BAB II
PEMBAHASAN
Tasawuf di Indonesia
A.Abdul Shamad
Al-Falimbani
1.Sejarah Hidup
Abdul Shamad adalah
putra Syeikh Abdul Jalil ibn Syeikh Abdul Wahab ibn Syeikh Ahmad
al-Mahdani.Al-Falimbani lahir di Palembang sekitar tiga atau empat tahun
setelah 1112 H.Ayahnya dari Yaman dan merupakan orang Arab yang setelah tahun
1112 H/1700 M di angakat menjadi Mufti Negeri Kedah dengan istrinya Radin Ranti
di Palembang[1].Menurut
kitabnya, Sir al-Salikin baru ditulisnya tahun 1192 H/1779 M, ketika ia
berusia sekitar 75 tahun.
Pada tahun 1178 H/1764
M beliau menulis kitabnya yang pertama,tentang ilmu tauhid yaitu Zuhrat
al-Murid fi Bayan Kalimat Tauhid yang berisi tentang ringkasan
kuliah-kuliah tauhid yang diberikan di Masjidilharam oleh Ahmad ibn Abd
al-Mun’im al-Damanhuri dari Mesir. Kemudian sepuluh tahun sesudah itu yakni
tahun 1188 H/1774 M atas permintaan Sultan Palembang,Najmuddin diminta untuk
menulis mengenai hakikat iman dan hal-hal yang dapat merusaknya.Untuk memenuhi
permintaan itu beliau menulis Tuhfat Al-Raghibin Fi Bayan Haqiqah Imam
al-mu’minin wa Ma Yufsiduhu fi Riddah al-Murtaddin.Sebelum itu, pada tahun
1765 karyanya berjudul Nasihat al-Mu’minin fi Fada’il al-jihad fi Sabil
Allah wa Karamat al-Mujahiddin fi Sabil Allah. [2]
Berkaitan dengan ajaran
tasawufnya,Syeik Al-Falimbani mengambil jalan tengah antara doktrin tasawuf
Imam Al-Ghazali dan tasawuf wahdatul
wujud Ibnu Arabi, bahwa manusia sempurna(insan kamil) aadalah manusia yang memandang hakikat Yang
Maha Esa itu dalam fenomena alam yang serba aneka dengan tingkat makrifat
tertinggi.Beliau memberikan tekanan dalam dalam tasawufnya lebih banyak pada
penyucian pikiran dan perilaku moral daripada pencarian mistisisme dan
filosofis.Hal ini menunjukkan bahwa tasawufnya lebih merupakan tasawuf
akhlaki atau tasawuf amali yang bernuansa sunni daripada tasawuf
falsafi
Di Nusantara khususnya
Indonesia, pengaruh Al-Falimbani dianggap cukup besar, khususnya yang berkaitan dengan ajaran tasawuf.Banyak
karya-karya beliau yang membahas tentang ajaran tasawuf tersebut.Beliau
meninggalkan Palembang,dan mengambil keputusan dan semata-mata memohon petunjuk
kepada Allah dan kembali ke Mekkah.Dan persoalan kaum muslimin Indonesia yang
lebih besar adalah persoalan agama.Selama beliau berada di Mekkah beliau selalu
berhubungan dengan jama’ah haji dan penuntut-penuntut ilmu yang datang dari
seluruh Kepulauan Indonesia, dan oleh karena itu beliau mendapat kesan bahwa
tasawuf adalah bentuk ajaran agama yang paling disenangi di Indonesia,tetapi
dalam hal itu pula kaum muslimin sering tersesat, sehingga beliau merasa
terpanggil untuk menerjemahkan kitab-kitab tasawuf yang dapat memberi bimbingan
yang benar dan efektif bagi para penggemar tasawuf yang belum memiliki dasar
pengetahuan yang kuat.
Pada awal tahun1192H/1778 M,beliau selesai
menerjemahkan Bidayat al-Hidayah karangan Al-Ghazali ke dalam bahasa
Melayu dengan judul Hidayat Al-Salikin dengan menambahkan di dalamnya
soal-soal yang dianggapnya sangat perlu diketahui oleh setiap muslim.Pada tahun
1193 H/1779 M beliau menerjemahkan kitab Al-Gazhali yaitu Ihya ulumuddin
dengan judul Sair al-Salikin.Jalan yang ditempuh oleh orang-orang sufi terdiri
dari ilmu dan amal seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Gazhali,karena makrifah
yang dicapai melalui jalan itu bukan sejenis ilmu yang dapat dipelajari dari
seorang guru.
Di dalam kitabnya Sair
Al-Salikin menyebutkan bahwa Wujud Allah Ta’ala dapat dikenal dengan tujuh
martabat yaitu martabat Ahadiyah, martabat Wahdah, martabat Wahidiyah,
martabat Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam dan martabat Insan[3].
Mengenai ilmu tasawuf
yang diajarkan oleh Abdul Shamad Al-Falimbani, Muhammmad Chotib Quzwain
melakukkan penelitian tentang Al-Falimbani.Ilmu tasawuf menerangkan suatu
proses kemajuan kehidupan rohani manusia yang mencari Allah.Orang yang mencari
Allah disebut salik yaitu orang yang berpergian di jalan Allah.Salik itu
harus berjalan dengan langkah-langkah tertentu yang disebut dengan tarekat yang
menuju ke satu tujuan yaitu mendekatkan diri kepada Allah[4].Dari
tarekat tersebut untuk menuju dekat dengan Allah harus melalui tingkatan yang
lebih tinggi yaitu makrifah dan hakikat.Langkah-langkah tersebut
merupakan disiplin rohani bagi orang sufi dan mereka harus bertobat yaitu
karena sadar akan dosa yang telah diperbuatnya dan bertekad tidak akan berbuat
dosa lagi.Kemudian faqir yaitu sanggup menderita agar dapat memperoleh
ketenangan jiwa dalam hidup ini dan akhirnya dapat masuk surga.Dan langkah yang
terakhir adalah melawan hawa nafsu, sebab hawa nafsu itu merupakan penggoda
dalam perjalanan hidup manusia.Apabila berhasil melawan hawa nafsu dan
mengalahkannya,maka tercapailah tingkat kepuasan (rela) dan menyerah
kepada Allah SWT (tawakkal).
Syeik Al-Falimbani
mengikuti Tarekat Sammaniyah melalui Syeikh Muhammad Al-Samman.Dan Al-Falimbani
belajar suluk kepada Syeikh Samman bersama-sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad
al-Banjari yang merupakan salah seorang teman akrabnya yang sama-sama belajar
di Mekkah.Al-Falimbani, Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis dan Abdur Rahman dari Jakarta
adalah empat serangkai dari Indonesia sama-sama belajar di Mekkah,kemudian di
Madinah, dan pada tahun 1186 H/1772 M mereka pulang menuju kampung halaman masing-masing.
Sulit sekali menemukan tahun pasti
wafatnya Syeikh Abdul Samad. Menurut Dr M Chatib Quzwain dalam bukunya Mengenal
Allah Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasauf Sheikh Abdus Shamad al-Palimbani
pada tahun 1244 H atau 1828 M dikatakan umur Syekh Abdul Samad 124 tahun.Sementara
Dr. Azyumardi Azra menulis bahwa rentang masa hidup Al-Palimbani adalah dari
dasawarsa pertama hingga akhir Abad ke XVIII. Al-Baythar menyatakan
Al-Palimbani meninggal setelah 1200 H atau 1785 M. Tetapi kemungkinan besar dia
meninggal setelah 1203 H atau 1789 M, setelah dia menulis karya terkenalnya Sair
Al-Salikin. Berdasarkan sumber di Jedah, dia dikatakan terbunuh dalam
perang melawan Thailand pada 1244 H atau 1828 M.Dr. M. Chatib Quzwain menyebut
bahwa makam Syekh Abdul Samad di Palembang, tapi di Palembang belum didapatkan
informasi di mana makamnya di Palembang. Sedangkan Dr. Azyumardi Azra menulis
bahwa beliau meninggal di Arabia.
2.Karya-Karya
Abdul Shamad Al-Falimbani
a.Zuhrat al-Murid fi Bayan Kalimat al-Tauhid
b.Nasihat
al-Muslimin wa Tadzkirat al-Mu’minin fi Fadail al-Jihad fi Sabilillah wa
Karamat al-Mujahidin fi sabillah
c.Tuhfat
al-Raghibin fi Bayan Haqiqah Imam al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu fi Riddah
al-Murtaddin
d.Al-Urwah
al-Wusqa wa silsilatu Uli al-ittiqa
e.Hidayat
al-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin(1192/1778)
f.Ratib Abd
al-Shamad
g.Sair
al-Salikin ila ibdati Rabb al-‘Alamin
h.Zad
al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-‘Alamin
B.Muhammad
Nafis Al-Banjari
1.Sejarah
hidup
Muhammad Al-Nafis al-Banjari lahir pada
1148H/1735M di Martapura,Kalimantan Selatan dari keluarga bangsawan Banjar,dan
wafat pada 1812 M.Pendidikan awalnya ditempuh di kampung halamannya lalu
melanjutkan studinya ke Mekkah.Nama lengkap beliau adalah Syeikh Muhammad
al-Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari,beliau mendapatkan gelar kehormatan
dengan sebutan “Maulana al-Allamah al-Fahhamah al-Mursyid ila thariqi
salamah”(yang mulia, yang berilmu tinggi,yang terhormat,pembimbing
keselamatan).Dan juga beliau berhasil mencapai gelar”syeikh al-mursyid”
gelar yang menunjukkan bahwa beliau diperkenankan mengajarkan dan meyebarkan
ilmu tasawuf dan tarekatnya kepada orang lain.Beliau hidup satu masa dengan
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari,pengarang kitab Sabil
al-Muhtadin. Walaupun sama-sama berasal dari Banjar namun, Muhammad Nafis
lebih memfokuskan hidupnya dalam bidang kesufian.
Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari berusaha
membersihkan diri zhahirnya dan batinnya dengan rajin mengamalkan keseluruhan tarekat
dengan saksama dan tekun.Pengetahuan kesufian beliau dapatkan dari guru-guru
beliau seperti:
a.Syeikh Abdullah ibn Hijazi
as-Syarqawi al-Azhari(1150-1227 H/1737-1812 M)
b.Syeikh Shiddiq ibn Umar Khan
c.SyeikhMuhammad ibn Abd al-Karim
Samman Al-Madani
d.Syeikh Abd al-Rahman bin Abd Aziz
al-Maghribi
e.Syeikh Muhammad ibn Ahmad
Al-Jauhari
Muhammad Nafis,seperti kebanyakan ulama Melayu
Indonesia bermazhab Syafi’i dan berteologi Asy’ari.Beliau berafiliasi dengan
beberapa tarekat yaitu Qadariyyah, Syattariyah, Sammaniyah,Khalwatiyah dan
Naqsabandiyah.Beliau juga merupakan ahli kalam dan tasawuf, karyanya al-Dur
al-Nafis,menekankan transendental mutlak dan keesaan Tuhan.Beliau menolak
pendapat Jabariyah yang mempertahankan determinisme fatalistik.Menurut pendapat
Nafis,kaum muslimin harus berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik.Buku
beliau dilarang beredar oleh Belanda
dikhawatirkan akan mendorong umat islam untuk melakukan jihad[5].
Syeikh Muhammad
Nafis merupakan seorang sufi yang berpaham sama dengan pendapat Syeikh
Muhyiddin bin al-Arabi.Walaupun beliau mendapat gelar tinggi di kalangan
pencinta sufi di zamannya,namun beliau tidak meninggikan diri,hal ini terlihat
dalam tulisan beliau “Dan yang menghimpun risalah ini hamba yang fakir lagi
hina, mengaku dengan dosa dan taqshir, lagi yang mengharap kepada Tuhannya yang
Maha Kuasa, yaitu yang terlebih fakir dari pada segala hamba Allah Taala yang
menjadikan segala makhluk yaitu Muhammad
Nafis ibn Idris ibn Husein,di Negeri Banjar tempat jadi,dan di Negeri
Mekkah tempat diamnya,Syafi’i akan mazhabnya,yaitu pada fiqih.Asy’ari akan
iktikadnya yaitu pada usuluddin.Junaid ikutanya,yaitu pada ilmu
tasawuf.Qadariyah adalah tarekatnya, Syattariyah adalah pakaiannya,
Naqsabandiyah adalah amalnya, Khalwatiyah adalah makanannya, Sammaniyah minumanya”,demikianlah tulisan
Muhammad Nafis pada kitab al-Durr al-Nafis.
