BAB I
PENDAHULUAN
Alqur’an adalah kitab suci yang dijadikan pegangan dan rujukan umat
islam dan akan kekal sepanjang masa. Tetapi banyak kalangan umat muslim yang
belum dapat memahami isi yang disampaikan Alqur’an secara utuh, oleh sebab
Alqur’an bersifat global(umum), maka Alquran membutuhkan penafsiran guna untuk
mendapatkan subtansinya.
Atas dasar ini pula beberapa mufassir Indonesia ingin menafsirkan
Alqur’an guna memberikan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat
Indonesia, diantaranya adalah Ahmad Hassan yang telah melahirkan karya
tafsirnya yaitu Tafsir alfurqan.
Disamping
itupula menjelang abad ke-20 dampak Penjajahan bagi kondisi umat Islam di Indonesia terasa sampai kepada
kehidupan beragama masyarakat. Pada akhirnya, rentan tahun 1900-1945 mulai
bermunculan gerakan atau organisasi-organisasi kemasyarakatan sebagai bentuk
perlawanan terhadap penjajah. Organisasi atau pergerakan mulai bermunculan dan
mempunyai ideologi yang sangat bervariatif. Organisasai-organisasi keislaman
juga mulai menunjukkan kiprahnya dalam menentang imperialisme barat. Mulai dari
berdirinya Serekat Islam, Muhammadiyah, PERSIS, Nahdlotul Ulama, Persatuan
Ulama, Persatuan Umat Islam dan organisasi keislaman lain yang menolak
imperialisme barat di tanah air. Dari semua organisasi keislaman yang ada
ketika itu, memiliki perbedaan pandangan ideologi, visi atau anggaran dasar
yang berbeda.
Situasi ini menimbulkan keprihatinan dan memicu sejumlah tokoh
ulama di Nusantara untuk bergerak mempelopori perbaikan khususnya kehidupan
keislaman masyarakat.[1]
Maka Ahmad Hassan merupakan salah satu tokoh yang ingin melakukan
perbaikan-perbaikan keagaman umat islam melalui karya-karyanya.
Sangat menarik untuk dibahas karena beliau juga merupakan anggota
dari PERSIS, selain itu penulis bermaksud untyk membahas membahas tafsir karya
Ahmad Hassan ini melalui Biografi, pemikiran serta corak tafsir yang digunakan.
Rumusan Masalah:
1.
Bagaimana
biografi Ahmad Hassan?
2.
Apa
latar belakang dan bagaimana perkembangan Tafsir Al-Furqan?
3.
Apa metode dan corak yang digunakan Ahmad Hassan
dalam Tafsir Alfurqan?
https://shope.ee/8epboh5Iye
https://shope.ee/2fYOg4HuVe
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ahmad Hassan
1.
Riwayat Hidup
Ahmad Hassan dilahirkan pada tanggal 31 Desember 1887 di Singapura.
Beliau lahir dari pasangan keturunan India dari garis ayah maupun ibu, yaitu
Ahmad yang bernama asal Sinna Vappu Maricar, dan ibu Muznah keturunan Mesir
asal Madras India kelahiran Surabaya, Indonesia. Nama beliau sebenarnya adalah
Hassan. Namun, sesuai tradisi keturunan India yang tinggal di Singapura, nama
ayah beliau tertulis di depan nama aslinya dan jadilah nama beliau yang
terkenal dengan Ahmad Hassan dan sering pula disingkat menjadi A. Hassan.[2]
Perkembangan pemikiran
seseorang tidak luput dari peran orang tua, bacaan buku dan lingkungan sekitar.
A. Hassan lahir di tengah-tengah keluarga yang taat beragama. Ayahnya adalah
seorang yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama. Ketika masih di Singapura,
ia melihat ayahnya tidak mengikuti tradisi talqin, tahlil dan lain sebagainya.
Selain dari ayahnya, pemikiran A. Hassan juga dipengaruhi oleh tiga ulama asal
India yaitu Thalib Rajab Ali, Abdurrahman, dan Jaelani, mereka juga teman dari
ayahnya yang menganut paham Wahabi.
