
Dalam hal musibah gempa
dan tsunami baru-baru ini, karena menyikapinya sebagai kehendak dan perbuatan
Allah, bagi yang berpaham Jabariyah, sudah cukup bila tindakan membantu korban
dan memetik "hikmah" sudah dilakukan.Sedang hikmah yang dimaksud
hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup selanjutnya tanpa mengulangi
dosa-dosa.
C. MUKTAZILAH
1. Latar belakang munculnya aliran Muktazilah
Kaum Mu`tazilah
merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia Islam selama lebih
dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan, selama waktu itu
pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para
ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Sejarah munculnya
aliran Mu’tazilah oleh para kelompok pemuja aliran Mu’tazilah tersebut muncul
di kota Basrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105-110 H, tepatnya pada
masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin
AbdulMalik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan
Al-Bashri yang bernama Washil bin ‘Atha
Al-Makhzumi Al-Ghozzal.
Mu’tazilah, secara
etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai
suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri,
salah seorang imam di kalangan tabi’in. Asy-Syihristani berkata: (Suatu hari) datanglah seorang
laki-laki kepada Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama,
telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar (di
bawah dosa syirik). Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang
dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij. Sedangkan
kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar (di bawah dosa
syirik), dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam
madzhab mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak
berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap
kekafiran, mereka adalah Murji’ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam
permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip (dalam
beragama)?”
Al-Hasan Al-Bashri pun
berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum beliau menjawab,
tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha’ berseloroh: “Menurutku pelaku dosa
besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berada pada
suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir.” Lalu
ia berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap
menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya.
Maka Al-Hasan Al-Bashri berkata: “ اِعْتَزَلَ عَنَّا وَاصِلً” “Washil telah memisahkan diri dari
kita”, maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan sebutan Mu’tazilah.
Pertanyaan itu pun akhirnya dijawab oleh Al-Hasan Al-Bashri dengan jawaban
Ahlussunnah Wal Jamaah: “Sesungguhnya pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik)
adalah seorang mukmin yang tidak sempurna imannya. Karena keimanannya, ia masih
disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia disebut fasiq (dan keimanannya pun
menjadi tidak sempurna).”
Versi lain dikemukakan
oleh Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan temannya,Amr bin Ubaid bin Bab,
diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian diantara
mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar.Keduanya menjauhkan
diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu
tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini
dinamakanMu’tazilah.
Versi lain dikemukakan
Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin Da’mah pada suatu hari masuk
mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya
adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis tersebut
bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil
berkata,“ini kaum Mu’tazilah.” Sejak itulah kaum tersebut dinamakan
Mu’tazilah.Al-Mas’udi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan
Mu’tazilah tanpa menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Washil dan Hasan Al
Basri. Mereka diberi nama Mu’tazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang
yang berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat
diantara kafir dan mukmin (al-manzilah bain al-manzilatain).
2. Doktrin-Doktrin Teologi
Abu Hasan Al- Kayyath
berkata dalam kitabnya Al- Intisar “Tidak ada seorang pun yang berhak mengaku
sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al- Khamsah ( lima
landasan pokok ) yaitu Tauhid, Al - ‘Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah
Baina Manzilatain, dan Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al Munkar.
a. At- Tauhid (ke-Esaan)
At-tauhid (pengesaan Tuhan)
merupakan prinsip utama dan intisari ajaranmu’tazilah. Sebenarnya, setiap
mazhab teologis dalam Islam memegang doktrin ini.Namun bagi mu’tazilah ,tauhid
memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang
dapat mengurangi arti kemahaesaannya.Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu’tazilah
menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Konsep ini bermula dari founding
father aliran ini, yakni Washil bin ‘Atho. Ia mengingkari bahwa mengetahui,
berkuasa, berkehendak, dan hidup adalah termasuk esensi Allah. Menurutnya, jika
sifat-sifat ini diakui sebagai kekal-azali, itu berarti terdapat “pluralitas
yang kekal” dan berarti bahwa kepercayaan kepada Allah adalah dusta belaka.
Namun gagasan Washil ini tidak mudah diterima. Pada umumnya Mu’taziliyyah
mereduksi sifat-sifat Allah menjadi dua, yakni ilmu dan kuasa, dan menamakan
keduanya sebagai sifat-sifat esensial. Selanjutnya mereka mereduksi lagi kedua
sifat dasar ini menjadi satu saja, yakni keesaan.
Doktrin tauhid
Mu’tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata
kepala. Juga, keyakinan tidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan, begitupula
sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tegasnya Mu’tazilah menolak
antropomorfisme. Penolakan terhadap paham antropomorfistik bukan semat-mata
atas pertimbanagan akal, melainkan memiliki rujukan yang yang sangat kuat di
dalam Al qur’an yang berbunyi (artinya) “tidak ada satupun yang menyamainya .”
( Q.S. Assyura : 9 ).
b. Al-Adl (keadilan Tuhan)
Ajaran dasar Mu’tazilah
yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil ini merupakan
sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, karena Tuhan Maha
sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan
benar-benar adil menurut sudut pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila
bertindak hanya yang baik dan terbaik. Begitupula Tuhan itu adil bila tidak
melanggar janjinya.