Muhammad Nafis
al-Banjari menghasilkan sejumlah buku mengenai tasawuf.Adapun buku-bukunya
antara lain Kanz al-Sa’adah fi bayan istilahat al-Sufiyyah(suatu buku
yang menjelaskan istilah-istilah sufi) dan al-Durr al-Nafis fi bayan wahdah
al-Af’al wa al-Asma’ wa al-Sifat wa al Dzat(Pemata berharga tentang kesatuan
perbuatan,nama,sifat dan dzat),atau sering disebut dengan al-Durr al-Nafis(permata
berharga) yang ditulis dalam bahasa Melayu dan huruf jawi.Dalam buku tersebut
banyak terdapat ayat-ayat Al-Quran dan Hadis dengan tafsiran tasawuf.Secara
garis besar buku tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
pendahuluan,bagian isi yang menjelaskan maqam yang didahuli oleh seorang
sufi,bagian penutup.
Bagian pendahuluan terbagi atas dua pokok
pembahasan.Pembahasan pertama menjelaskan tentang hal-hal yang merusak seorang salik.Syeikh
Muhammad Nafis bin Idris al-Banjari menjelaskan perkara-perkara yang
membatalkan suluk sangatlah banyak:
a.Kasl yaitu malas melakukan
ibadah dalam keadaan mampu.
b.Futur yaitu lemah beribadah
karena hati bimbang dengan tergoda oleh kehidupan duniawi.
c.Malal
yaitu merasa jemu dan merasa tidak puas beribadah karena sesuatu yang
dimaksudkan belum juga berhasil.Apabiala terjadi yang demikian dikarenakan oleh
kurang iman,lemah keyakinan,buta mata hati dan mengikuti hawa nafsu[6].
Dan pokok pembahasan
kedua dari pendahuluan tersebut adalah berisi penjelasan-penjlasan tentang
hal-hal yang bisa mengakibatkan gagalnya seseorang dalam mencapai tujuan(Allah
SWT). Adapun yang menghalangi seorang salik untuk sampai kepada Allah
diantaranya:
1.Syiri khafi yaitu syirik
yang tersembunyi
2.Riya’ yaitu memeperlihatkan
ibadahnya kepada orang lain
3.Sum’ah yaitu
memperdengarkan ibadahnya kepada orang lain agar ia merasa diagungkan
4.Ujub yaitu mengagumi
dirinya banyak berbuat ibadah
5.Berhenti beribadah karena merasa
dirinyan itu telah sampai kepada Allah
6.Yang
menghalangi yaitu merasa bahwa ibadahnya itu hasil perbuatan dirinya sendiri
dan dia tidak tampak bahwa perbuatan itu adalah suatu nikmat dari Allah.
7.Dinding/hijab yaitu yang terjadi karena cahaya perhiasan
dan keindahan.Karena si salik telah dapat memandang cahaya,perhiasaan dan
keindahan ibadahnya dia pun berhenti melakukan ibadah lantaran sukacita,dia
lupa Allah karena khayalnya.
Dalam bagian kedua
terdapat empat pasal atau tahap.Menurut Muhammad Nafis,keesaan Tuhan(Tauhid)
terdiri atas empat tahap yaitu tauhid af’al(kesaan perbuatan Tuhan),tauhid
al-Shifat(keesaan sifat-sifat Tuhan),tauhid al-asma’ (keesaan
nama-nama Tuhan) dan tauhid al-Dzat (keesaan dzat-dzat Tuhan).Para
pencari kebenaran akan mengalami fana dan selama itu mereka akan dapat mencapai
penyaksian dan penglihatan(musyahadah) esensi Tuhan.Seperti al-Palimbani, Muhammad
Nafis percaya bahwa Dzat Tuhan tidak dapat diketahui melalui melalui
pancaindera dan akal,melainkan hanya dengan kasyaf(intuisi langsung) sajalah
orang akan mampu menangakap Dzat Tuhan.
Dalam menjelaskan tauhid
af’al ini menurut Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari bahwa mazhab iktikad ada
empat.Pertama yaitu muktazilah yaitu golongan yang tidak mengakui bahwa
Allah melakukan perbuatan, tetapi yang berbuat itu adalah hamba itu sendiri,dan
perbuatannya itu memberi bekas akibat perbuatannya itu.Kedua adalah Jabariyyah
yaitu mereka beri’tikadkan sekalian perbuatan itu disandarkan kepada Allah
semata-mata.Ketiga Ahl Sunnah wa al-jamaah yang mengakui bahwa seluruh
perbuatan daripada Allah akan tetapi harus adanya usaha dan ikhtiar dari sang
hamba.Dengan usaha dan ikhtiar itulah seorang hamba itu melakukan kegiatan.Pada
mazhab ini juga tergantung terhadap hukum syara’,usaha dan ikhtiar itu tiadalah
memberi kesan kepada hakikatnya.Yang memberi kesan dan bekas tindakan itu
adalah Allah SWT.Disebut juga dengan mazhab Al-Asy’ariyyah.Keempat yaitu mazhab
Ahl kasyaf yaitu mereka yang telah terbuka tirai dari alam nyata menuju
alam yang batin.Tauhid af’al merupakan maqam pertama yang harus dilalui oleh
seorang salik(pejalan menuju Tuhan)
Adapun tentang tauhid
asma, Muhammad Nafis al-Banjari menyebutkan bahwa segala nama pada
hakikatnya bersumber pada Allah SWT. Pada hakikatnya apa pun yang dapat
dinamakan dan yang bernama maka semuanya itu adalah nama milik/kepunyaan Allah.
Maqam tauhid asma adalah maqam yang kedua dan harus dijalani oleh salik.Dan
maqam ini merupakan jenjang untuk meningkat ke maqam berikutnya.
Dan Tauhid Sifat
bahwa mengesakan Allah Taala pada sekalian sifat yang berdiri pada
Dza-Nya.Bahwa dengan Dialah fana sekalian sifat makhluk baik sifat diri pribadi
maupun sifat-sifat makhluk yang lainnya.Semua sifat seperti
Qudrah,Iradah,Ilmu,Hayat,Sama,Bashar, Kalam keseluruhannya itu adalah adalah
sifat Allah dan bukan sifat yang lainnya.Sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk
adallah bersifat semu.Pada tahap ini seorang salik sudah mencapai taraf baqa bi
sifat Allah(berada dalam sifat-sifat Allah) yang menimbulkan perasaan bahwa
pendengarannya adalah pendengaran Allah,penglihatannya adalah penglihatan Allah
SWT.perkataannya adalah perkataan Allah SWT,dan seterusnya. Dengan demikian
seluruh sifat Tuhan bertajalli dalam sifat-sifat manusia.
Dan selanjutnya Tauhid Dzat, menurut
Syeik Muhammad Nafis al-Banjari bahwa maqam inilah setinggi-tingginya
maqam,tidak ada yang lebih tinggi lagi dari mentauhidkan Dzat. Tidak ada yang
akan sampai pada mentauhidkan Dzat ini melainkan Rasullulah.Bahwa fanalah
sekalian Dzat yang baru ini dalam Dzat Allah.Inilah tujuan akhir setiap usaha
seorang sufi.Sufi yang mencapai peringkat ini akan melihat bahwa tidak ada yang
maujud(benar-benar ada) kecuali wujud Allah SWT.Wujud yang selain wujud
Allah fana(lenyap) di dalam wujud Allah.Kesimpulan dari maqam ini yaitu:
1.maqam
fana,memandang dan musyahadah akan empat perkara yaitu tauhid af’al,tauhid
asma,tauhid sifat,tauhid Dzat.
2.maqam baqa,yang terbagi menjadi
dua:
a.Syuhudu al-Kasrah fi al-Wahidah
yang artinya menyaksikan yang banyak dalam satu
b.Syuhudu al-Wahidah fi al-Kasrah
yang berarti menyaksikan yang satu dalam banyak[7]
Dalam bahasan tentang
Martabat Tujuh Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari sama persis dengan keterangan
Syeik Abd al-Shamad al-Palimbani di dalam Sair al-Salikin jilid II atau
tulisan Syeikh Daud bin Al-Fathani di dalam Manhal al-Shafi’ karena
semua itu dari satu sumber yaitu Tuhfat al-Mursalah karangan Syeikh Muhammad
bin Fadhlullah al-Burhanpuri al-Hindi.Pembagian Martabat Tujuh adalah Martabat Ahadiyah,Martabat
Wahdah,Martabat Wahidiyah ,Martabat Alam Arwah,Martabat Alam
Mitsal,Martabat Alam Ajsam danMartabat Insan.
Martabat orang yang sampai kepada Allah itu ada empat
macam, yaitu martabat ketika seseorang menjadi hamba Allah yang sebenarnya
,yaitulah orang yang beribadat dengan ikhlas bagi Allah dan tidak dikarenakan
oleh yang lain.Orang yang demikian dapai mencapai yakin.Martabat Af’al seorang
hamba yang melihat segala perbuatan yang da ada kesemuanya dariadalah perbuatan
Allah.Bahwa dia fana daripada perbuatan dirinya atau perbuatan makhluk
lainnya.Martabat Sifat-Nya yaitu memandang bahwa tiada yang hidup melainkan
hanya Allah SWT.Martabat Dzat-Nya yaitu orang yang musyahadah bahwa tiada yang
ada kecuali Allah SWT.
C.Abdullah
Al-Fathoni
1.Riwayat Hidup
Nama lengkap beliau
ialah al-Alim Allamah al-Arif ar-Rabbani Syeikh Wan Daud bin Syeikh Wan
Abdullah bin Syeikh Wan Idris (juga dikatakan Wan Senik) al-Fatani. Ibunya
bernama Wan Fathimah anak Wan Salamah bin Tok Banda Wan Su bin Tok Kaya Rakna
Diraja bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela bin Mustafa Datu Jambu (Sultan
Abdul Hamid Syah) bin Sultan Muzaffar Waliullah bin Sultan Abu Abdullah
Umdatuddin. Beliau yang lebih dikenali dengan panggilan Tok Syeikh Daud Patani
ini mempunyai lima beradik iaitu Syeikh Wan Abdul Qadir, Syeikh Wan Abdul
Rasyid, Syeikh Wan Idris dan seorang adik perempuan namanya Siti Khadijah bin
Abdullah al-Fathani.
Daud ibn Abdullah ibn
Idris al-Fatani lahir di Gresik sebuah
kota pelabuhan tua di Patani,tempat Maulana Malik Ibrahim,salah seorang Wali
songo diriwayatkan mengajarkan islam sebelum pindah ke Jawa Timur.Dia
memperoleh pendidikan awalnya dari ayahnya sendiri,lalu di beberapa pondok di
Patani,lalu di Aceh belajar dengan Muhammad Zein ibn Faqih Jala al-Din al-Asyi
selama dua tahun, ulama yang pernah belajar di Haramayn dan terkemuka di
Kesultanan Aceh pada masa ‘Ala al-Din Mahmud Syah.Dua karya al-Asyi yang
ditemukan adalah Bidayat al-Hidayah dan Kasyf al-Kiram
dipersiapkan di Mekkah dan diselesaikan
di Aceh[8].
Syekh Daud kemungkinan
besar menuju Haramayn dari Aceh dan di
Mekkah bergabung dengan ‘Ali bin
Ishaq Fatani dan Muhammad Shalih bin ‘Abd al-Rahman al-Fatani,al-Palimbani,Muhammad
al-Rasyad¸’Abd al-Wahhab al-Bugisi,Syekh ‘Abd al-Rahman al-Batawi,serta
Muhammad Nafis. Di antara semua teman-teman ini, Daud adalah yang termuda,dan
mereka membantunya belajar dengan para guru non-Melayu disana. Syekh Daud
belajar langsung dengan Al-Samani dan juga dengan ‘Isa bin Ahmad al-Barrawi bin
‘Isa bin Muhammad Al-Zubairi Al-Syafi’i Al-Qahiri Al-Azhari lebih dikenal
dengan Al-Barrawi,beliau adalah muhaddist dan faqih.
Daud al-fatani juga
belajar dengan ulama Mesir di Haramayn,misalnya dengan Al-Syarqawi,seorang
Syekh al-Azhar, tokoh pembaru dan guru dalam ilmu hadis,syariat,kalam, dan
tasawuf. Guru beliau lainnya yaitu al-Syanwani, yang ketika itu sebagai rektor
dan Syekh al-Azhar pengganti al-Syarqawi,daud belajar fiqih dan kalam darinya.
Di samping itu Daud juga belajar dengan Muhammad As’ad al-Hanafi al-Makki,Ahmad
al-Marzuqi al-Maliki dan Ibrahim al-Ra’is al-Zamzami al-Makki, yang dari Syeikh
Ibrahim ini beliau mengambil Tarekat Syaththariyyah dari Muhammad As’ad
al-Hanafi al-Makki.