Ahmad
Hassan Bandung menikah pada tahun 1911 di Singapura dengan seorang perempuan
keturunan Tamil-Melayu dari keluarga pedagang dan pemegang agama. Perempuan
tersebut bernama Maryam dan dialah satu-satunya istri Ahmad Hassan, yang
darinya memperoleh tujuh orang anak, yaitu Abdul Qodir, Jamilah, Abdul Hakim,
Zulaikha, Ahmad, M. Sa‟id, dan Manshur. Beliau meninggal dunia pada 10 November
1958, Ahmad Hassan bandung di Bangil. [3]
Demikianlah
latar belakang keluarga dan lingkungan yang mempengaruhi kehidupan Ahmad Hassan
Bandung.
2. Riwayat Pendidikan
Ahmad
Hassan memulai pendidikannya di kampung Kapur, Singapura. Hassan pertama kali
memperoleh pendidikan agama langsung dari orang tuanya. Ayahnya menekankan
pentingnya ilmu agama dan penguasaan bahasa kepada Hassan. Pada usia 7 tahun,
Ahmad Hassan Bandung mulai belajar Agama. Pertama kali belajar Alquran dengan
seorang guru perempuan selama 2 tahun lamanya. Kemudian masuk sekolah Melayu,
belajar bahasa Arab, Inggris, Melayu dan Tamil. Usia 6 tahun ia belajar di
sebuah sekolah Melayu di jalan Arab, hingga tingkat 4. Pada usia yang sama,
Hassan juga mengikuti sekolah bahasa Inggris di Victoria Bridge School di
Geylang, sampai tingkat 4. Hassan tidak pernah menamatkan sekolah dasarnya di
Singapura.[4] Oleh ayahnya, A.Hassan dibina menjadi penulis
seperti halnya sang ayah yang merupakan pemimpin redaksi surat kabar “Nurul
Islam” di Singapura. Tidak hanya itu, A. Hassan diarahkan untuk berguru kepada
sejumlah tokoh ulama di Singapura pada masanya, seperti Muhammad Thaib, Said
Abdullah Al-Musawi, Abdul Lathif, Haji Hassan, dan Syekh Ibrahim India.
Dari sekian ulama
itulah bakat-bakat keulamaan A.Hassan terbina dan mulai terlihat di masa
mudanya. Di samping belajar, A. Hassan sejak muda ternyata sudah aktif
berdagang rupa-rupa dan bekerja di banyak tempat. Tercatat pula bahwa A. Hassan
pernah menjadi guru di sebuah Madrasah Islam. Kariernya berlanjut ketika dia
bekerja di sebuah media massa “Utusan Melayu” sebagai penulis rubrik keagamaan.
Disitulah kiranya A.Hassan mulai memberikan kontribusi dalam hal pemikiran keislaman
bagi umat Islam di semenanjung Melayu dan semakin kuat menampakkan profil keulamaannya.[5]
Ahmad Hassan juga dikenal sebagai
salah satu pemimpin Persis yang memiliki andil besar dalam memberikan orientasi
ajaran Islam dalam gerakan Persis. Pengetahuan dan pemahamannya tentang agama
Islam telah memberikan bentuk nyata dan karakter tersendiri bagi Persis,
sehingga kontribusi pemikiran Hassan telah menjadikan posisi organisasi Persis
sebagai kelompok modernis. Pada tahun 1936, dibawah naungan Persis, Ahmad
Hassan mendirikan lembaga pendidikan pesantren dengan nama Pesantren
Persatuan Islam di Bandung. Selama di Bandung Ahmad Hassan juga secara
rutin diundang di Majelis Fatwa Wattarjih al-Irsyad dan Majelis Tarjih
Muhammadiyah, keduanya organisasi reformis. Ahmad Hassan diundang untuk
membicarakan isu-isu dan permasalahan seputar agama Islam.
Tujuh belas tahun lamanya, Hassan
tinggal di Bandung dan menegakkan fahamnya dengan perjuangan yang tidak mudah
tetapi hasilnya cukup memuaskan. Pada tahun 1941, Hassan pindah ke Surabaya.