Dengan demikian Tuhan
terikat dengan janjinya. Merekalah golongan yang mensucikan Allah daripada
pendapat lawannya yang mengatakan: bahwa Allah telah mentaqdirkan seseorang itu
berbuat maksiat, lalu mereka di azab Allah, sedang Mu’tazialah berpendapat,
bahwa manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan bebas bertindak, sebab
itu mereka di azab atas perbuatan dan tindakannya. Inilah yang mereka maksud
keadilan itu.
Ajaran tentang keadilan
berkaitan dengan beberapa hal, antara lain :
1).Perbuatan manusia. Manusia menurut
Mu’tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari
kehendak dan kekuasaan Tuhan. Manusia benar-benar bebas untuk menentukan
pilihannya. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik. Konsep ini memiliki konsekuensi logis dengan
keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima manusia di akhirat merupakan
balasan perbuatannya di dunia.
2). Berbuat baik dan terbaik Maksudnya
adalah kewajiaban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagimanusia. Tuhan
tidak mungkin jahat atau aniaya karena itu akan menimbulkan persepsi bahwa
Tuhan tidak maha sempurna. Bahakan menurut Annazam, salah satu tokoh mu’tazilah
konsep ini berkaiatan dengan kebijaksanaaan, kemurahan dan kepengasihan Tuhan.
3). Mengutus Rasul. Mengutus Rasul kepada
manusia merupakan kewajiban Tuhan karena alasan berikut ini :
a) Tuhan wajib berbuat baik kepada
manusia dan hal itu tidak dapat terwujud kecuali dengan mengutus Rasul kepada
mereka.
b) Al qur’an secara tegas menyatakan
kewajiban Tuhan untuk belas kasih kepada manusia .Cara terbaik untuk maksud
tersebut adalah dengan pengutusan rasul.
c) Tujuan di ciptakannya manusia adalah
untuk beribadah kepadaNya dengan jalan mengutus rasul.
c. Al-Wa’ad wa al-Wa’id (Janji dan
ancaman)
Ajaran ini berisi
tentang janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidak akan melanggar janjinya
dan perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janjinya sendiri. Ini sesuai
dengan prinsip keadilan. Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Tuhan
selain menunaikan janjinya yaitu memberi pahala orang yang ta’at dan menyiksa
orang yang berbuat maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat
baik dan tidak melakukan perbuatan dosa.
d. Al-Manzilah bain Al-Manzilatain
(tempat diantara kedua tempat)
Inilah ajaran yang
mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mu’tazilah. Ajaran ini terkenal dengan
status orang mukmin yang melakukan dosa besar, seperti dalam sejarah, khawarij
menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik, sedangkan murji’ah berpendapat
bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya di serahkan kepada Tuhan.
Menurut pandangan
Mu’tazilah orang islam yang mengerjakan dosa besar yang sampai matinya belum
taubat, orang itu di hukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi diantara
keduanya. Mereka itu dinamakan orangg fasiq, jadi mereka di tempatkan di suatu
tempat diantara keduanya.
e. Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an
Al Munkar (Menyuruh kebaikan dan
melarang keburukan)
Ajaran ini menekankan
keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis
dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan
baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari
kejahatan. Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran
kelima ini terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mu’tazilah jika memang
diperlukan kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.
3. Perkembangan Aliran Muktazilah
Perkembangan
Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu :
a. Di Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh
Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid dengan murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath
Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini berlangsung pada permulaan abad ke 2 H.
Kemudian pada awal abad ke 3 H wilayah Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah
(wafat 235), kemudian Ibrahim bin Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah
lainnya.
b. Di Bagdad (iraq) yang dipimpin dan
didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah seorang pemimpin Basrah yang
dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukungan dari kawan-kawannya, yaitu Abu
Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud. Inilah imam-imam Mu`tazilah di sekitar
abad ke 2 dan ke 3 H. Di Basrah dan di Bagdad, khalifah-khalifah Islam yang
terang-terangan menganut dan mendukung aliran ini adalah:
1. Yazid bin Walid (Khalifah Bani
Umayyah yang berkuasa pada tahun 125-126 H)
2. Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah
Bani Abbasiah 198-218 H)
3. Al- Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid
(Khalifah Bani Abbasiah 218-227 H)
4. Al- Watsiq bin Al- Mu`tashim
(Khalifah Bani Abbasiah 227-232 H)
Diantara golongan ulama Mu`tazilah lainnya
adalah :
1) Utsman Al- Jahidz, pengarang kitab
Al- Hewan (wafat 255 H)
2) Syarif Radhi (406 H)
3) Abdul Jabbar bin Ahmad yang terkenal
dengan sebutan Qadhi`ul Qudhat.