Memerhatikan para guru
Daud al-Fatani, jelas pendidikan beliau lengkap dan komprehensif. Beliau tidak kembali ke Fatani
dan mengabdi dirinya mengajar dan menulis di Haramayn hingga akhir hayatnya di
Tha’if.Beliau sangat produktif,sedikitnya terdapat 57 karya tulis yang membahas
hampir semua disiplin Islam,namun sebagian karya tersebut belum dikaji secara
mendetail.
2.Karya-karyanya
Karya dari Abdullah al-Fathoni adalah
a .Bughyat
al-Thullab al-Murid Ma’rifat al-Ahkam bi al-Shawab yang membahas
ibadah(fiqh ibadah)
b. Furu
al-Masail wa ushul al-Masa’il yang membicarakan aturan-aturan dan
petunjuk-petunjuk dalam kehidupan sehari-hari.
c. Jami’
al-Fawa’id mengenai berbagai kewajiban antakaum muslimin dan non-Muslim.
d.Hidayat
al-Muta’allim wa ‘Umdat al-Muallim tentang fiqih secara umum.
e.Muniyyat
al-Mushalli tentang shalat.Nahj al-Raghibin fi Sabil al-Muttaqin
mengenai transaksi perdagangan.
f.Ghayah
al-Tarib mengenai faraid (warisan).Idah al-Bab li Murid al-Nikah bi
al-Shawab mengenai masalah-masalah yang berkaitan tentang perkawinan dan
perceraian[9].
Syeikh Daud al-Fatani merujuk kepada
kitab-kitab sepeti Minhaj al-Thalibin karya al-Nawawi,Fath al-Wahhab
karya Zakaria al-Anshari,Tuhfat al-Muhtaj karya Ibn Hajar al-Haytami dan
Nihayat al-Muhtaj karya Syams al-Din al-Ramli.Karya Syeikh Daud
Al-Fathoni yang berjudul Bughyat al-Tullab yang terdiri dari dua
jilid,masing-masing terdiri dari 244 dan 236 halaman, yang menjelaskan tentang
ibadah secara rinci dan buku ini sama populernya dengan Sabil al-Muhtadin
karya Muhammad Arsyad al-Banjari dan masih digunakan diwilayah
Melayu-Indonesia.
Furu’ al-Masail
adalah juga sebuah karya fiqih yang bercakupan luas.Karya ini merupakan
adaptasi dari karya Syams al-Din Ramli,al-Fatawa dan karya Husein ibn
Muhammad al-Mahalli Kasyaf al-Litsam dan ditulis dalam bentuk tanya
jawab.Beliau melalui karya-karyanya tersebut meskipun judulnya berbahasa arab
akan tetapi karya-karya tersebut ditulis dalam bahasa Melayu bertujuann untuk
agar kaum muslim mudah dalam memahami karya tersebut.Selain tentang fiqih beliau
juga ahli dalam tasawuf dan kalam, beliau juga banyak menulis buku dalam bidang
tersebut.Menurut Syeikh al-Fathoni, Imam al-Ghazali adalah bagaikan laut dalam
yang menyimpan mutiara-mutiara yang amat berharga,yang tidak terdapat dalam
laut lainnya.Dan menurut beliau, sufi terbesar setelah al-Ghazali adalah
al-Sya’rani.Oleh karena itu beliau mempertahankan doktrin Ibnu ‘Arabi yang sama
halnya seperti Sya’rani yaitu tentang wahdatul wujud dan tujuh tahapan
wujud dalam sebuah karya yang berjudul Manhal al-Shafi fi Bayan Rumuz
Ahl al-Shafi.
Beliau juga seorang yang produktif dalam
mengarang buku ilmu tasawuf sebagaimana alimnya beliau dalam bidang ilmu
fiqih.Krangan-karangan beliau diantaranya adalah:
a.Manhal
al-Shafi yaitu membahas tentang berbagai konsep dan pengertian dalam
tasawuf,sepeti tentang wahdatul wujud,martabat tujuh dan beberapa pengertian
kunci dalam perbendaharan kata-kata sufi.
b.Terjamahan Bidayatul Hidayah
c.Al-Qurtbathu ila Allah
d.Jam’ul Fawaid yang selesai
ditulis 1239 H
e.Minhaj al-Abidin selesai
tahun 1240 H
f.Kanzul al-Minan selesai
tahun 1240 H
Kitab Manhal al-Shafi disusun oleh Syeikh
Daud al-Fatani sangatlah tinggi nilai keilmihannya dalam bidang tasawuf,hal ini
terlihat dari kitab-kitab kajian beliau, seperti:
a.Manazil al-Insaniyah karya
Ibn al-Arabi
b.Tuhfat al-Mursalah dan
syarahnya.
c.Jawahir al-Ulum karangan
Syeikh Nuruddin al-Raniri
d.Sair al-Suluk ila Malik
al-Muluk karangan Syeikh Qaim Khan
e.Minah
al-Ilahiyyah karya Syeikh Abdul Mawahid Muhammad Zainal Abidin bin Muhammad
al-Ghamari
f.Hikam karya Ibnu
‘Atha’illah al-Iskandari
Didalam kitab Manhal
al-Shafi karangan Syeikh Daud al-Fathoni memberikan keterangan tentang
martabat tujuh lebih jelas dan mendetail jika dibandingkan dengan yang ditulis oleh Syeikh ‘Abdu
al-Shamad al-Palimbani di dalam Sair al-Salikin nya dan Syeikh Muhammad
Nafis bin Idris di dalam Durr al-Nafis nya.
Sheikh
Daud al-Fathani wafat dan dimakamkan di Taif. Kuburnya bersampingan dengan
kubur Saidina Abdullah bin Abbas iaitu sepupu Rasulullah SAW.. Tahun
kewafatannya juga belum diketahui dengan pasti. Tetapi ada yang berpendapat beliau
wafat sekitar tahun 1847 M, juga ada yang menyebut tahun 1265 H.
D.HAMKA
1.Riwayat Hidup
Beliau bernama Abdul Malik,lahir disebuah kampung yang bernama
Tanah Sirah desa Nagari Sungai Batang di tepi Sungai Maninjau Sumatera Barat
pada hari ahad pada tanggal 17 Februari 1908 M. Yang bertepatan 13 Muharram1326
H.Ayahnya bernama Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah dan ibunya bernama Safiah
Tanjung binti Zakariya( w.1939). Ayahnya,
Haji Rasul yang dikenal sebagai Doktor Syaikh Haji AbdulKarim Amrullah, adalah
orang yang berkecukupan, cerdas dan terpandang sebagaiulama besar sekaligus
tokoh pembaharu di Minangkabau. Doktor Haji AbdulKarim adalah pemimpin
pesantren”Sumatra Thawalib” di Padang Panjang.Dan setelah menunaikan ibadah haji, maka nama lengkap beliau adalah
Haji Abdul Malik ibn Abdul Karim Amrullah yang disingkat menjadi HAMKA.
Pada usia enam
tahun,Hamka kecil dibawa ayahnya ke
Padang Panjang,sewaktu berusia tujuh tahun ia dimasukkan ke sekolah desa dan
malamnya belajar ngaji pada ayahnya sendiri hingga tamat.Dari tahun 1916-1923
dia telah belajar agama pada sekolah-sekolah Diniyah School dan Sumatera
Tawalib di Padang Panjang dan Parabek[10].Guru-gurunya
pada waktu itu antara lain Syeik Ibrahim Musa Parabek,Engku Mudo Abdul Hamid
Hakim,Sutan Marajo, dan Syeikh Zainuddin Labay El-yunusi.
Di tahun 1924 ia
berangkat ke Yogya,dan mulai mempelajari pergerakan-pergerakan islam yang mulai
bergelora.Ia mendapatkan kursus pergerakan islam dari H.O.S
Tjokroaminoto,H.Fahruddin,RM Suryo Pranoto dan lain sebagainya.Pada tahun 1935
ia pulang ke Padang Panjang.Pada saat itulah mulai tumbuh bakatnya sebagai
pengarang.Buku yang mula-mula dikarangnya adalah Khatibul Ummah.Di
Padang Panjang ia dinikahkaan dengan Siti Raham binti Endah Sutan pada tanggal
5 April 1929.Pernikahan Hamka dengan Siti Raham berlangsung harmonis dan
bahagia.Dari pernikahannya dengan Siti Raham,Hamka memiliki beberapa putera dan
puteri yaitu Zaky,Fakhri,Azizah,Fathiyah, Rusdy,Aliyah,Afif,Syakib,Irfan dan
Hilmi.Setelah istrinya meninggal dunia,satu setengah tahun kemudian tepatnya
tahun 1973, ia menikah lagi dengan perempuan asal Cirebon yang bernama Hj.Siti
Khadijah. Semua pengalaman hidupnya meresap ke dalam jiwa dan
kemudian tampak dalam tulisan-tulisannya di kemudian hari,terutama karya sastranya.
Pada tahun 1928,
terbitlah buku romannya yang pertama dalam bahasa Minangkabau yang berjudul Si
Sabariyah.Waktu itu pula ia memimpin majalah “Kemajuan Zaman”.Di tahun 1929
keluarlah buku-bukunya antara lain Agama dan Perempuan,Pembela Islam,Adat
Minangkabau dan Agama Islam,Kepentingan Tabligh,Ayat-ayat Mi’raj dan lain
sebagainya.
Ketika berusia 12
tahun, orang tuanya bercerai, perceraian kedua orang tuanya ini merupakan
pengalaman yang pahit yang dialaminya.Tak heran, pada fatwa-fatwanya itu ia
sangat menetang tradisi kaum laki-laki minangkabau yang menikah lebih dari satu
perempuan(poligami),sebab menurut Hamka hal tersebut sangat berpotensi untuk
merusak ikatan dan keharmonisan rumah tangga.
Hamka adalah seorang
intelektual muslim Indonesia kontemperer dalam berbagai pemikiran islam.salah
satunya yaitu di dalam bidang ilmu tasawuf.Salah satu karya Hamka dalam bidang
ilmu tasawuf adalaah Tasawuf modern(1936).Dan respon masyarakat sangat baik
sehingga ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa tasawuf modern sebagai
obat yang dapat menentramkan jiwa.Dan beliau juga merujuk pada kitab-kitab
tasawuf klasik.Luasnya pengaruh tasawuf dalam hampir seluruh peradaban islam
menandakan bahwa tasawuf itu relevan dengan kebutuhan umat islam.Tasawuf
Modern Hamka sangatlah penting artinya bagi dunia saat ini,karena
masyarakat telah terperangkap dalam daya pikir rasional dan hedonis dalam
artian masyarakat hanya berfikir kehidupan duniawi saja tanpa menghiraukan ukhrawi.
Menurut beliau tasawuf adalah ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh
dan merupakan jantung dari keislaman. Oleh karena itu,sangat tepat jika
pendekatan tasawuf menjadi salah satu daya tarik diterimanya islam di
Indonesia.Tarekat-tarekat sufi sebagai institusi terorganisasi,memiliki peran
signifikan dalam masyarakat muslim yang besar,eksistensinya telah memainkan
pengaruh besar atas seluruh struktur.
Hamka juga
memperkenalkan konsep neo zuhud yaitu ajaran yang mengajarkan kecintaan
terhadap dunia yang tidak proposional merupakan kenistaan.Dalam buku Tasawuf
Modern,beliau mengutip perkataan K.H.Mas Mansur “ 80% didikan islam kepada
keakhiratan dan 20% keduniaan.Tetapi
kita lupa memenangkan yang tinggal 20% itu sehingga menjadi hina”[11]
Hamka berpendapat
bertasawuf bisa dilakukan sambil melakukan aktifitas duniawi bahkan sambil
berdagai sekalipun kita dapat bertasawuf pada waktu yang sama.Junaidi
Al-Bagdadi yang bergelar Syeikh At-Taifah membuka kedai kain di tengah kota
Bagdad, ia telah mempraktekakan bertasawuf sambil berdagang atau sambil bekerja[12].
Tasawuf modern Hamka
adalah sebuah karya yang tidak hanya berisi pelajaran tentang kesucian
hati,akan tetapi juga berisi tentang kekuatan iman dan jiwa yang merupakan
pondasi dari pendidikan islam.Beliau memaparkan secara singkat tentang
tasawuf.Kemudian secara berurutan dipaparkan tentang makna kebahagiaan serta
disertai dengan beberapa pendapat ilmuan,bahagia dan agama,kesehatan jiwa dan
badan,harta benda dan bahagia,sifat qana’ah, hubungan ridha dengan keindahan
alam dan munajat kepada Allah.