Kemudian di Bangillah Ahmad Hassan membuka percetakan kembali. Ahmad Hassan
kembali membuka sekolah Pesantren Persis dan pengajian-pengajian yang dilakukan
untuk umum. Selain itu, Ahmad Hassan juga selalu melakukan rutinitas seperti di
Bandung termasuk menulis untuk majalah dan buku, melakukan debat terbuka
membahas persoalan agama dan melakukan dakwah ajaran-ajaran Islam. Kesuksesan
Ahmad Hassan di kedua kota tersebut (Bandung dan Bangil) membuat ia dijuluki
dengan panggilan Hassan Bandung dan Hassan Bangil.[6]
3.
Karya- karya Ahmad Hassan
Kontribusi yang diberikan Ahmad Hassan sebagai seorang yang
memiliki potensi, kemampuan memahami dan mengerti ajaran-ajaran Islam, ditambah
lagi dengan semangat juangnya untuk mengembalikan umat Islam kepada Alquran dan
Sunnah, semuanya itu terealisasi dengan berbagai tulisannya. Hassan banyak
menulis berbagai artikel dalam majalah-majalah yang ia dan Persis terbitkan.
Majalah yang pernah menerbitkan tulisan-tulisan Hassan adalah majalah Pembela
Islam, al-Fatwa, al-Lisan, Majalah Aliran Islam, Lasykar Islam, Daulah
Islamiyyah, Suara Ahlu Sunnah Wal Jamaah, al-Hikam, al-Muslimun, Risalah dan
Pandji Islam.
Karya tulisnya dalam bentuk buku buku antara lain Apa Dia Islam?
dan Ringkasan Islam, Risalah al-Madzhab, Ijma’, Qiyas, Madzhab,
Taqlid, Halalkah Bermadzhab?, Djawaban Kepada Alwi bin Thahir al-Haddad,
Mendjawab Buku Bantahan Tuan Hadji Husain Al-Habsji, Verslag Debat Taqlid dan
al-Boerhan. Dan karya terpenting Hassan tentang Alquran adalah Tafsir
al-Furqan.
Selain itu, karya lain Ahmad Hassan adalah at-Tauhid, al-Iman,
dan Adakah Tuhan?, dan Bybel-Bybel. Hassan juga menerjemahkan kitab Bulughul
al-Maram min Adillat al-Ahkam karya al-Hafizh Ahmad ibn „Ali ibnu Hajar
al-„Asqalani dengan judul Tarjamah Bulughul Maram. Dan karya tulis Ahmad
Hassan yang lain al-Mukhtar, Muhammad Rasul?, dan an-Nubuwwah, Risalah
Ahmadiyah, Islam dan Kebangsaan, Membudakkan Pengertian Islam,
Kedaulatan, Mereboet Kekoeasaan, dan Pemerintahan Tjara Islam, Soal-Djawab
dan masih ada beberapa buku lagi karyanya yang belum terbit.
Jadi, dari beberapa karya Ahmad Hassan yang disebutkan di atas,
tampaklah bahwa benar Ahmad Hassan seorang tokoh, ulama dan pemikir Islam yang
pantas untuk dikenal, baik secara kepribadiannya dan juga keilmuaannya.
Karya-karya darinya tentu telah sumbangsih, kontribusi dan manfaat yang luar
biasa bagi khazanah Islam dan intelektual Islam di Indonesia.[7]
Pada hari Senin, 10 November 1958, A. Hassan
meninggal dunia dalam usia 71 tahun. Ia mewariskan banyak pembaharuan
pemikiran Islam yang tidak ternilai harganya, ia salurkan pemikirannya lewat
debat dan karya tulisan-tulisannya. Karya tentang berbagai tema keislaman masih beredar
dan menjadi bahan bacaan sebagai ilmu yang tak ternilai, karya tulis yang
paling fenomenal adalah Tafsir Al-Furqan.[8]
B. Sejarah Kitab Tafsir
Al-Furqan
1. Latar Belakang
Penulisan Kitab Tafsir Al-Furqan
Ketika A. Hassan datang ke tanah tanah Jawa pada
tahun 1921, yang bertepatan dengan keadaan di Indonesia ketika itu merupakan
masa-masa kebangkitan nasional yang sedang digencarkan di Indonesia. Indonesia
yang sudah lama di jajah oleh bangsa Eropa mulai gerah dengan sikap imperialis
mereka dan dengan berbagai kebijaksanaan politik yang dibuat oleh mereka.