4) Syaikh Zamakhsari pengarang tafsir
Al- Kasysyaf (528 )
5) Ibnu Abil Hadad pengarang kitab
Syarah Nahjul Balaghah (655)
D. SYIAH
1. Latar belakang munculnya aliran Syiah
Syiah adalah golongan
yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara berlebih-lebihan karena mereka
beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti Nabi Muhamad
SAW berdasarkan wasiatnya, sedangakan khalifah – khalifah seperti Abu Bakar
Shiddiq, Umar bin Khatab, dan Ustman bin Affan dianggap sebagai penggasab atau
perampas khilafah.
Para penulis sejarah
islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya Syiah, sebagian menganggap
Syiah langsung muncul setelah wafatnya Nabi Muhamad SAW, yaitu pada saat perebutan
kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshor di balai pertemuan Syakiffah
Bani Sa’idah, pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sebagian kecil
Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi Ali bin Abi Thalib. Sebagian yang
lain menganggap Syiah lahir pada masa akhir kekhalifahan Ustman bin Affan atau
pada masa awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu terjadi
pemberontakan terhadap khalifah Ustman bin Affan yang berakhir dengan kematian
Ustman dan ada tuntutan umat agar Ali bin Abi Thalib bersedia dibai’at sebagai
khalifah.
Khalifah Ali dengan
pihak pemberontak Muawiyah bin Abu Sufyan di Siffin yang lazim disebut
peristiwa at-tahkim atau ar-bitrasi, akibat kegagalan itu sejumlah pasukan Ali
memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali, mereka ini
disebut golongan Khawarij (orang-orang yang keluar ). sebagian besar orang –
orang yang tetap setia kapada khalifah disebut Syi’atu Ali (pengikut Ali )
Pendirian kalangan
Syiah bahwa Ali bin Abi Thalib adalah imam atau khalifahyang seharusnya
berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, telah tumbuh sejak Nabi Muhammad
SAW masih hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad SAW sendirilah yang
menetapkannya, dengan demikian menurut Syiah inti dari ajaran Syiah itu sendiri
telah ada sejak zaman Nabi Muhammad.
Sebagaimana di maklumi bahwa mulai
timbulnya fitnah di kalangan umat islam, biang keladinya adalah Abdullah bin Saba,
seorang yahudi yang pura-pura masuk islam. Fitnah tersebut cukup berhasil
dengan terpecah belahnya persatuan umat, dan timbulah Syiah sebagai Firqoh
pertama.
2.
Doktrin-Doktrin
Teologi
a. Pada rukun iman, syiah hanya memiliki
lima rukun iman tanpa menyebut keimanan kepada para malaikat, rasul, qodho dan
qhodar, yaitu tauhid ( keesaan allah ), Al-Adl (keadilan allah), nubuwah
(kenabian), imamah (kepemimpinan iman), ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan).
b. Pada rukun islam
- Syiah tidak mencantumkan syahadat
dalam rukun islam, yaitu sholat, zakat, puasa, haji, wilayah ( perwakilan )
- Syiah meyakini bahwa Al Qur’an sekarang
ini telah dirubah, ditambah atau dikurangi dari yang seharusnya, karena itu
mereka meyakini Abu Abdillah ( imam syiah ) berkata “Al Qur’an yang dibawa oleh
Jibril kepada Nabi Muhammad SAW adalah tujuh belas ribu ayat dan di sebut
mushaf Fatimah
-Syiah meyakini bahwa para sahabat
sepeninggal nabi SAW mereka murtad kecuali beberapa orang saja seperti
Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar al-Gifari dan Salman al-Fsarisyi
- Syiah menggunakan senjata taqiyah
yaitu berbohong, dengan cara menampakan sesuatu yang berbeda dengan yang
sebenarnya untuk mengelabui
- Syiah percaya akan Ar-raj’ah yaitu
kembalinya ruh-ruh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum kiamat di
kala imam ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan
anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya
- Syiah percaya kepada Al-Bada yakni
tampak bagi Allah dalam hal keimanan Ismail (yang telah di nobatkan keimanannya
oleh ayahnya Jafar As-Sidiq tetapi kemudian meninggal di saat ayahnya masih
hidup) yang tadinya tidak tampak jadi bagi mereka Allah boleh khilaf tetapi
imam mereka tetap maksum (terjaga)
- Syiah membolehkan nikah mut’ah yaitu
nikah kontrak dengan jangka waktu tertentu, padahal hal itu telah di haramkan
oleh Rasullah SAW yang di riwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri
3. Perkembangan Aliran Syiah
Dalam
perjalanan sejarah, Kelompok Syi’ah initerpecah menjadi beberapa sekte.
Perpacahan ini dikarenakan perbedaan konsep imamah yang mereka pahami.
Sekte-sekte Syiah ini terdiri dari:
a. Syi’ah
Istna Asy’ariyah (Syi’ah imamah)
b. Syi’ah
Sab’iyah
c. Syi’ah
Zaidiyah
d. Syi’ah
Ghulat
E. AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
1. Latar belakang munculnya aliran Ahlus Sunnah wa
Jama’ah
As-Sunnah secara bahasa
berasal dari kata: "sanna-yasinnu", dan "yasunnu-
sannan", dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan. Sedang
"sanna amr" artinya menerangkan (menjelaskan) perkara.