Tasawuf menurut hamka sebuah displin
ilmu yang telah mapan dalam kajian islam beliau memaknai tasawuf dengan sifat
qalbi yaitu membersihkan hati,pembersihan budi pekerti dri perangai-perangai
jelek,lalu memperhias diri dengan perangai terpuji[13],yaitu
membersihkan hati dari sifat-sifat kizzib,khianat,tamak,takabur dan
sifat-sifat tercela lainnyadan mengisi jiwa dengan sifat-sifat yang mulia.Tujuan
Hamka menulis Tasawuf Modern adalah meletakkan tasawuf pada relnya dengan
menegakkan kembali maksud semula tasawuf yaitu membersihkan jiwa,mendidik dan
memperhalus perasaan menghidupkan hati dengan menyembah Allah dan mempertinggi
derajat budi pekerti.
Hamka berpendapat
bertasawuf dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT tidaklah salah akan
tetapi jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak lain
adalah ibadah yang telah diajarkan oleh agama kita,jalan inilah yang ditempuh
oleh Nabi dan para Sahabat.Para sufi menurut Hamka dalam bermujahadah mempunyai
kode-kode,istilah-istilah sendiri yang hampir mustahil dapat dipahami oleh
orang lain.Analisa Hamka terhadap huruf kha,ha dan jim adalah bermakna
takhalli= takhalli minal akhlaki al-madzmumah artinya lepaskan dirimu dari
perangai yang tercela, tahalli=tahalli nafsaka bil akhlaki mahmudah artinya
isikanlah dirimu dengan akhlak yang terpuji, tajalli=jelaslah tuhan
dihadapanmu.
Takhalli
diartikan secara umum sebagai upaya untuk membuang segala sifat tercela dari
dalam diri manusia, dari maksiat lahir maupun batin.Hal ini dapat dicapai
dengan cara menjauhkan diri dari kemaksiatan dan melenyapkan hawa nafsu kotor
dan sifat tercela.Sifat-sifat tercela itu antara lain hasad, dengki, takabur,
riya, su’uzdan, ghadab, ghibah dan sebagainya.
Tahalli artinya
berhias.Maka berhiaslah diri dengan sifat-sifat terpuji,sehingga bertambah
naiklah roh dan jiwa kita mencapaimartabat yang lebih tinggi.Bersihlah batin
dari seluruh pengaruh yang buruk.
Tajalli
artinya jelas dan nyatalah jalan kepada Tuhan.Karena Tajalli Tuhan dalam
pandangan seorang hamba tidaklah mungkin jika jiwa hamba itu masih belum
kuat,dan kekuatan jiwa hanya dicapai setelah dibersihkan.
Hamka menyatakan
bahwa nur ilahi dimasukkan Allah ke dalam hati seseorang, sehingga ia
meeperoleh ketentraman batin.Untuk mendapatkan
nur kaum sufi harus melakukan latihan jiwa yaitu berusaha untuk
mengosongkan dirinya dari perbuatan tercela, melepaskan segala sangkut paut
dengan dunia, lalu mengisi diri mereka dengan sifat terpuji dan segala
tindakannya selalu dalam ibadah dengan cara memperbanyak zikir, menghindarkan
diri dri segala yang dapat mengurangi kesucian diri baik secara lahir maupun
batin.
Demikianlah
pemikiran Hamka tentang bagaimana seorang sufi mendekatkan diri kepada Allah
melalui mujahadah yaitu melalui perilaku yang baik dan benar atau akhlakul
karimah.Hal ini yang merupakan titik tekan dari ajaran tasawufnya dengan kata
lain bahwa corak pemikiran tasawuf Hamka adalah tasawuf akhlaki.
Tentang posisi
tasawuf beliau berkata di akhir bukunya bahwa filsafat adalah penjelasan hidup,
kesusastraan adalah nyanyian hidup, kesenian adalah perhiasan hidup, dan tasawuf
adalah intisari hidup dengan ibadah sebagai pegangan hidup.
Hamka juga menghasilkan
karya ilmiah islam dan karya kreatif ceperti cepen dan novel.Karya ilmiyahnya
yang terbesar adalah Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novel yang mendapat
perhatian umum yaitu seperti karya tenggelamnya kapal Van Der Wijjck, Dibawah
Lindungan Ka’bah, dan Merantau ke Deli.
Selama hayatnya beliau mendapat gelar Doktor
dua kali. Pertama karena menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam, pada permulaan
tahun 1959,University Al-Azhar memberikan gelar Ustadziyah Fakhriyah (Doktor
HonorisCausa), kedua kalinya pada hari Sabtu 6 Juni 1974, gelar Doktor
diperoleh lagi dalam kesusastraan Malaysia.
Sebagai
fase akhir dari hidupnya, maka ia berkhidmat dalam dunia keulamaan, di samping
secara terus menerus melakukan kegiatannya dalam mengarang. Pada tanggal 27
Juli 1975, Hamka diangkat menjadi ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan
terpilih kembali dalam periode ke-2 pada akhir mei 1980. Namun setahun kemudian,
tepatnya 18 Mei 1981, Hamka mengundurkan diri berkaitan dengan masalah
perbedaan pendapat dengan pihak Departemen
Agama
Republik Indonesia dalam hal fatwa mengenai kehadiran umat Islam dalam perayaan
natal.
Setelah melewati liku-liku, hempasan ombak, pasang surut dan pahit manisnya
hidup dan kehidupan, kedudukan Hamka telah berhasil meraih cita-cita sebagai
“pujangga” dan “ulama”.
Dan sampai akhir hayatnya
tetap dalam kedudukan sebagai penasehat pimpinan pusat
Muhammadiyah.
Menjelang akhir hayatnya, Hamka sakit dan dirawat di RSPP, ia baru saja selesai
membaca al-Qur'an yang terakhir kalinya kemudian menghembuskan nafas panjangnya
pada jam 16.41 WIB tepat hari Jum’at 24 Juli 1981, dan bertepatan dengan bulan
suci Ramadhan. Perjalanan hidupnya dalam usia 73 tahun kurang 7 hari.
2.Karya-karya
Hamka
Khatibul ummah, jilid 1-3
yang ditulis dalam huruf Arab.
Si
Sabariah (1928)
Pembela
Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shidiq),
tahun 1929
Adat Minangkabau dan Agama Islam (1929)
Ringkasan Tarikh Umat Islam (1929)
Kepentingan
melakukan tabligh (1929)
Hikmat
Isra’ dan Mikraj
Arkanul
Islam (1932) di Makasar
Lailal Majnun (1932) Balai Pustaka
Majalah
“Tentera” (4 nomor) 1932, di Makasar
Majalah “Al-Mahdi” (9 nomor) 1932, di
Makasar
Mati Mengandung Malu (salinan
Al-Manfaluthi), 1934.
Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936)
Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijek (1937),
Pedoman Masyarakat, Balai
Di Dalam Lembah Kehidupan (1939),
Pedoman Masyarakat, Balai
Merantau ke Deli (1940), Pedoman
Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
Margaretta Gaithier (terjemahan) 1940.
Tuan
Direktur (1939).
Dijemput Mamaknya (1939).
.Keadilan
Ilahy (1939). Tasawuf Modern (1939).
Falsafah
Hidup (1939).
Lembaga
Hidup (1940).
Lembaga
Budi (1940).
Majalah
“Semangat Islam” (Zaman Jepun, 1943).
Majalah
“Menara” (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
Negara
Islam (1946)
Islam
dan Demokrasi (1946).
Revolusi
Pemikiran (1946).
Revolusi
Agama (1946).
Adat
Minangkabau Menghadapi Revolusi (1946).
Dibantingkan Ombak Masyarakat (1946).
Di dalam Lembah Cita-cita (1946).
Sesudah Naskah Reville (1947).
Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret (1947).
Menunggu
Beduk Berbunyi (1949), di
Bukittinggi
Ayahku
(1950), di Jakarta.
Mandi
Cahaya di Tanah Suci (1950).
Mengembara
di Lembah Nyl (1950).
Ditepi
Sungai Dajlah (1950).
Kenangan-kenangan
Hidup (vol. 1-4), autobiografi sejak lahir
1908
sampai
tahun 1950.
Sejarah Umat Islam, jilid 1-4, ditulis
tahun 1938 sampai 1950.
Pedoman
Mubaligh Islam. cet. 1
(1937), cet. 2 (1950).
Pelajaran
Agama Islam (1956).
Perkembangan
Tasawuf dari Abad ke Abad (1952).
Empat Bulan di Amerika, jilid 1 & 2
(1953).
Pengaruh
Ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (pidato
di Cairo 1958).
Soal
Jawab (1960), disalin dari karangan
majalah Gema Islam
Dari
Perbendaharaan Lama (19630, dicetak
oleh M. Arbie Medan.
Lembaga
Hikmat (1953), Bulan Bintang Jakarta.
Islam dan Kebatinan (1972), Bulan
Bintang.
Fakta
dan Khayal Tuanku Rao (1970).
Sayid Jamaludin Al-Afghany (1965),
Bulan Bintang.
Ekspansi
Ideologi Islam (1950)
Keadilan Sosial dalam Islam (1950)
Cita-cita Kenegaraan dalam Ajaran Islam (kuliah
umum di Universiti
Kristan, 1970).
Studi Islam (1973), Penerbit Panji
Masyarakat.
Himpunan
Khutbah-khutbah.
Urat
Tunggang Pancasila.
Do’a-do’a
Rasulullah SAW (1974).
Sejarah
Islam di Sumatera.
Bohong
di Dunia.
Mahammadiyah
di Minangkabau (1975)
Pandangan
Hidup Muslim (1960).
Kedudukan Perempuan dalam Islam (1973).
Tafsir
Al-Azhar Juz 1-30.
Dari keseluruhan karya-karya yang
masih dikenang dan paling laku keras sampai sekarang, sehingga telah dicetak
berulang-ulang adalah Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Lembaga Hidup,
Lembaga Budi, Sejarah Umat Islam, dan yang terakhir adalah Tafsir Al-Azhar
30 Juz.
BAB II
PEMBAHASAN
Tasawuf di Indonesia
A.Abdul Shamad
Al-Falimbani
1.Sejarah Hidup
Abdul Shamad adalah
putra Syeikh Abdul Jalil ibn Syeikh Abdul Wahab ibn Syeikh Ahmad
al-Mahdani.Al-Falimbani lahir di Palembang sekitar tiga atau empat tahun
setelah 1112 H.Ayahnya dari Yaman dan merupakan orang Arab yang setelah tahun
1112 H/1700 M di angakat menjadi Mufti Negeri Kedah dengan istrinya Radin Ranti
di Palembang[1].Menurut
kitabnya, Sir al-Salikin baru ditulisnya tahun 1192 H/1779 M, ketika ia
berusia sekitar 75 tahun.
Pada tahun 1178 H/1764
M beliau menulis kitabnya yang pertama,tentang ilmu tauhid yaitu Zuhrat
al-Murid fi Bayan Kalimat Tauhid yang berisi tentang ringkasan
kuliah-kuliah tauhid yang diberikan di Masjidilharam oleh Ahmad ibn Abd
al-Mun’im al-Damanhuri dari Mesir. Kemudian sepuluh tahun sesudah itu yakni
tahun 1188 H/1774 M atas permintaan Sultan Palembang,Najmuddin diminta untuk
menulis mengenai hakikat iman dan hal-hal yang dapat merusaknya.Untuk memenuhi
permintaan itu beliau menulis Tuhfat Al-Raghibin Fi Bayan Haqiqah Imam
al-mu’minin wa Ma Yufsiduhu fi Riddah al-Murtaddin.Sebelum itu, pada tahun
1765 karyanya berjudul Nasihat al-Mu’minin fi Fada’il al-jihad fi Sabil
Allah wa Karamat al-Mujahiddin fi Sabil Allah. [2]
Berkaitan dengan ajaran
tasawufnya,Syeik Al-Falimbani mengambil jalan tengah antara doktrin tasawuf
Imam Al-Ghazali dan tasawuf wahdatul
wujud Ibnu Arabi, bahwa manusia sempurna(insan kamil) aadalah manusia yang memandang hakikat Yang
Maha Esa itu dalam fenomena alam yang serba aneka dengan tingkat makrifat
tertinggi.Beliau memberikan tekanan dalam dalam tasawufnya lebih banyak pada
penyucian pikiran dan perilaku moral daripada pencarian mistisisme dan
filosofis.Hal ini menunjukkan bahwa tasawufnya lebih merupakan tasawuf
akhlaki atau tasawuf amali yang bernuansa sunni daripada tasawuf
falsafi
Di Nusantara khususnya
Indonesia, pengaruh Al-Falimbani dianggap cukup besar, khususnya yang berkaitan dengan ajaran tasawuf.Banyak
karya-karya beliau yang membahas tentang ajaran tasawuf tersebut.Beliau
meninggalkan Palembang,dan mengambil keputusan dan semata-mata memohon petunjuk
kepada Allah dan kembali ke Mekkah.Dan persoalan kaum muslimin Indonesia yang
lebih besar adalah persoalan agama.Selama beliau berada di Mekkah beliau selalu
berhubungan dengan jama’ah haji dan penuntut-penuntut ilmu yang datang dari
seluruh Kepulauan Indonesia, dan oleh karena itu beliau mendapat kesan bahwa
tasawuf adalah bentuk ajaran agama yang paling disenangi di Indonesia,tetapi
dalam hal itu pula kaum muslimin sering tersesat, sehingga beliau merasa
terpanggil untuk menerjemahkan kitab-kitab tasawuf yang dapat memberi bimbingan
yang benar dan efektif bagi para penggemar tasawuf yang belum memiliki dasar
pengetahuan yang kuat.