Kebijakan politik tersebut ada tiga yaitu politik
etis, politik pintu terbuka, dan politik asosiasi. Semua kebijakan politik
tersebut apabila dilihat dari definisinya akan tampak menguntungkan bagi
Indonesia. Padahal sebaliknya, dari semua kebijakan politik yang dibuat
penjajah tersebut secara tidak langsung sangat merugikan dari segi kesatuan dan
mental bangsa Indonesia.
Pada akhirnya, rentan tahun 1900-1945 mulai bermunculan
gerakan atau organisasi-organisasi kemasyarakatan sebagai bentuk perlawanan
terhadap penjajah. Organisasi atau pergerakan mulai bermunculan dan mempunyai
ideologi yang sangat bervariatif. Organisasai-organisasi keislaman juga mulai
menunjukkan kiprahnya dalam menentang imperialisme barat. Mulai dari berdirinya
Serekat Islam, Muhammadiyah, PERSIS, Nahdlotul Ulama, Persatuan Ulama,
Persatuan Umat Islam dan organisasi keislaman lain yang menolak imperialisme
barat di tanah air. Dari semua organisasi keislaman yang ada ketika itu,
memiliki perbedaan pandangan ideologi, visi atau anggaran dasar yang berbeda.
Setelah ia tinggal cukup lama di Surabaya, namun
tidak ada perkembagan dari perekonomian dirinya, kemudian ia memutuskan pindah
ke Bandung pada tahun 1923 M dengan tujuan awal untuk belajar tenun. Semenjak
di Bandung ia berkenalan dengan tokoh-tokoh Persatuan Islam. Kemudian ia mulai
menetap di Bandung dan menjadi anggota resmi PERSIS pada tahun 1926 M. Ketika
mulai menetap di Bandung dan menjadi anggota PERSIS, A. Hassan kembali lagi
berdakwah kepada khayalak umum lewat ceramah maupun lewat karya tulisnya dan di
kota Bandung ia mulai usahanya dengan memulai mengarang karya tafsir yang
diberi nama Al-Furqan.
Tafsir Al-Furqan sebagai sebuah karya tulis hadir
ditengah-tengah ruang yang tidak hampa. Lingkungan sekitar (Keadaan
sosial-intelektual) turut mempengaruhi lahirnya tafsir, Mengingat keadaan
sosial-intelektual masyarakat Indonesia di awal abad 20 yang masih monoton
dengan satu referensi kitab tafsir, yaitu tafsir Jalalain dan sikap
kejumudan masyarakat saat itu. Tafsir AL-Furqan menjadi sebuah refleksi
dari gerakan pembaharuan yang diusung oleh A. Hassan.
Selain faktor sosial-intelektual, ada faktor ekonomi yang
memunculkan tafsir ini. Mengingat A. Hassan sebagai seorang wirausahawan yang
memiliki cukup banyak keahlian, mulai dari tenun, tambal ban, vulkanisir ban
dan keahlian dalam menulis. Semua bidang usaha sudah ia coba semuanya, namun
usaha yang dilakukannya selalu mengalami kegagalan, hingga akhirnya ia
memutuskan untuk menulis sebuah karya tafsir dan beberapa buku lainnya di kota
Bandung. Ternyata karya tafsir ini laku dipasaran dengan baik, dan dari hasil
penjulan tafsir inilah ia menghidupi keluarganya. Tidak heran apabila karya
tafsir ini laku dipasaran dengan baik, pasalnya tafsir ini memberikan
penafsiran yang memuaskan.[9]
Dalam hal lain ada dua
kategori yang meliputi latar belakang penulisan Tafsir Al-Furqan, yaitu:
1. Anggota persis memerlukan tafsir yang dapat digunakan sebagai
pegangan.