As-Sunnah juga
mempunyai arti "at-Thariqah" (jalan/ metode /pandangan hidup)
dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti sabda
Rasulullah SAW, "Sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum
kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta."(HR. Al-Bukhari
dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no 3456, 7320 dan Muslim no. 2669 dari Sahabat Abu
Sa'id al-Khudri).
Lafazh "sanana"
maknanya adalah (pandangan hidup mereka dalam urusan agama dan dunia).
"Barangsiapa memberi contoh suatu sunnah (perilaku) yang baik dalam Islam,
maka baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang yang mengerjakannya
setelahnya, tanpa mengurangi sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barang siapa
memberi contoh sunnah (perilaku) yang jelak dalam Islam " (HR. Muslim).
Pengertian as-Sunnah
secara Istilah (terminologi) yaitu petunjuk yang telah ditempuh oleh rasulullah
SAW dan para Sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, ‘aqidah, perkataan, perbuatan
maupun ketetapan. As-Sunnah juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang
berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah
"bid'ah". Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya barang siapa yang
hidup diantara kalian setelahkau, maka akan melihat perselisihan yang
banyak.Maka hendaknya kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah para
Khulafa-ur Rasyidin dimana mereka itu telah mendapat hidayah." (Shahih
Sunan Abi Dawud oleh Syaikh al-Albani)
Pengertian Jama'ah
Secara Bahasa (Etimologi), Jama'ah diambil dari kata "jama'a"
artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian lain.
Seperti kalimat "jama'tuhu" (saya telah mengumpulkannya);
"fajtama'a" (maka berkumpul). Dan kata tersebut berasal dari
kata "ijtima'" (perkumpulan), ia lawan kata dari "tafarruq"
(perceraian) dan juga lawan kata dari "furqah" (perpecahan).
Jama'ah adalah sekelompok orang banyak; dan dikatakan juga sekelompok manusia
yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
Pengertian Jama'ah
Secara Istilah (terminologi) yaitu kelompok kaum muslimin ini, dan mereka
adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi'in dan orang-orang
yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat; dimana mereka
berkumpul berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan
yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun bathin.
Allah Ta'ala telah
memeringahkan kaum Mukminin dan menganjurkan mereka agar berkumpul, bersatu dan
tolong-menolong.Dan Allah melarang mereka dari perpecahan, perselisihan dan
permusuhan. Allah SAW berfirman:
(#qßJÅÁtGôã$#ur
È@ö7pt¿2
«!$#
$YèÏJy_
wur
(#qè%§xÿs?
Artinya: "Dan berpeganglah kamu
semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai."
(Ali Imran: 103).
Dalam ayat lain Allah
juga berfirman:
wur
(#qçRqä3s?
tûïÏ%©!$%x.
(#qè%§xÿs?
(#qàÿn=tF÷z$#ur
.`ÏB
Ï÷èt/
$tB
æLèeuä!%y`
àM»oYÉit6ø9$#
4
y7Í´¯»s9'ré&ur
öNçlm;
ë>#xtã
ÒOÏàtã
ÇÊÉÎÈ
Artinya: "Dan janganlah kamu
menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka." (Ali Imran: 105).
Nabi SAW bersabda,
"Sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (golongan),
tujuh puluh dua tempatnya di dalam Neraka dan satu tempatnya di dalam Surga,
yaitu ‘al-Jama'ah." (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Imam al-Albani
Jadi Ahlus Sunnah wal
Jama'ah, adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah Nabi Muhammad SAW, para
sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejak dan jalan mereka, baik dalam
hal ‘aqidah, perkataan maupun perbuatan, juga mereka yang istiqamah (konsisten)
dalam ber-ittiba' (mengikuti Sunnah Nabi SAW) dan menjauhi perbuatan bid'ah.
Mereka itulah golongan yang tetap menang dan senantiasa ditolong oleh Allah
sampai hari Kiamat.Oleh karena itu mengikuti mereka (Salafush Shalih) berarti
mendapatkan petunjuk, sedang berselisih terhadapnya berarti kesesatan.
Ahlus Sunnah wal
Jama'ah adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat
di antara golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us
sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam
masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai
jama'ah kaum Muslimin.
Dengan demikian, maka
definisi Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak keluar dari definisi Salaf. Dan
sebagaimana telah dikemukakan bahwa salaf
ialah mereka yang mengenalkan Al-Qur-an dan berpegang teguh dengan
As-Sunnah. Jadi Salaf adalah Ahlus Sunnah yang dimaksud oleh Nabi SAW. Dan
ahlus sunnah adalah Salafush Shalih dan orang yang mengikuti jejak mereka.
Inilah pengertian yang
lebih khusus dari Ahlus Sunnah wal
Jama'ah. Maka tidak termasuk dalam makna ini semua golongan ahli bid'ah dan
orang-orang yang mendikuti keinginan nafsunya, seperti Khawarij, Jahmiyah, Qadariyah, Mu'tazilah,
Murji'ah, Rafidhah (Syiah) dan lain-lainnya dari ahli bid'ah yang meniru jalan
mereka.