Pada awal tahun1192H/1778 M,beliau selesai
menerjemahkan Bidayat al-Hidayah karangan Al-Ghazali ke dalam bahasa
Melayu dengan judul Hidayat Al-Salikin dengan menambahkan di dalamnya
soal-soal yang dianggapnya sangat perlu diketahui oleh setiap muslim.Pada tahun
1193 H/1779 M beliau menerjemahkan kitab Al-Gazhali yaitu Ihya ulumuddin
dengan judul Sair al-Salikin.Jalan yang ditempuh oleh orang-orang sufi terdiri
dari ilmu dan amal seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Gazhali,karena makrifah
yang dicapai melalui jalan itu bukan sejenis ilmu yang dapat dipelajari dari
seorang guru.
Di dalam kitabnya Sair
Al-Salikin menyebutkan bahwa Wujud Allah Ta’ala dapat dikenal dengan tujuh
martabat yaitu martabat Ahadiyah, martabat Wahdah, martabat Wahidiyah,
martabat Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam dan martabat Insan[3].
Mengenai ilmu tasawuf
yang diajarkan oleh Abdul Shamad Al-Falimbani, Muhammmad Chotib Quzwain
melakukkan penelitian tentang Al-Falimbani.Ilmu tasawuf menerangkan suatu
proses kemajuan kehidupan rohani manusia yang mencari Allah.Orang yang mencari
Allah disebut salik yaitu orang yang berpergian di jalan Allah.Salik itu
harus berjalan dengan langkah-langkah tertentu yang disebut dengan tarekat yang
menuju ke satu tujuan yaitu mendekatkan diri kepada Allah[4].Dari
tarekat tersebut untuk menuju dekat dengan Allah harus melalui tingkatan yang
lebih tinggi yaitu makrifah dan hakikat.Langkah-langkah tersebut
merupakan disiplin rohani bagi orang sufi dan mereka harus bertobat yaitu
karena sadar akan dosa yang telah diperbuatnya dan bertekad tidak akan berbuat
dosa lagi.Kemudian faqir yaitu sanggup menderita agar dapat memperoleh
ketenangan jiwa dalam hidup ini dan akhirnya dapat masuk surga.Dan langkah yang
terakhir adalah melawan hawa nafsu, sebab hawa nafsu itu merupakan penggoda
dalam perjalanan hidup manusia.Apabila berhasil melawan hawa nafsu dan
mengalahkannya,maka tercapailah tingkat kepuasan (rela) dan menyerah
kepada Allah SWT (tawakkal).
Syeik Al-Falimbani
mengikuti Tarekat Sammaniyah melalui Syeikh Muhammad Al-Samman.Dan Al-Falimbani
belajar suluk kepada Syeikh Samman bersama-sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad
al-Banjari yang merupakan salah seorang teman akrabnya yang sama-sama belajar
di Mekkah.Al-Falimbani, Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis dan Abdur Rahman dari Jakarta
adalah empat serangkai dari Indonesia sama-sama belajar di Mekkah,kemudian di
Madinah, dan pada tahun 1186 H/1772 M mereka pulang menuju kampung halaman masing-masing.
Sulit sekali menemukan tahun pasti
wafatnya Syeikh Abdul Samad. Menurut Dr M Chatib Quzwain dalam bukunya Mengenal
Allah Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasauf Sheikh Abdus Shamad al-Palimbani
pada tahun 1244 H atau 1828 M dikatakan umur Syekh Abdul Samad 124 tahun.Sementara
Dr. Azyumardi Azra menulis bahwa rentang masa hidup Al-Palimbani adalah dari
dasawarsa pertama hingga akhir Abad ke XVIII. Al-Baythar menyatakan
Al-Palimbani meninggal setelah 1200 H atau 1785 M. Tetapi kemungkinan besar dia
meninggal setelah 1203 H atau 1789 M, setelah dia menulis karya terkenalnya Sair
Al-Salikin. Berdasarkan sumber di Jedah, dia dikatakan terbunuh dalam
perang melawan Thailand pada 1244 H atau 1828 M.Dr. M. Chatib Quzwain menyebut
bahwa makam Syekh Abdul Samad di Palembang, tapi di Palembang belum didapatkan
informasi di mana makamnya di Palembang. Sedangkan Dr. Azyumardi Azra menulis
bahwa beliau meninggal di Arabia.
2.Karya-Karya
Abdul Shamad Al-Falimbani
a.Zuhrat al-Murid fi Bayan Kalimat al-Tauhid
b.Nasihat
al-Muslimin wa Tadzkirat al-Mu’minin fi Fadail al-Jihad fi Sabilillah wa
Karamat al-Mujahidin fi sabillah
c.Tuhfat
al-Raghibin fi Bayan Haqiqah Imam al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu fi Riddah
al-Murtaddin
d.Al-Urwah
al-Wusqa wa silsilatu Uli al-ittiqa
e.Hidayat
al-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin(1192/1778)
f.Ratib Abd
al-Shamad
g.Sair
al-Salikin ila ibdati Rabb al-‘Alamin
h.Zad
al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-‘Alamin
B.Muhammad
Nafis Al-Banjari
1.Sejarah
hidup
Muhammad Al-Nafis al-Banjari lahir pada
1148H/1735M di Martapura,Kalimantan Selatan dari keluarga bangsawan Banjar,dan
wafat pada 1812 M.Pendidikan awalnya ditempuh di kampung halamannya lalu
melanjutkan studinya ke Mekkah.Nama lengkap beliau adalah Syeikh Muhammad
al-Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari,beliau mendapatkan gelar kehormatan
dengan sebutan “Maulana al-Allamah al-Fahhamah al-Mursyid ila thariqi
salamah”(yang mulia, yang berilmu tinggi,yang terhormat,pembimbing
keselamatan).Dan juga beliau berhasil mencapai gelar”syeikh al-mursyid”
gelar yang menunjukkan bahwa beliau diperkenankan mengajarkan dan meyebarkan
ilmu tasawuf dan tarekatnya kepada orang lain.Beliau hidup satu masa dengan
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari,pengarang kitab Sabil
al-Muhtadin. Walaupun sama-sama berasal dari Banjar namun, Muhammad Nafis
lebih memfokuskan hidupnya dalam bidang kesufian.
Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari berusaha
membersihkan diri zhahirnya dan batinnya dengan rajin mengamalkan keseluruhan tarekat
dengan saksama dan tekun.Pengetahuan kesufian beliau dapatkan dari guru-guru
beliau seperti:
a.Syeikh Abdullah ibn Hijazi
as-Syarqawi al-Azhari(1150-1227 H/1737-1812 M)
b.Syeikh Shiddiq ibn Umar Khan
c.SyeikhMuhammad ibn Abd al-Karim
Samman Al-Madani
d.Syeikh Abd al-Rahman bin Abd Aziz
al-Maghribi
e.Syeikh Muhammad ibn Ahmad
Al-Jauhari
Muhammad Nafis,seperti kebanyakan ulama Melayu
Indonesia bermazhab Syafi’i dan berteologi Asy’ari.Beliau berafiliasi dengan
beberapa tarekat yaitu Qadariyyah, Syattariyah, Sammaniyah,Khalwatiyah dan
Naqsabandiyah.Beliau juga merupakan ahli kalam dan tasawuf, karyanya al-Dur
al-Nafis,menekankan transendental mutlak dan keesaan Tuhan.Beliau menolak
pendapat Jabariyah yang mempertahankan determinisme fatalistik.Menurut pendapat
Nafis,kaum muslimin harus berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik.Buku
beliau dilarang beredar oleh Belanda
dikhawatirkan akan mendorong umat islam untuk melakukan jihad[5].
Syeikh Muhammad
Nafis merupakan seorang sufi yang berpaham sama dengan pendapat Syeikh
Muhyiddin bin al-Arabi.Walaupun beliau mendapat gelar tinggi di kalangan
pencinta sufi di zamannya,namun beliau tidak meninggikan diri,hal ini terlihat
dalam tulisan beliau “Dan yang menghimpun risalah ini hamba yang fakir lagi
hina, mengaku dengan dosa dan taqshir, lagi yang mengharap kepada Tuhannya yang
Maha Kuasa, yaitu yang terlebih fakir dari pada segala hamba Allah Taala yang
menjadikan segala makhluk yaitu Muhammad
Nafis ibn Idris ibn Husein,di Negeri Banjar tempat jadi,dan di Negeri
Mekkah tempat diamnya,Syafi’i akan mazhabnya,yaitu pada fiqih.Asy’ari akan
iktikadnya yaitu pada usuluddin.Junaid ikutanya,yaitu pada ilmu
tasawuf.Qadariyah adalah tarekatnya, Syattariyah adalah pakaiannya,
Naqsabandiyah adalah amalnya, Khalwatiyah adalah makanannya, Sammaniyah minumanya”,demikianlah tulisan
Muhammad Nafis pada kitab al-Durr al-Nafis.
Muhammad Nafis
al-Banjari menghasilkan sejumlah buku mengenai tasawuf.Adapun buku-bukunya
antara lain Kanz al-Sa’adah fi bayan istilahat al-Sufiyyah(suatu buku
yang menjelaskan istilah-istilah sufi) dan al-Durr al-Nafis fi bayan wahdah
al-Af’al wa al-Asma’ wa al-Sifat wa al Dzat(Pemata berharga tentang kesatuan
perbuatan,nama,sifat dan dzat),atau sering disebut dengan al-Durr al-Nafis(permata
berharga) yang ditulis dalam bahasa Melayu dan huruf jawi.Dalam buku tersebut
banyak terdapat ayat-ayat Al-Quran dan Hadis dengan tafsiran tasawuf.Secara
garis besar buku tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
pendahuluan,bagian isi yang menjelaskan maqam yang didahuli oleh seorang
sufi,bagian penutup.
Bagian pendahuluan terbagi atas dua pokok
pembahasan.Pembahasan pertama menjelaskan tentang hal-hal yang merusak seorang salik.Syeikh
Muhammad Nafis bin Idris al-Banjari menjelaskan perkara-perkara yang
membatalkan suluk sangatlah banyak:
a.Kasl yaitu malas melakukan
ibadah dalam keadaan mampu.
b.Futur yaitu lemah beribadah
karena hati bimbang dengan tergoda oleh kehidupan duniawi.
c.Malal
yaitu merasa jemu dan merasa tidak puas beribadah karena sesuatu yang
dimaksudkan belum juga berhasil.Apabiala terjadi yang demikian dikarenakan oleh
kurang iman,lemah keyakinan,buta mata hati dan mengikuti hawa nafsu[6].
Dan pokok pembahasan
kedua dari pendahuluan tersebut adalah berisi penjelasan-penjlasan tentang
hal-hal yang bisa mengakibatkan gagalnya seseorang dalam mencapai tujuan(Allah
SWT). Adapun yang menghalangi seorang salik untuk sampai kepada Allah
diantaranya:
1.Syiri khafi yaitu syirik
yang tersembunyi
2.Riya’ yaitu memeperlihatkan
ibadahnya kepada orang lain
3.Sum’ah yaitu
memperdengarkan ibadahnya kepada orang lain agar ia merasa diagungkan
4.Ujub yaitu mengagumi
dirinya banyak berbuat ibadah
5.Berhenti beribadah karena merasa
dirinyan itu telah sampai kepada Allah
6.Yang
menghalangi yaitu merasa bahwa ibadahnya itu hasil perbuatan dirinya sendiri
dan dia tidak tampak bahwa perbuatan itu adalah suatu nikmat dari Allah.