2. Tawaran dari Sa‟ad Nabhan, seorang pemilik usaha penerbitan buku
di Surabaya, untuk menerbitkan tafsirnya secara lengkap. Ahmad Hassan tidak
menyia-nyiakan kesempatan ini. segera Ia merampungkan kitab tafsirnya. [10]
2. Sejarah
Berkembangnya Tafsir Al-Furqan
Ahmad Hassan selama
hidupnya mempunyai beberapa karya tafsir seperti tafsir Al-Hidayah,
tafsir Surat Yasin dan tafsir Al- Furqan. Seiring berjalannya
waktu, karya tafsir yang masih eksis sampai sekarang ini adalah karya tafsirnya
yang berjudul Tafsir Al-Furqan. penulisan tafsir Al-Furqan dimulai
sejak tahun 1928 atau lebih tepatnya cetakan pertama dicetak pada bulan
Muharram 1347 H/ Juli 1928 dengan menggunakan bahasa Melayu bertuliskan latin.
Tafsir
Al-Furqan tergolong masuk ke dalam masa-masa awal sejarah
penerjemahan dan juga penafsiran al-Quran di Indonesia. Karya Ahmad Hassan itu
ditulis dalam beberapa waktu, tidak sekaligus langsung selesai dari bagian awal
sampai akhirnya. Tercatat bahwa bagian pertama Tafsir Al-Furqan terbit
pertama kali pada tahun 1928. Penerbitan bagian berikutnya terus berlanjut
sampai tahun 1941, tapi baru sampai pada Surah Maryam. Oleh karena kesibukan
penulis di dunia dakwah, pergerakan, dan pendidikan, tahap pengerjaan
selanjutnya baru dimulai kembali tahun 1953. Penulisan pada tahapan ini cukup
intensif sehingga rampunglah penerjemahan dan juga penafsiran al-Quran sehingga
dapat terbit pada tahun 1956. Inilah edisi lengkap pertama Tafsir Al-Furqan.
Karya ini kemudian menjadi media dan rujukan penting dalam perjuangan dan
dakwah Islam Ahmad Hassan yang pada masanya sudah sangat dikenal tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga di kalangan masyarakat muslim Asia Tenggara, seperti
Malaysia dan Singapura.
Tafsir
Al-Furqan ini terdiri dari 1 jilid. Penulisan tafsir ini
merupakan langkah pertama dalam sejarah penerjemahan al-Qur’an kedalam bahasa
Indonesia dalam kurun waktu 1920-1950’an. Bagian pertama tafsir ini diterbitkan
pada tahun 1928, sedangkan edisi kedua diterbitkan pada tahun 1941, namun hanya
sampai surat Maryam, sedangkan penyelesaiain tafsir ini selesai hingga tiga
puluh juz atas dukungan dan bantuan pengusaha Sa’ad Nabhan.
C.
Karakteristik
Tafsir Al-Furqan
Dalam
pendahuluannya, A.Hassan memberikan rambu-rambu tentang ayat-ayat samar dan
memberikan pengetahuan yang berkenaan dengan cara-cara yang ia gunakan dalam
menafsirkan ayat Alquran. Seperti arti kalimat, arti rangkaian, keterengan,
ringkasan, anggapan atau paham yang diikuti oleh A.Hassan. Arti kalimat
maksudnya adalah kosakata dari suatu ayat menggunakan arti dari ayat itu
(tekstaul) dan sering pula menggunakan makna kontekstualnya. Arti rangkaian
maksudnya adalah terjemah terhadap ayat yang dimaksud. Maksud keterangan adalah
penafsiran yang dilakukan oleh A. Hassan terhadap kalimat yang membutuhkan
penjelasan. Jadi, sistematiaka penulisan dalam tafsir cetakan tahun 1928 ini
ialah dimulai dengan kosakata ayat, kemudian menampilkan ayat sesuai dengan
mushaf ustmani, terjemahan ayat (tekstual maupun kontekstual), keterangan
atau penafsiran yang sesuai dengan nomer kecil di atas kalimat terjemahan.