Maka sunnah adalah
lawan kata bid'ah, sedangkan jama'ah lawan kata firqah (gologan). Itulah yang
dimaksudkan dalam hadits-hadits tentang kewajiban berjama'ah dan larangan
bercerai-berai.
Pada masa Rasulullaah
SAW.kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada
golongan itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah
pimpinan dan komando Rasulullah SAW.
Bila ada masalah atau
beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang kepada Rasulullah
SAW. itulah yang membuat para sahabat
saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam
urusan duniawi.
Kemudian setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan
mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun
perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu
yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah
sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam
dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid)
Tapi setelah para
sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar,
sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran
Rasulullah SAW.
Saat itu muslimin
terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli
bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah
(Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan
terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa
yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW.bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang terakhir
inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah
Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti
sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai dengan
hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga
(al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku
(Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian akidah
Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah
umat Islam. Lebih jelasnya, Islam adalah
Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang
golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid) dan
lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang
berarti menyimpang dari ajaran Islam.
Dengan demikian akidah
Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam
Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali.Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah
atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok sempalan.
Akhirnya yang perlu
diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang
yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi.
Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.
Ahlus Sunnah wal
Jama'ah mempunyai karakteristik dan keistimewaan, diantaranya :
-Mereka mempunyai sikap wasathiyah
(pertengahan) di antara ifraath (melampaui batas) dan tafriith
(menyia-nyiakan); dan di antara berlebihan dan sewenang-wenang, baik dalam
masalah ‘aqidah, hukum atau akhlak. Maka mereka berada di pertengahan antara
golongan-golongan lain, sebagaimana juga ummat ini berada dipertengahan antara
agama-agama yang ada.
-Sumber pengambilan pedoman bagi mereka
hanyalah al-Qur-an dan as-Sunnah, Mereka pun memperhatikan keduanya dan
bersikap taslim (menyerah) terhadap nash-nashnya dan memahaminya sesuai dengan
manhaj Salaf.
-Mereka tidak mempunyai iman yang
diagungkan, yang semua perkataannya diambil dari meninggalkan apa yang
bertentangan dengan kecuali perkataan Rasulullah SAW. Dan Ahli Sunnah itulah
yang paling mengerti dengan keadaan Rasulullah SAW perkataan dan perbuatannya. Oleh karena itu,
merekalah yang paling mencintai sunnah, yang paling peduli untuk mengikuti dan
paling lolal terhadap para pengikutnya.
-Mereka meninggalkan persengketaan dan
pertengkaran dalam agama sekaligus menjauhi orang-orang yang terlibat di
dalamnnya, meninggalkan perdebatan dan pertengkaran dalam permasalahan tentang
halal dan haram. Mereka masuk ke dalam dien (Islam) secara total.
-Mereka mengagungkan para Salafush
Shalih dan berkeyakinan bahwa metode Salaf itulah yang lebih selamat, paling
dalam pengetahuannya dan sangat bijaksana.
-Mereka menolak ta'wil (penyelewengan
suatu nash dari makna yang sebenarnya) dan menyerahkan diri kepada syari'at,
dengan mendahulukan nash yang shahih daripada akl (logika) belaka dan
menundukkan akal di bawah nash.
-Mereka memadukan antara nash-nash dalam
suatu permasalahan dan mengembalikan (ayat-ayat) yang mutasyabihat (ayat-ayat
yang mengandung beberapa pengertian/tidak jelas) kepada yang muhkam (ayat-ayat
yang jelas dan tegas maksudnya).
-Mereka merupakan figur teladan orang-orang yang shalih,
memberikan petunjuk ke arah jalan yang benar dan lurus, dengan kegigihan mereka
di atas kebenaran, tidak membolak-balikkan urusan ‘aqidah kemudian bersepakat
atas penyimpangannya. Mereka memadukan antara ilmu dan ibadah, antara
tawakkal kepada Allah dan ikhtiar
(berusaha), antara berlebih-lebihan dan wara' dalam urusan dunia, antara cemas
dan harap, cinta dan benci, antara sikap kasih sayang dan lemah lembut kepada
kaum mukminin dengan sikap keras dan kasar kepada orang kafir, serta tidak ada
perselisihan diantara mereka walaupun di tempat dan zaman yang berbeda.
-Mereka tidak menggunakan sebutan selain
Islam, Sunnah dan Jama'ah.
-Mereka peduli untuk menyebarkan ‘aqidah
yang benar, agama yang lurus, mengajarkannya kepada manusia, memberkan
bimbingan dan nasehat kepadanya serta memperhatikan urusan mereka.
-Mereka adalah orang-orang yang paling
sabar atas perkataan, ‘aqidah dan dakwahnya.
-Mereka sangat peduli terhadap persatuan
dan jama'ah, menyeru dan menghimbau manusia kepadanya serta menjauhkan
perselisihan, perpecahan dan memberikan peringatan kepada manusia dari hal
tersebut.