7.Dinding/hijab yaitu yang terjadi karena cahaya perhiasan
dan keindahan.Karena si salik telah dapat memandang cahaya,perhiasaan dan
keindahan ibadahnya dia pun berhenti melakukan ibadah lantaran sukacita,dia
lupa Allah karena khayalnya.
Dalam bagian kedua
terdapat empat pasal atau tahap.Menurut Muhammad Nafis,keesaan Tuhan(Tauhid)
terdiri atas empat tahap yaitu tauhid af’al(kesaan perbuatan Tuhan),tauhid
al-Shifat(keesaan sifat-sifat Tuhan),tauhid al-asma’ (keesaan
nama-nama Tuhan) dan tauhid al-Dzat (keesaan dzat-dzat Tuhan).Para
pencari kebenaran akan mengalami fana dan selama itu mereka akan dapat mencapai
penyaksian dan penglihatan(musyahadah) esensi Tuhan.Seperti al-Palimbani, Muhammad
Nafis percaya bahwa Dzat Tuhan tidak dapat diketahui melalui melalui
pancaindera dan akal,melainkan hanya dengan kasyaf(intuisi langsung) sajalah
orang akan mampu menangakap Dzat Tuhan.
Dalam menjelaskan tauhid
af’al ini menurut Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari bahwa mazhab iktikad ada
empat.Pertama yaitu muktazilah yaitu golongan yang tidak mengakui bahwa
Allah melakukan perbuatan, tetapi yang berbuat itu adalah hamba itu sendiri,dan
perbuatannya itu memberi bekas akibat perbuatannya itu.Kedua adalah Jabariyyah
yaitu mereka beri’tikadkan sekalian perbuatan itu disandarkan kepada Allah
semata-mata.Ketiga Ahl Sunnah wa al-jamaah yang mengakui bahwa seluruh
perbuatan daripada Allah akan tetapi harus adanya usaha dan ikhtiar dari sang
hamba.Dengan usaha dan ikhtiar itulah seorang hamba itu melakukan kegiatan.Pada
mazhab ini juga tergantung terhadap hukum syara’,usaha dan ikhtiar itu tiadalah
memberi kesan kepada hakikatnya.Yang memberi kesan dan bekas tindakan itu
adalah Allah SWT.Disebut juga dengan mazhab Al-Asy’ariyyah.Keempat yaitu mazhab
Ahl kasyaf yaitu mereka yang telah terbuka tirai dari alam nyata menuju
alam yang batin.Tauhid af’al merupakan maqam pertama yang harus dilalui oleh
seorang salik(pejalan menuju Tuhan)
Adapun tentang tauhid
asma, Muhammad Nafis al-Banjari menyebutkan bahwa segala nama pada
hakikatnya bersumber pada Allah SWT. Pada hakikatnya apa pun yang dapat
dinamakan dan yang bernama maka semuanya itu adalah nama milik/kepunyaan Allah.
Maqam tauhid asma adalah maqam yang kedua dan harus dijalani oleh salik.Dan
maqam ini merupakan jenjang untuk meningkat ke maqam berikutnya.
Dan Tauhid Sifat
bahwa mengesakan Allah Taala pada sekalian sifat yang berdiri pada
Dza-Nya.Bahwa dengan Dialah fana sekalian sifat makhluk baik sifat diri pribadi
maupun sifat-sifat makhluk yang lainnya.Semua sifat seperti
Qudrah,Iradah,Ilmu,Hayat,Sama,Bashar, Kalam keseluruhannya itu adalah adalah
sifat Allah dan bukan sifat yang lainnya.Sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk
adallah bersifat semu.Pada tahap ini seorang salik sudah mencapai taraf baqa bi
sifat Allah(berada dalam sifat-sifat Allah) yang menimbulkan perasaan bahwa
pendengarannya adalah pendengaran Allah,penglihatannya adalah penglihatan Allah
SWT.perkataannya adalah perkataan Allah SWT,dan seterusnya. Dengan demikian
seluruh sifat Tuhan bertajalli dalam sifat-sifat manusia.
Dan selanjutnya Tauhid Dzat, menurut
Syeik Muhammad Nafis al-Banjari bahwa maqam inilah setinggi-tingginya
maqam,tidak ada yang lebih tinggi lagi dari mentauhidkan Dzat. Tidak ada yang
akan sampai pada mentauhidkan Dzat ini melainkan Rasullulah.Bahwa fanalah
sekalian Dzat yang baru ini dalam Dzat Allah.Inilah tujuan akhir setiap usaha
seorang sufi.Sufi yang mencapai peringkat ini akan melihat bahwa tidak ada yang
maujud(benar-benar ada) kecuali wujud Allah SWT.Wujud yang selain wujud
Allah fana(lenyap) di dalam wujud Allah.Kesimpulan dari maqam ini yaitu:
1.maqam
fana,memandang dan musyahadah akan empat perkara yaitu tauhid af’al,tauhid
asma,tauhid sifat,tauhid Dzat.
2.maqam baqa,yang terbagi menjadi
dua:
a.Syuhudu al-Kasrah fi al-Wahidah
yang artinya menyaksikan yang banyak dalam satu
b.Syuhudu al-Wahidah fi al-Kasrah
yang berarti menyaksikan yang satu dalam banyak[7]
Dalam bahasan tentang
Martabat Tujuh Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari sama persis dengan keterangan
Syeik Abd al-Shamad al-Palimbani di dalam Sair al-Salikin jilid II atau
tulisan Syeikh Daud bin Al-Fathani di dalam Manhal al-Shafi’ karena
semua itu dari satu sumber yaitu Tuhfat al-Mursalah karangan Syeikh Muhammad
bin Fadhlullah al-Burhanpuri al-Hindi.Pembagian Martabat Tujuh adalah Martabat Ahadiyah,Martabat
Wahdah,Martabat Wahidiyah ,Martabat Alam Arwah,Martabat Alam
Mitsal,Martabat Alam Ajsam danMartabat Insan.
Martabat orang yang sampai kepada Allah itu ada empat
macam, yaitu martabat ketika seseorang menjadi hamba Allah yang sebenarnya
,yaitulah orang yang beribadat dengan ikhlas bagi Allah dan tidak dikarenakan
oleh yang lain.Orang yang demikian dapai mencapai yakin.Martabat Af’al seorang
hamba yang melihat segala perbuatan yang da ada kesemuanya dariadalah perbuatan
Allah.Bahwa dia fana daripada perbuatan dirinya atau perbuatan makhluk
lainnya.Martabat Sifat-Nya yaitu memandang bahwa tiada yang hidup melainkan
hanya Allah SWT.Martabat Dzat-Nya yaitu orang yang musyahadah bahwa tiada yang
ada kecuali Allah SWT.
C.Abdullah
Al-Fathoni
1.Riwayat Hidup
Nama lengkap beliau
ialah al-Alim Allamah al-Arif ar-Rabbani Syeikh Wan Daud bin Syeikh Wan
Abdullah bin Syeikh Wan Idris (juga dikatakan Wan Senik) al-Fatani. Ibunya
bernama Wan Fathimah anak Wan Salamah bin Tok Banda Wan Su bin Tok Kaya Rakna
Diraja bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela bin Mustafa Datu Jambu (Sultan
Abdul Hamid Syah) bin Sultan Muzaffar Waliullah bin Sultan Abu Abdullah
Umdatuddin. Beliau yang lebih dikenali dengan panggilan Tok Syeikh Daud Patani
ini mempunyai lima beradik iaitu Syeikh Wan Abdul Qadir, Syeikh Wan Abdul
Rasyid, Syeikh Wan Idris dan seorang adik perempuan namanya Siti Khadijah bin
Abdullah al-Fathani.
Daud ibn Abdullah ibn
Idris al-Fatani lahir di Gresik sebuah
kota pelabuhan tua di Patani,tempat Maulana Malik Ibrahim,salah seorang Wali
songo diriwayatkan mengajarkan islam sebelum pindah ke Jawa Timur.Dia
memperoleh pendidikan awalnya dari ayahnya sendiri,lalu di beberapa pondok di
Patani,lalu di Aceh belajar dengan Muhammad Zein ibn Faqih Jala al-Din al-Asyi
selama dua tahun, ulama yang pernah belajar di Haramayn dan terkemuka di
Kesultanan Aceh pada masa ‘Ala al-Din Mahmud Syah.Dua karya al-Asyi yang
ditemukan adalah Bidayat al-Hidayah dan Kasyf al-Kiram
dipersiapkan di Mekkah dan diselesaikan
di Aceh[8].
Syekh Daud kemungkinan
besar menuju Haramayn dari Aceh dan di
Mekkah bergabung dengan ‘Ali bin
Ishaq Fatani dan Muhammad Shalih bin ‘Abd al-Rahman al-Fatani,al-Palimbani,Muhammad
al-Rasyad¸’Abd al-Wahhab al-Bugisi,Syekh ‘Abd al-Rahman al-Batawi,serta
Muhammad Nafis. Di antara semua teman-teman ini, Daud adalah yang termuda,dan
mereka membantunya belajar dengan para guru non-Melayu disana. Syekh Daud
belajar langsung dengan Al-Samani dan juga dengan ‘Isa bin Ahmad al-Barrawi bin
‘Isa bin Muhammad Al-Zubairi Al-Syafi’i Al-Qahiri Al-Azhari lebih dikenal
dengan Al-Barrawi,beliau adalah muhaddist dan faqih.
Daud al-fatani juga
belajar dengan ulama Mesir di Haramayn,misalnya dengan Al-Syarqawi,seorang
Syekh al-Azhar, tokoh pembaru dan guru dalam ilmu hadis,syariat,kalam, dan
tasawuf. Guru beliau lainnya yaitu al-Syanwani, yang ketika itu sebagai rektor
dan Syekh al-Azhar pengganti al-Syarqawi,daud belajar fiqih dan kalam darinya.
Di samping itu Daud juga belajar dengan Muhammad As’ad al-Hanafi al-Makki,Ahmad
al-Marzuqi al-Maliki dan Ibrahim al-Ra’is al-Zamzami al-Makki, yang dari Syeikh
Ibrahim ini beliau mengambil Tarekat Syaththariyyah dari Muhammad As’ad
al-Hanafi al-Makki.
Memerhatikan para guru
Daud al-Fatani, jelas pendidikan beliau lengkap dan komprehensif. Beliau tidak kembali ke Fatani
dan mengabdi dirinya mengajar dan menulis di Haramayn hingga akhir hayatnya di
Tha’if.Beliau sangat produktif,sedikitnya terdapat 57 karya tulis yang membahas
hampir semua disiplin Islam,namun sebagian karya tersebut belum dikaji secara
mendetail.
2.Karya-karyanya
Karya dari Abdullah al-Fathoni adalah
a .Bughyat
al-Thullab al-Murid Ma’rifat al-Ahkam bi al-Shawab yang membahas
ibadah(fiqh ibadah)
b. Furu
al-Masail wa ushul al-Masa’il yang membicarakan aturan-aturan dan
petunjuk-petunjuk dalam kehidupan sehari-hari.
c. Jami’
al-Fawa’id mengenai berbagai kewajiban antakaum muslimin dan non-Muslim.
d.Hidayat
al-Muta’allim wa ‘Umdat al-Muallim tentang fiqih secara umum.
e.Muniyyat
al-Mushalli tentang shalat.Nahj al-Raghibin fi Sabil al-Muttaqin
mengenai transaksi perdagangan.
f.Ghayah
al-Tarib mengenai faraid (warisan).Idah al-Bab li Murid al-Nikah bi
al-Shawab mengenai masalah-masalah yang berkaitan tentang perkawinan dan
perceraian[9].
Syeikh Daud al-Fatani merujuk kepada
kitab-kitab sepeti Minhaj al-Thalibin karya al-Nawawi,Fath al-Wahhab
karya Zakaria al-Anshari,Tuhfat al-Muhtaj karya Ibn Hajar al-Haytami dan
Nihayat al-Muhtaj karya Syams al-Din al-Ramli.Karya Syeikh Daud
Al-Fathoni yang berjudul Bughyat al-Tullab yang terdiri dari dua
jilid,masing-masing terdiri dari 244 dan 236 halaman, yang menjelaskan tentang
ibadah secara rinci dan buku ini sama populernya dengan Sabil al-Muhtadin
karya Muhammad Arsyad al-Banjari dan masih digunakan diwilayah
Melayu-Indonesia.