Pengambilan arti kalimat dari tiap-tiap ayat
yang diterjemahkan menurut arti yang terpakai di ayat itu dan sering pula
diiringi dengan makna asalnya, kecuali apabila ada keterangan lain yang
menunjukkan adanya kalimat yang harus diberi makna isti’aroh (sindiran).
Kemudian dari tiap-tiap kalimat ayat yang kurang jelas maksudnya, diberi
penafsiran yang terang jelas dengan menggunakan angka kecil yang ada dipinggir
kalimat yang kurang jelas tersebut. Setelah itu diberikan ringkasan supaya
mudah dipahami oleh khayalak umum, maka di akhir-akhir ayat diberi ringkasan,
dan ringkasan ini terkadang dirangkap dijadikan satu, kemudian ditaruh sesudah
atau sebelum penjelasan ayat.
Dalam
tafsir Al-Furqan tahun 1928, A. Hassan juga memberi tambahan keterangan
yang diambil dari ayat-ayat Taurat (Perjanjian Lama), Injil (Perjanjian Baru),
dan Injil Barnaba. Alasan A. Hassan mengutip ayat dari kitab-kitab tersebut
adalah hanya sebagai penambah keterangan atau penambah kesaksian saja dari
kitab-kitab tersebut dan yang ia ambil dari kitab-kitab tersebut yang sepaham
dengan ayat Alquran saja. Penyajian redaksi penafsiran pada tafsir Al-Furqan
(1928 M) memeberikan redaksi dan sistematika penulisan tafsir yang lebih
luas bahasannya, lebih terperinci. [11]
Sebelum
menampilkan redaksi ayat Alquran, A. Hassan terlebih dahulu menampilkan kosa
kata per kata dalam suatu ayat. Setelah itu ia menampilkan ayat Alquran dan
memberikan terjemah tafsiriyah terhadap ayat Alquran. Ketika menerjemahkan
suatu ayat Alquran, A. Hassan memberikan nomer kecil di pojok kanan atas
terhadap kata atau kaliamat Alquran yang dirasa kurang jelas maksudnya. Kata
yang diberikan nomer pojok kanan tersebut kemudian ia tafsirkan dengan secara
rinci, luas pembahasannya dan ada juga beberapa ayat Alquran yang dibumbui
dengan isra’iliyat untuk menambah kesaksian yang diambil dari kitab suci
sebelumnya. Di bagian akhir penafsiran ia memberikan ringkasan dari
penjelasannya terhadap tafsir ayat Alquran. [12]
Tafsir Al-Furqan
yang ditulis oleh A. Hassan mengalami dua kali perubahan penulisan, yaitu
pada tahun 1928 dan 1956. Perubuhan tersebut berdampak pada metode penafsiran
tafsir Al-Furqan. pada tanggal 26 April 1956 di Bangil, Pasuruan,
setelah seorang pengusaha bernama Sa’ad Nabhan yang menawarkan kepada A. Hassan
untuk menulis kembali tafsir Al-Furqan dari awal. Penulisan ulang dari
awal disetujui oleh A. Hassan, mengingat keadaan ekonomi keluarga setelah
pindah dari Bandung ke Pasuruan yang serba kekurangan, maka demi terwujudnya
cita-cita suci untuk menerbitkan tafsir ini, ia mulai menulis ulang tafsir Al-Furqan
kirakira pada tahun 1953 dan naik cetak pada tahun 1956. Dengan waktu yang
relatif singkat ia mampu menyelesaikan tafsir lengkap 30 juz, dan penjualan
tafsir cetakan tahun 1956 ini di terbitkan oleh banyak penerbit, contohnya CV. Diponegoro,
Penerbit Ikhwan Surabaya, Tintamas Jakarta, dan UD. Pustaka Tamam Bangil.