-Allah Ta'ala menjaga mereka dari sikap
saling mengkafirkan sesama mereka, kemudian mereka menghukumi orang selain
mereka berdasarkan ilmu dan keadilan.
-Mereka saling mencintai dan mengasihi
sesama mereka, saling tolong menolong diantara mereka, saling menutupi kekurangan
sebagian lainnya. Mereka tidak loyal dan memusuhi kecuali atas dasar agama.
Secara garis besarnya,
ahlus sunnah wal jama'ah adalah manusia yang paling baik akhlaknya, sangat
peduli terhadap kesucian jiwa mereka
dengan berbuat ketaatan kepada Allah Ta'ala, paling luas wawasannya, paling
jauh pandangan, paling lapang dadanya dengan khilaf (perbedaan pendapat) dan
paling mengetahui tentang adab-adab dan
prinsip-prinsip khilaf.
2.
Doktrin-Doktrin
Teologi
-Prinsip
Pertama
Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruk.
a.Iman kepada Allah
Beriman kepada Allah
artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beriti’qad dan
beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid
al-asmaa wa -ash-shifaat. Adapun tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan segala
apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan
mematikan ; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.
b. Beriman kepada Para Malaikat-Nya
Yakni membenarkan
adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah mahluk dari sekian banyak
mahluk Allah, diciptakan dari cahaya.Allah mencitakan malaikat dalam rangka
untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini
c. Iman kepada Kitab-kitab-Nya
Yakni membenarkan
adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah
(petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan kitab-kitab
itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia.Dan bahwasanya yang
paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu
Taurat, Injil dan Al-Qur’an dan di antara ketiga kitab agung tersebut ada yang
teragung yakni Al-Qur’an yang merupakan mu’jizat yang agung.
4.
Iman Kepada Para Rasul
Yakni membenarkan semua
rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak ; dari yang
pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
5. Iman Kepada Hari Akhirat
Yakni membenarkan
apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan
Allah dan Rasul-Nya baik tentang adzab dan ni’mat kubur, hari kebangkitan dari
kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan
ditimbangnya segala amal perbuatn dan pemberian buku laporan amal dengan tangan
kanan atau kiri, tentang jembatan (sirat), serta syurga dan neraka. Disamping
itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan
amalan sayyi-aat (jahat) serta bertaubat dari padanya.
Dan sungguh telah
mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang
orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimani hal ini dengan keimanan yan
benar sesuai dengan tuntutan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir
6. Iman kepada taqdir.
Yakni beriman
bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan
terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala
sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta’at, ma’shiyat, itu
telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu
mencintai keta’atan dan membenci kemaksiatan.
Sedang hamba Allah itu
mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan
yang mengantar mereka pada keta’atan atau ma’shiyat, akan tetapi semua itu
mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan
Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya
tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan
bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya
dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu
terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.
Allah benar-benar telah
membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya. Artinya : “Dan kamu tidak
bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya”. (At-Takwir :
29)
Dengan ayat ini Allah
menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap
Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal
ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah.Dan beriman kepada taqdir dapat
menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya
dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji.bahkan dapat
mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap
lemah, takut dan malas.
-Prinsip Kedua
Dan diantara
prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwasanya iman itu perkataan,
perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta’atan dan berkurang
dengan kema’shiyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa
keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan
pula iman itu hanya sekedar ma’rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan
amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak
kebenaran
Bukan pula iman itu
hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal
perbuatan karena yang demikian adalah keimanan golongan Murji’ah. Allah
seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman.
-Prinsip Ketiga
Diantara
prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwasanya mereka tidak
mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan
perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain
syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya
meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak
dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila
dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika
Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka.
Madzhab Ahlus Sunnah
wal Jama’ah dalam masalah ini berada di tengah-tengah antara Khawarij yang
mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik
dan Murji’ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu’min sempurna imannya,
dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa/ma’shiyat dengan adanya
iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan ta’at dengan adanya kekafiran.
-Prinsip
Keempat
Diantara
prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah wajibnya ta’at kepada pemimpin
kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kema’skshiyatan,
apabila mereka memerintahkan perbuatan ma’shiyat, dikala itulah kita dilarang
untuk menta’atinya namun tetap wajib ta’at dalam kebenaran lainnya.
Dan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah memandang bahwa ma’shiyat kepada seorang amir yang muslim itu merupakan
maksiat.
Demikian pula, Ahlus
Sunnah wal Jama’ah-pun memandang bolehnya shalat dan berjihad di belakang para
amir dan menasehati serta medo’akan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.
-Prinsip Kelima
Dan diantara
prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah haramnya keluar untuk
memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal
yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur.Hal ini sesuai
dengan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wajibnya ta’at
kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma’shiyat dan selama belum tampak pada
mereka kekafiran yang jelas.Berlainan dengan Mu’tazilah yang mewajibkan keluar
dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum
termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma’ruf
nahi munkar.Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu’tazilah seperti ini
merupakan kemunkaran yang besar karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang besar
baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.