Furu’ al-Masail
adalah juga sebuah karya fiqih yang bercakupan luas.Karya ini merupakan
adaptasi dari karya Syams al-Din Ramli,al-Fatawa dan karya Husein ibn
Muhammad al-Mahalli Kasyaf al-Litsam dan ditulis dalam bentuk tanya
jawab.Beliau melalui karya-karyanya tersebut meskipun judulnya berbahasa arab
akan tetapi karya-karya tersebut ditulis dalam bahasa Melayu bertujuann untuk
agar kaum muslim mudah dalam memahami karya tersebut.Selain tentang fiqih beliau
juga ahli dalam tasawuf dan kalam, beliau juga banyak menulis buku dalam bidang
tersebut.Menurut Syeikh al-Fathoni, Imam al-Ghazali adalah bagaikan laut dalam
yang menyimpan mutiara-mutiara yang amat berharga,yang tidak terdapat dalam
laut lainnya.Dan menurut beliau, sufi terbesar setelah al-Ghazali adalah
al-Sya’rani.Oleh karena itu beliau mempertahankan doktrin Ibnu ‘Arabi yang sama
halnya seperti Sya’rani yaitu tentang wahdatul wujud dan tujuh tahapan
wujud dalam sebuah karya yang berjudul Manhal al-Shafi fi Bayan Rumuz
Ahl al-Shafi.
Beliau juga seorang yang produktif dalam
mengarang buku ilmu tasawuf sebagaimana alimnya beliau dalam bidang ilmu
fiqih.Krangan-karangan beliau diantaranya adalah:
a.Manhal
al-Shafi yaitu membahas tentang berbagai konsep dan pengertian dalam
tasawuf,sepeti tentang wahdatul wujud,martabat tujuh dan beberapa pengertian
kunci dalam perbendaharan kata-kata sufi.
b.Terjamahan Bidayatul Hidayah
c.Al-Qurtbathu ila Allah
d.Jam’ul Fawaid yang selesai
ditulis 1239 H
e.Minhaj al-Abidin selesai
tahun 1240 H
f.Kanzul al-Minan selesai
tahun 1240 H
Kitab Manhal al-Shafi disusun oleh Syeikh
Daud al-Fatani sangatlah tinggi nilai keilmihannya dalam bidang tasawuf,hal ini
terlihat dari kitab-kitab kajian beliau, seperti:
a.Manazil al-Insaniyah karya
Ibn al-Arabi
b.Tuhfat al-Mursalah dan
syarahnya.
c.Jawahir al-Ulum karangan
Syeikh Nuruddin al-Raniri
d.Sair al-Suluk ila Malik
al-Muluk karangan Syeikh Qaim Khan
e.Minah
al-Ilahiyyah karya Syeikh Abdul Mawahid Muhammad Zainal Abidin bin Muhammad
al-Ghamari
f.Hikam karya Ibnu
‘Atha’illah al-Iskandari
Didalam kitab Manhal
al-Shafi karangan Syeikh Daud al-Fathoni memberikan keterangan tentang
martabat tujuh lebih jelas dan mendetail jika dibandingkan dengan yang ditulis oleh Syeikh ‘Abdu
al-Shamad al-Palimbani di dalam Sair al-Salikin nya dan Syeikh Muhammad
Nafis bin Idris di dalam Durr al-Nafis nya.
Sheikh
Daud al-Fathani wafat dan dimakamkan di Taif. Kuburnya bersampingan dengan
kubur Saidina Abdullah bin Abbas iaitu sepupu Rasulullah SAW.. Tahun
kewafatannya juga belum diketahui dengan pasti. Tetapi ada yang berpendapat beliau
wafat sekitar tahun 1847 M, juga ada yang menyebut tahun 1265 H.
D.HAMKA
1.Riwayat Hidup
Beliau bernama Abdul Malik,lahir disebuah kampung yang bernama
Tanah Sirah desa Nagari Sungai Batang di tepi Sungai Maninjau Sumatera Barat
pada hari ahad pada tanggal 17 Februari 1908 M. Yang bertepatan 13 Muharram1326
H.Ayahnya bernama Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah dan ibunya bernama Safiah
Tanjung binti Zakariya( w.1939). Ayahnya,
Haji Rasul yang dikenal sebagai Doktor Syaikh Haji AbdulKarim Amrullah, adalah
orang yang berkecukupan, cerdas dan terpandang sebagaiulama besar sekaligus
tokoh pembaharu di Minangkabau. Doktor Haji AbdulKarim adalah pemimpin
pesantren”Sumatra Thawalib” di Padang Panjang.Dan setelah menunaikan ibadah haji, maka nama lengkap beliau adalah
Haji Abdul Malik ibn Abdul Karim Amrullah yang disingkat menjadi HAMKA.
Pada usia enam
tahun,Hamka kecil dibawa ayahnya ke
Padang Panjang,sewaktu berusia tujuh tahun ia dimasukkan ke sekolah desa dan
malamnya belajar ngaji pada ayahnya sendiri hingga tamat.Dari tahun 1916-1923
dia telah belajar agama pada sekolah-sekolah Diniyah School dan Sumatera
Tawalib di Padang Panjang dan Parabek[10].Guru-gurunya
pada waktu itu antara lain Syeik Ibrahim Musa Parabek,Engku Mudo Abdul Hamid
Hakim,Sutan Marajo, dan Syeikh Zainuddin Labay El-yunusi.
Di tahun 1924 ia
berangkat ke Yogya,dan mulai mempelajari pergerakan-pergerakan islam yang mulai
bergelora.Ia mendapatkan kursus pergerakan islam dari H.O.S
Tjokroaminoto,H.Fahruddin,RM Suryo Pranoto dan lain sebagainya.Pada tahun 1935
ia pulang ke Padang Panjang.Pada saat itulah mulai tumbuh bakatnya sebagai
pengarang.Buku yang mula-mula dikarangnya adalah Khatibul Ummah.Di
Padang Panjang ia dinikahkaan dengan Siti Raham binti Endah Sutan pada tanggal
5 April 1929.Pernikahan Hamka dengan Siti Raham berlangsung harmonis dan
bahagia.Dari pernikahannya dengan Siti Raham,Hamka memiliki beberapa putera dan
puteri yaitu Zaky,Fakhri,Azizah,Fathiyah, Rusdy,Aliyah,Afif,Syakib,Irfan dan
Hilmi.Setelah istrinya meninggal dunia,satu setengah tahun kemudian tepatnya
tahun 1973, ia menikah lagi dengan perempuan asal Cirebon yang bernama Hj.Siti
Khadijah. Semua pengalaman hidupnya meresap ke dalam jiwa dan
kemudian tampak dalam tulisan-tulisannya di kemudian hari,terutama karya sastranya.
Pada tahun 1928,
terbitlah buku romannya yang pertama dalam bahasa Minangkabau yang berjudul Si
Sabariyah.Waktu itu pula ia memimpin majalah “Kemajuan Zaman”.Di tahun 1929
keluarlah buku-bukunya antara lain Agama dan Perempuan,Pembela Islam,Adat
Minangkabau dan Agama Islam,Kepentingan Tabligh,Ayat-ayat Mi’raj dan lain
sebagainya.
Ketika berusia 12
tahun, orang tuanya bercerai, perceraian kedua orang tuanya ini merupakan
pengalaman yang pahit yang dialaminya.Tak heran, pada fatwa-fatwanya itu ia
sangat menetang tradisi kaum laki-laki minangkabau yang menikah lebih dari satu
perempuan(poligami),sebab menurut Hamka hal tersebut sangat berpotensi untuk
merusak ikatan dan keharmonisan rumah tangga.
Hamka adalah seorang
intelektual muslim Indonesia kontemperer dalam berbagai pemikiran islam.salah
satunya yaitu di dalam bidang ilmu tasawuf.Salah satu karya Hamka dalam bidang
ilmu tasawuf adalaah Tasawuf modern(1936).Dan respon masyarakat sangat baik
sehingga ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa tasawuf modern sebagai
obat yang dapat menentramkan jiwa.Dan beliau juga merujuk pada kitab-kitab
tasawuf klasik.Luasnya pengaruh tasawuf dalam hampir seluruh peradaban islam
menandakan bahwa tasawuf itu relevan dengan kebutuhan umat islam.Tasawuf
Modern Hamka sangatlah penting artinya bagi dunia saat ini,karena
masyarakat telah terperangkap dalam daya pikir rasional dan hedonis dalam
artian masyarakat hanya berfikir kehidupan duniawi saja tanpa menghiraukan ukhrawi.
Menurut beliau tasawuf adalah ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh
dan merupakan jantung dari keislaman. Oleh karena itu,sangat tepat jika
pendekatan tasawuf menjadi salah satu daya tarik diterimanya islam di
Indonesia.Tarekat-tarekat sufi sebagai institusi terorganisasi,memiliki peran
signifikan dalam masyarakat muslim yang besar,eksistensinya telah memainkan
pengaruh besar atas seluruh struktur.
Hamka juga
memperkenalkan konsep neo zuhud yaitu ajaran yang mengajarkan kecintaan
terhadap dunia yang tidak proposional merupakan kenistaan.Dalam buku Tasawuf
Modern,beliau mengutip perkataan K.H.Mas Mansur “ 80% didikan islam kepada
keakhiratan dan 20% keduniaan.Tetapi
kita lupa memenangkan yang tinggal 20% itu sehingga menjadi hina”[11]
Hamka berpendapat
bertasawuf bisa dilakukan sambil melakukan aktifitas duniawi bahkan sambil
berdagai sekalipun kita dapat bertasawuf pada waktu yang sama.Junaidi
Al-Bagdadi yang bergelar Syeikh At-Taifah membuka kedai kain di tengah kota
Bagdad, ia telah mempraktekakan bertasawuf sambil berdagang atau sambil bekerja[12].
Tasawuf modern Hamka
adalah sebuah karya yang tidak hanya berisi pelajaran tentang kesucian
hati,akan tetapi juga berisi tentang kekuatan iman dan jiwa yang merupakan
pondasi dari pendidikan islam.Beliau memaparkan secara singkat tentang
tasawuf.Kemudian secara berurutan dipaparkan tentang makna kebahagiaan serta
disertai dengan beberapa pendapat ilmuan,bahagia dan agama,kesehatan jiwa dan
badan,harta benda dan bahagia,sifat qana’ah, hubungan ridha dengan keindahan
alam dan munajat kepada Allah.
Tasawuf menurut hamka sebuah displin
ilmu yang telah mapan dalam kajian islam beliau memaknai tasawuf dengan sifat
qalbi yaitu membersihkan hati,pembersihan budi pekerti dri perangai-perangai
jelek,lalu memperhias diri dengan perangai terpuji[13],yaitu
membersihkan hati dari sifat-sifat kizzib,khianat,tamak,takabur dan
sifat-sifat tercela lainnyadan mengisi jiwa dengan sifat-sifat yang mulia.Tujuan
Hamka menulis Tasawuf Modern adalah meletakkan tasawuf pada relnya dengan
menegakkan kembali maksud semula tasawuf yaitu membersihkan jiwa,mendidik dan
memperhalus perasaan menghidupkan hati dengan menyembah Allah dan mempertinggi
derajat budi pekerti.
Hamka berpendapat
bertasawuf dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT tidaklah salah akan
tetapi jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak lain
adalah ibadah yang telah diajarkan oleh agama kita,jalan inilah yang ditempuh
oleh Nabi dan para Sahabat.Para sufi menurut Hamka dalam bermujahadah mempunyai
kode-kode,istilah-istilah sendiri yang hampir mustahil dapat dipahami oleh
orang lain.Analisa Hamka terhadap huruf kha,ha dan jim adalah bermakna
takhalli= takhalli minal akhlaki al-madzmumah artinya lepaskan dirimu dari
perangai yang tercela, tahalli=tahalli nafsaka bil akhlaki mahmudah artinya
isikanlah dirimu dengan akhlak yang terpuji, tajalli=jelaslah tuhan
dihadapanmu.
Takhalli
diartikan secara umum sebagai upaya untuk membuang segala sifat tercela dari
dalam diri manusia, dari maksiat lahir maupun batin.Hal ini dapat dicapai
dengan cara menjauhkan diri dari kemaksiatan dan melenyapkan hawa nafsu kotor
dan sifat tercela.Sifat-sifat tercela itu antara lain hasad, dengki, takabur,
riya, su’uzdan, ghadab, ghibah dan sebagainya.
Tahalli artinya
berhias.Maka berhiaslah diri dengan sifat-sifat terpuji,sehingga bertambah
naiklah roh dan jiwa kita mencapaimartabat yang lebih tinggi.Bersihlah batin
dari seluruh pengaruh yang buruk.
Tajalli
artinya jelas dan nyatalah jalan kepada Tuhan.Karena Tajalli Tuhan dalam
pandangan seorang hamba tidaklah mungkin jika jiwa hamba itu masih belum
kuat,dan kekuatan jiwa hanya dicapai setelah dibersihkan.