Dalam
pendahuluan cetakan tahun 1956, A. Hassan mengungkapkan adanya perbedaan dalam
hal penulisan dan sistematika pembahasan tafsir yang ia susun kembali mulai
dari awal. Cetakan tahun 1956 dari tafsir Al-Furqan ini menyajikan
penafsiran ayat Alquran dengan metode yang lebih umum dan ringkas, dan yang
terpenting dalam versi kedua ini A. Hassan ingin menerangkan arti tiap-tiap
ayat, supaya pembaca bisa paham maknanya dengan mudah. Versi kedua ini sudah
ditulis lengkap 30 juz Alquran, berbeda dengan versi pertama yang hanya sampai
surat al-Maryam. Dalam versi kedua, Ahmad Hassan melakukan penulisan terhadap Tafsir
Al-Furqan tersebut ayat-ayat al-Qur‟an
ditulisnya di sebelah kanan. Dan terjemahan ditulisnya disebelah kiri halaman.
Ahmad
Hassan mempunyai cara penulisan yang berbeda dengan ulama tafsir lainnya.
Misalnya dalam penulisan nomor pada ayat dalam surat al-Faatihah. surat al-Faatihah
menurut Ahmad Hassan terdiri dari 7 ayat. Ia memulai nomor ayat pertama pada
ayat alhamdu lillaahi rabbi al-‘alamiin. Sementara kalimat bismillaahi
rahmaani al-raahim tidak diberi nomor ayat. Dan setiap menulis awal surah,
beliau menjelaskan arti dari surah tersebut dengan menggunakan bahasa dan
tulisan yang mudah dipahami.
Kemudian
dalam menulis tafsirnya tersebut Ahmad Hassan meberikan nomor footnote atau
catatan kaki terhadap kata-kata atau ayat-ayat yang memerlukan penafsiran, yang
diletakkan dibagian bawah sebelah kiri, footnote dari awal sampai akhir
terdapat sebanyak 4547. Footnote yang terdapat pada bagian bawah sebelah kiri
lembaran kitab, merupakan sebagai tafsir dari kata-kata yang memerlukan
penafsiran dalam kitab tafsirnya tersebut. Penggunaan footnote dilakukan oleh
sang penulis untuk memberikan keterangan tambahan bagi ayat-ayat yang
diterjemahkan secara harfiah di bagian inti halaman. Catatan kaki itulah yang
berisi penafsiran sang penulis terhadap
ayat al-Qur’an dan ditulis dengan bahasa pribadi dan berbeda dengan bahasa
terjemahan. Beliau juga menggunakan akal (ra’yu) dan ilmu pengetahuan yang
sedang hangat terjadi pada masa itu, seperti tentang kejadian bumi, alam
semesta dan lain sebagainya. Pada bagian itulah tampak pjmk,emikiran dan
pendapat Ahmad Hassan dalam menjelaskan pemahamannya terhadap ayat-ayat al-Qur’an
kepada pembaca.[13]
Bila
dibandingkan dengan karya sejenis pada masa awal penerbitannya, Tafsir
Al-Furqan memiliki kekhasan tersendiri. Dalam bagian Pendahuluan, misalnya,
sang penulis menguraikan berbagai hal yang dibagi ke dalam 35 pasal, mulai dari
riwayat singkat proses penulisan karyanya, keterangan ringkas tentang
metodologi penerjemahan (dan juga penafsiran), sejarah, isi al-Qur‟an,
gramatika Arab, makna konsep-konsep tertentu dalam Alquran, hingga glosarium
yang berisi beberapa kata atau konsep penting dalam al-Qur’an.
Dalam
terbitan edisi tahun 1960-an, Ustadz Abdul Qadir, sang putra tertua Ahmad
Hassan, menambahkan bagian “Petunjuk Pencarian Kata dalam Qur’an”, semacam
indeks sederhana yang berisi panduan pencarian beberapa kata dan posisinya
dalam surah-surah al-Qur’an. Bagian Pendahuluan diakhiri dengan pencantuman
daftar isi surah dalam al-Qu’an dalam tulisan Arab maupun latin, dan tak
ketinggalan daftar isi juz dalam al-Qur’an.