-Prinsip Keenam
Dan diantara
prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bersihnya hati dan mulut mereka
terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu ‘anhum
Ahlus Sunnah memandang
bahwa para khalifah setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu
Bakar, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
Radhiyallahu anhumajma’in. Barangsiapa yang mencela salah satu khalifah
diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan
dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam silsilah seperti ini.
-Prinsip Ketujuh
Dan diantara
prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mencintai ahlul bait. Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah
istri-istrinya sebagai ibu kaum mu’minin Radhiyallahu ‘anhunna wa ardhaahunna
Dan saudara-saudara
Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan,
cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan terhadap mereka
dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka.Adapaun keyakinan
bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat selain dari
Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman yang artinya : Katakanlah (hai
Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemadlaratan dan manfaat
bagi kalian”. (Q.S. Jin : 21).
Apabila Rasulullah saja
demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi, apa yang diyakini sebagian
manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan yang bathil.
-Prinsip Kedelapan
Sedang golongan yang
mengingkari adanya karomah-karomah tersebut daintaranya Mu’tazilah dan
Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang
diketahuinya.Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada
zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan
berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk
karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan
para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas,
Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para
hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa
diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud
untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah bersumber
pada keta’atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan maksiat.
-Prinsip Kesembilan
Dan diantara
prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa dalam berdalil selalu
mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti
apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar
pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin.
Dan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda
Rasulullah.Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah.Setelah
mengambil dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah
disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang pertama ; yakni
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu
dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah.
3.
Perkembangan
Aliran Ahlus Sunnah wa Jama’ah
- Abu Hasan
al-Asy’ariyah
Abu Hasan al-Asy’ari
dilahirkan pada tahun 206 H/874M di Basrah dan meninggal dunia di Bagdad pada
tahun 324 H/935 M, ketika ia berusia 40 tahun. Al-Asy’ari yang semula bermazhab
muktazilah akhirnya berpindah al-Asy’ariyah. Sebab yang ia tunjukkan oleh
sebagian sumber lama bahwa Abu Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal
terakhir dengan keputusan untuk keluar dari muktazilah. Sumber lain menyebutkan
bahwa sebabnya perdebatan anatara dirinya dan Jubba’i seputar permaslahan
ash-shalah dan ashlah (kemaslahatan). Pemikiran teologinya adalah:
a.
F.
SALAFIYAH
(IMAM AHMAD BIN HAMBAL DAN IBNU TAIMIYAH)
1. Latar belakang munculnya aliran Salafiyah
Kata Salafi adalah
sebuah bentuk penisbatan kepada al-Salaf. Kata al-Salaf sendiri secara bahasa
bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita. Adapun
makna al-Salaf secara terminologis yang dimaksud di sini adalah generasi yang
dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasulullah saw dalam haditsnya:
“Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup)
di masaku, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang mengikuti mereka”
Berdasarkan hadits ini,
maka yang dimaksud dengan al-Salaf adalah para sahabat Nabi saw, kemudian
tabi’in, lalu atba’ al-tabi’in. Karena itu, ketiga kurun ini kemudian dikenal
juga dengan sebutan al-Qurun al-Mufadhdhalah (kurun-kurun yang mendapatkan
keutamaan). Sebagian ulama kemudian menambahkan label al-Shalih (menjadi
al-Salaf al-Shalih) untuk memberikan karakter pembeda dengan pendahulu kita
yang lain. Sehingga seorang salafi berarti seorang yang mengaku mengikuti jalan
para sahabat Nabi saw, tabi’in dan atba’ al-tabi’in dalam seluruh sisi ajaran
dan pemahaman mereka.
Sampai di sini nampak
jelas bahwa sebenarnya tidak masalah yang berarti dengan paham Salafiyah ini,
karena pada dasarnya setiap muslim akan mengakui legalitas kedudukan para
sahabat Nabi saw dan dua generasi terbaik umat Islam sesudahnya itu; tabi’in
dan atba’ al-tabi’in. Atau dengan kata lain seorang muslim manapun sebenarnya
sedikit-banyak memiliki kadar kesalafian dalam dirinya meskipun ia tidak pernah
menggembar-gemborkan pengakuan bahwa ia seorang salafi. Sebagaimana juga
pengakuan kesalafian seseorang juga tidak pernah dapat menjadi jaminan bahwa ia
benar-benar mengikuti jejak para al-Salaf al-Shalih
Paham Salafiyah ini
mulai dikenal dan muncul beberapa abad setelah Rasululllah wafat, tepatnya
paruh pertama abad ke-3 H. Paham ini muncul sebagai reaksi keras terhadap
penakwilan yang dilakukan kaum muktazilah terhadap ayat-ayat mutasyabihat,
dengan alasan para salaf tidak pernah melakukan takwil terhadap ayat-ayat
mutasyabihat.
Penganut Paham
salafiyah ini disebut juga dengan kaum tradisionalis. Julukan ini terkait
dengan maslah sumber rujukan dalam berteologi, kaum salafiyah mencari
jawabannya pada Alquran. Bila tidak ada dijumpai dalam Alquran, mereka mencari
jawabannya dari hadis mutawatir. Bila juga tidak dijumpai jawaba dari hadis
mutawatir, kaum salafiyah mencari pada haadis masyhur. Bila tidak ada jawaban
pada hadis masyhur, maka mereka akan mencari pada hadis ahad.
Aliran Salaf mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a. Mereka
lebih mendahulukan riwayat (naqli) daripada dirayah (aqli)
b. Dalam
persoalan pokok-pokok agama dan persoalan cabang-cabang agama hanya bertolak
pada penjelasan al-Kitab dan as-Sunnah.
c. Mereka
mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut dan tidak mempunyai paham
menyerupakan Allah dengan makhluk
d. Mengartikan
ayat-ayat Alquran sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mentakwilnya.
2.
Doktrin-Doktrin
Teologi
- Para
pelaku dosabesar berada dalam kehendak dan kekuasaan Allah. Orang mukmin
yang menjadi pelaku dosa besar tidak boleh disebut mukmin saja, tetapi
mukmin yang fasik.
- Perbuatan
manusia diciptakan oleh Allah, dengan pengertian Allah menciptakan
kemampuannya tetapi Dia tidak mengendalikan manusia. Manusia tetap
dipandang memiliki kebebasan kehendak untuk berbuat baik atau berbuat
buruk.
- Allah
tidak mungkin membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban yang tidak bisa
dipikul oleh manusia
- Semua
perbuaatan Allah pasti memiliki hikmah dan tujuan. Sebagian hikmah dan
tujuan itu disingkapkan kepada manusia sehingga diketahui oleh manusia,
akan tetapi sebgain lagi tidak diketahui oleh manusia.
- Allah
tidak mungkin melanggar janji dan ancamannya.
- Manusia
dengan mata kepala dapat menyaksikan Allah di surga kelak.
- Ayat-ayat
mutasyabihat tidak boleh ditakwilkan.
- Alquran
bukanlah makhluk
- Orang-orang
yang didatangi oleh ajaran wahyu Allah, tidak dipandang sebagai mukallaf,
dan karenya mereka tidaka akn diazab di hari kiamat.
- Nabi
Muhammad dapat memberikan syafaat bagi orang-orang mukmin yang berdosa di
akahirat kelak, dengan izin Allah Swt.
- Keburukan
yang bernilai relatif seperti bencana alam diciptakan Allah untuk hikmah
tertentu yakni sebagai ujian atau cobaan untuk meninggikan derajat
manusia.
- Sifat,
nama atau sebutan bagi Allah haruslah ditetapkan aa tau disematkan bagi diri-Nya, sebgaimana Dia sendiri
telah mnetapkannya. Sifat, nama atau sebutan bagi makhluk-Nya dan tidak
boleh meniadakannya sama sekali dari diri Allah.
3.
Perkembangan
Aliran Salafiyah
- Imam Ahmad bin
Hambal
Ia dilahirkan di Bagdad pada tahun
164H/780M dan meninggal pada tahun 241 H/ 855 M. Ia merupakan pendiri mazhab
Hambali. Pemikiran Teologinya:
-Dalam memhami ayat-ayat Alquran, Imam
Ahmad bin Hambal lebih suka secara tekstual daripada menggunakan pendekatan
takwil. Dengan demikian, ayat Alquran yang mutasyabihat diartikan sebgaimana
adanya, hanya saja penjelasan tentang tata cara (kaifiyat) dari ayat tersebut
diserahkan kepada Allah,
-Pandangannya terhadap
status Alquran, Ia hanya mengatakan bahwa Alquran tidak diciptakan. Hal ini
sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan
sifat Allah, diserahkan kepada Allah dan Rasul-Nya.
-Bagi Ahmad bin Hambal,
iman adalah perkataan dan perbuatan yang dapat berkurang dan bertambah, dengan
kata lain iman itu meliputi perkataan dan perbuatan, iman dapat bertambah
apabila melakukan perbutan yang baik, dan iman kan berkurang ketika melakukan
perbuatan yang tidak baik.
- Ibnu
Taimiyah
Nama lengkapnya adalah
Ahmad Taqiyuddin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bi Abdi
Salam bin Abdullah bin Abi Qasim al Khadar bin Ali bin Abdullah. Nama Taimiyah
dinisbatkan kepadanya karena moyangnya yang bernama Muhammad bin Al Khazar
melakukan perjaalnan haji melalui jalan Taima’. Sekembalinya dari haji, ia
mendapati isterinya melahirkan seorang wanita yang diberi nama Taimyah. Sejak
saat itulah ia dianamai Ibnu Taimiyah. Teologi pemikirannya adalah:
-sangat berpegang teguh pada nash
(Alquran dan Hadis)
-tidak memberikan ruang gerak kepada
akal.
-Alquran memberikan semua ilmu agama.
-Dalam Islam yang wajib kita teladani
hanya tiga generasi saja (sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in)
-Allah memiliki sifat yang tidak
bertentang dengan tauhid dan tetap mentanzihnya.