Ahmad
Hassan merancang tata letak halaman dengan cukup baik. Setiap surah dimulai
dengan penulisan nama surah dalam bahasa Arab dan artinya dalam bahasa
Indonesia. Ada pula keterangan nomor urut surah dalam al-Qur’an, jumlah ayat,
dan tempat turun surah tersebut. Dalam hal penulisan ayat al-Qur’an dan
terjemahannya, sang penulis menempatkan ayat dalam tulisan Arab di
bagian kanan halaman berbentuk kolom dan terjemahan setiap ayat diletakkan di
sebelah kiri sejajar dengan tulisan Arab ayat al-Qur’an.[14]
Adapun jika kita lihat sebenarnya metode penerjemahan harfiah
ini adalah merupakan bagian dari pada metode ijmali(global), yaitu sebuah
metode penafsiran yang mencoba menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas
dan padat tetapi mencakup global. Penulisan tafsir ini merupakan langkah awal
dalam sejarah penerjemahan Al-Qur’an kedalam bahasa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tafsir
Al-furqan adalah karya yang ditulis oleh seorang tokoh ulama Persis yaitu Ahmad
Hassan, yang ditulis sejak tahun
1928-1956. Tafsir yang berbahasa Indonesia ini merupakan tafsir pertama kali
yang ditulis pada abad ke 20 zaman kemerdekaan.
Latar
belakang penulisan tafsir Al-Furqan adalah selain karena permintaan masyarakat
pada waktu itu, juga karena faktor ekonomi yang mana hasil penjualan tafsir ini
dapat menghidupi keluaga Ahmad Hassan.
Tafsir
ini sangat diterima di masyarakat karena cara penafsirannya yang singkat, jelas
dan padat sehingga mudah dipahami oleh masyarakat. Metode penerjemahan harfiah ini adalah merupakan bagian dari
pada metode ijmali(global), yaitu sebuah metode penafsiran yang mencoba
menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas dan padat tetapi mencakup
global.
DAFTAR
PUSTAKA
Aisyah,
Siti, Pemikiran Ahmad Hassan Bandung Tentang Teologi Islam, (Medan:
Al-Lubb, 2017)
Djaja, Tamar, Riwayat Hidup A. Hassan,
(Jakarta: Mutiara)
Hizbullah,
Nur, Ahmad Hassan: Kontribusi Ulama Dan Pejuang Pemikiran Islam Di
Nusantara Dan Semenanjung Melayu, (Jakarta: Al Turas, 2014)
Huda,
Alamul, pemikiran Islam Puritan dalam Tafsir Al-Furqan Karya Ahmad Hassan,
(Surakarta: 2017)
O. Santoso, Kholid, Manusia Di Panggung Sejarah;
Pemikiran dan Gerakan Tokoh-Tokoh Islam, (Bandung: Sega Arsy, 2009)
[1]
Nur Hizbullah, Ahmad Hassan: Kontribusi
Ulama Dan Pejuang Pemikiran Islam Di Nusantara Dan Semenanjung Melayu, (Jakarta:
Al Turas, 2014) Hal. 43
[2]
Ibid,
Hal.44
[3]
Siti Aisyah, Pemikiran Ahmad Hassan Bandung Tentang Teologi Islam,
(Medan: Al-Lubb, 2017), hal.50
[4]
Ibid, Hal. 51
[5]
Nur Hizbullah, Hal.45
[6]
Siti aisyah, Hal. 52-53
[7]
Ibid, Hal. 53
[8]
Kholid O. Santoso, Manusia Di Panggung Sejarah; Pemikiran
dan Gerakan Tokoh-
Tokoh Islam, (Bandung: Sega
Arsy, 2009), Hal.100
[9]
Tamar
Djaja, Riwayat Hidup A. Hassan, (Jakarta: Mutiara), Hal. 23
[10]
Alamul Huda, pemikiran Islam Puritan
dalam Tafsir Al-Furqan Karya Ahmad Hassan, (Surakarta: 2017). Hal.45
[11]
A. Hassan,
Tafsir Al-Furqoen, (Bandung: Persatuan Islam, 1928), II.
[12]
43 Ibid,...II.
[13]Aklamul
Huda,hal. 45
[14]
ibid, Hal 47