Hamka menyatakan
bahwa nur ilahi dimasukkan Allah ke dalam hati seseorang, sehingga ia
meeperoleh ketentraman batin.Untuk mendapatkan
nur kaum sufi harus melakukan latihan jiwa yaitu berusaha untuk
mengosongkan dirinya dari perbuatan tercela, melepaskan segala sangkut paut
dengan dunia, lalu mengisi diri mereka dengan sifat terpuji dan segala
tindakannya selalu dalam ibadah dengan cara memperbanyak zikir, menghindarkan
diri dri segala yang dapat mengurangi kesucian diri baik secara lahir maupun
batin.
Demikianlah
pemikiran Hamka tentang bagaimana seorang sufi mendekatkan diri kepada Allah
melalui mujahadah yaitu melalui perilaku yang baik dan benar atau akhlakul
karimah.Hal ini yang merupakan titik tekan dari ajaran tasawufnya dengan kata
lain bahwa corak pemikiran tasawuf Hamka adalah tasawuf akhlaki.
Tentang posisi
tasawuf beliau berkata di akhir bukunya bahwa filsafat adalah penjelasan hidup,
kesusastraan adalah nyanyian hidup, kesenian adalah perhiasan hidup, dan tasawuf
adalah intisari hidup dengan ibadah sebagai pegangan hidup.
Hamka juga menghasilkan
karya ilmiah islam dan karya kreatif ceperti cepen dan novel.Karya ilmiyahnya
yang terbesar adalah Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novel yang mendapat
perhatian umum yaitu seperti karya tenggelamnya kapal Van Der Wijjck, Dibawah
Lindungan Ka’bah, dan Merantau ke Deli.
Selama hayatnya beliau mendapat gelar Doktor
dua kali. Pertama karena menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam, pada permulaan
tahun 1959,University Al-Azhar memberikan gelar Ustadziyah Fakhriyah (Doktor
HonorisCausa), kedua kalinya pada hari Sabtu 6 Juni 1974, gelar Doktor
diperoleh lagi dalam kesusastraan Malaysia.
Sebagai
fase akhir dari hidupnya, maka ia berkhidmat dalam dunia keulamaan, di samping
secara terus menerus melakukan kegiatannya dalam mengarang. Pada tanggal 27
Juli 1975, Hamka diangkat menjadi ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan
terpilih kembali dalam periode ke-2 pada akhir mei 1980. Namun setahun kemudian,
tepatnya 18 Mei 1981, Hamka mengundurkan diri berkaitan dengan masalah
perbedaan pendapat dengan pihak Departemen
Agama
Republik Indonesia dalam hal fatwa mengenai kehadiran umat Islam dalam perayaan
natal.
Setelah melewati liku-liku, hempasan ombak, pasang surut dan pahit manisnya
hidup dan kehidupan, kedudukan Hamka telah berhasil meraih cita-cita sebagai
“pujangga” dan “ulama”.
Dan sampai akhir hayatnya
tetap dalam kedudukan sebagai penasehat pimpinan pusat
Muhammadiyah.
Menjelang akhir hayatnya, Hamka sakit dan dirawat di RSPP, ia baru saja selesai
membaca al-Qur'an yang terakhir kalinya kemudian menghembuskan nafas panjangnya
pada jam 16.41 WIB tepat hari Jum’at 24 Juli 1981, dan bertepatan dengan bulan
suci Ramadhan. Perjalanan hidupnya dalam usia 73 tahun kurang 7 hari.
2.Karya-karya
Hamka
Khatibul ummah, jilid 1-3
yang ditulis dalam huruf Arab.
Si
Sabariah (1928)
Pembela
Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shidiq),
tahun 1929
Adat Minangkabau dan Agama Islam (1929)
Ringkasan Tarikh Umat Islam (1929)
Kepentingan
melakukan tabligh (1929)
Hikmat
Isra’ dan Mikraj
Arkanul
Islam (1932) di Makasar
Lailal Majnun (1932) Balai Pustaka
Majalah
“Tentera” (4 nomor) 1932, di Makasar
Majalah “Al-Mahdi” (9 nomor) 1932, di
Makasar
Mati Mengandung Malu (salinan
Al-Manfaluthi), 1934.
Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936)
Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijek (1937),
Pedoman Masyarakat, Balai
Di Dalam Lembah Kehidupan (1939),
Pedoman Masyarakat, Balai
Merantau ke Deli (1940), Pedoman
Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
Margaretta Gaithier (terjemahan) 1940.
Tuan
Direktur (1939).
Dijemput Mamaknya (1939).
.Keadilan
Ilahy (1939). Tasawuf Modern (1939).
Falsafah
Hidup (1939).
Lembaga
Hidup (1940).
Lembaga
Budi (1940).
Majalah
“Semangat Islam” (Zaman Jepun, 1943).
Majalah
“Menara” (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
Negara
Islam (1946)
Islam
dan Demokrasi (1946).
Revolusi
Pemikiran (1946).
Revolusi
Agama (1946).
Adat
Minangkabau Menghadapi Revolusi (1946).
Dibantingkan Ombak Masyarakat (1946).
Di dalam Lembah Cita-cita (1946).
Sesudah Naskah Reville (1947).
Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret (1947).
Menunggu
Beduk Berbunyi (1949), di
Bukittinggi
Ayahku
(1950), di Jakarta.
Mandi
Cahaya di Tanah Suci (1950).
Mengembara
di Lembah Nyl (1950).
Ditepi
Sungai Dajlah (1950).
Kenangan-kenangan
Hidup (vol. 1-4), autobiografi sejak lahir
1908
sampai
tahun 1950.
Sejarah Umat Islam, jilid 1-4, ditulis
tahun 1938 sampai 1950.
Pedoman
Mubaligh Islam. cet. 1
(1937), cet. 2 (1950).
Pelajaran
Agama Islam (1956).
Perkembangan
Tasawuf dari Abad ke Abad (1952).
Empat Bulan di Amerika, jilid 1 & 2
(1953).
Pengaruh
Ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (pidato
di Cairo 1958).
Soal
Jawab (1960), disalin dari karangan
majalah Gema Islam
Dari
Perbendaharaan Lama (19630, dicetak
oleh M. Arbie Medan.
Lembaga
Hikmat (1953), Bulan Bintang Jakarta.
Islam dan Kebatinan (1972), Bulan
Bintang.
Fakta
dan Khayal Tuanku Rao (1970).
Sayid Jamaludin Al-Afghany (1965),
Bulan Bintang.
Ekspansi
Ideologi Islam (1950)
Keadilan Sosial dalam Islam (1950)
Cita-cita Kenegaraan dalam Ajaran Islam (kuliah
umum di Universiti
Kristan, 1970).
Studi Islam (1973), Penerbit Panji
Masyarakat.
Himpunan
Khutbah-khutbah.
Urat
Tunggang Pancasila.
Do’a-do’a
Rasulullah SAW (1974).
Sejarah
Islam di Sumatera.
Bohong
di Dunia.
Mahammadiyah
di Minangkabau (1975)
Pandangan
Hidup Muslim (1960).
Kedudukan Perempuan dalam Islam (1973).
Tafsir
Al-Azhar Juz 1-30.
Dari keseluruhan karya-karya yang
masih dikenang dan paling laku keras sampai sekarang, sehingga telah dicetak
berulang-ulang adalah Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Lembaga Hidup,
Lembaga Budi, Sejarah Umat Islam, dan yang terakhir adalah Tafsir Al-Azhar
30 Juz.
BAB II
PEMBAHASAN
Tasawuf di Indonesia
A.Abdul Shamad
Al-Falimbani
1.Sejarah Hidup
Abdul Shamad adalah
putra Syeikh Abdul Jalil ibn Syeikh Abdul Wahab ibn Syeikh Ahmad
al-Mahdani.Al-Falimbani lahir di Palembang sekitar tiga atau empat tahun
setelah 1112 H.Ayahnya dari Yaman dan merupakan orang Arab yang setelah tahun
1112 H/1700 M di angakat menjadi Mufti Negeri Kedah dengan istrinya Radin Ranti
di Palembang[1].Menurut
kitabnya, Sir al-Salikin baru ditulisnya tahun 1192 H/1779 M, ketika ia
berusia sekitar 75 tahun.
Pada tahun 1178 H/1764
M beliau menulis kitabnya yang pertama,tentang ilmu tauhid yaitu Zuhrat
al-Murid fi Bayan Kalimat Tauhid yang berisi tentang ringkasan
kuliah-kuliah tauhid yang diberikan di Masjidilharam oleh Ahmad ibn Abd
al-Mun’im al-Damanhuri dari Mesir. Kemudian sepuluh tahun sesudah itu yakni
tahun 1188 H/1774 M atas permintaan Sultan Palembang,Najmuddin diminta untuk
menulis mengenai hakikat iman dan hal-hal yang dapat merusaknya.Untuk memenuhi
permintaan itu beliau menulis Tuhfat Al-Raghibin Fi Bayan Haqiqah Imam
al-mu’minin wa Ma Yufsiduhu fi Riddah al-Murtaddin.Sebelum itu, pada tahun
1765 karyanya berjudul Nasihat al-Mu’minin fi Fada’il al-jihad fi Sabil
Allah wa Karamat al-Mujahiddin fi Sabil Allah. [2]
Berkaitan dengan ajaran
tasawufnya,Syeik Al-Falimbani mengambil jalan tengah antara doktrin tasawuf
Imam Al-Ghazali dan tasawuf wahdatul
wujud Ibnu Arabi, bahwa manusia sempurna(insan kamil) aadalah manusia yang memandang hakikat Yang
Maha Esa itu dalam fenomena alam yang serba aneka dengan tingkat makrifat
tertinggi.Beliau memberikan tekanan dalam dalam tasawufnya lebih banyak pada
penyucian pikiran dan perilaku moral daripada pencarian mistisisme dan
filosofis.Hal ini menunjukkan bahwa tasawufnya lebih merupakan tasawuf
akhlaki atau tasawuf amali yang bernuansa sunni daripada tasawuf
falsafi
Di Nusantara khususnya
Indonesia, pengaruh Al-Falimbani dianggap cukup besar, khususnya yang berkaitan dengan ajaran tasawuf.Banyak
karya-karya beliau yang membahas tentang ajaran tasawuf tersebut.Beliau
meninggalkan Palembang,dan mengambil keputusan dan semata-mata memohon petunjuk
kepada Allah dan kembali ke Mekkah.Dan persoalan kaum muslimin Indonesia yang
lebih besar adalah persoalan agama.Selama beliau berada di Mekkah beliau selalu
berhubungan dengan jama’ah haji dan penuntut-penuntut ilmu yang datang dari
seluruh Kepulauan Indonesia, dan oleh karena itu beliau mendapat kesan bahwa
tasawuf adalah bentuk ajaran agama yang paling disenangi di Indonesia,tetapi
dalam hal itu pula kaum muslimin sering tersesat, sehingga beliau merasa
terpanggil untuk menerjemahkan kitab-kitab tasawuf yang dapat memberi bimbingan
yang benar dan efektif bagi para penggemar tasawuf yang belum memiliki dasar
pengetahuan yang kuat.
Pada awal tahun1192H/1778 M,beliau selesai
menerjemahkan Bidayat al-Hidayah karangan Al-Ghazali ke dalam bahasa
Melayu dengan judul Hidayat Al-Salikin dengan menambahkan di dalamnya
soal-soal yang dianggapnya sangat perlu diketahui oleh setiap muslim.Pada tahun
1193 H/1779 M beliau menerjemahkan kitab Al-Gazhali yaitu Ihya ulumuddin
dengan judul Sair al-Salikin.Jalan yang ditempuh oleh orang-orang sufi terdiri
dari ilmu dan amal seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Gazhali,karena makrifah
yang dicapai melalui jalan itu bukan sejenis ilmu yang dapat dipelajari dari
seorang guru.
Di dalam kitabnya Sair
Al-Salikin menyebutkan bahwa Wujud Allah Ta’ala dapat dikenal dengan tujuh
martabat yaitu martabat Ahadiyah, martabat Wahdah, martabat Wahidiyah,
martabat Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam dan martabat Insan[3].
Mengenai ilmu tasawuf
yang diajarkan oleh Abdul Shamad Al-Falimbani, Muhammmad Chotib Quzwain
melakukkan penelitian tentang Al-Falimbani.Ilmu tasawuf menerangkan suatu
proses kemajuan kehidupan rohani manusia yang mencari Allah.Orang yang mencari
Allah disebut salik yaitu orang yang berpergian di jalan Allah.Salik itu
harus berjalan dengan langkah-langkah tertentu yang disebut dengan tarekat yang
menuju ke satu tujuan yaitu mendekatkan diri kepada Allah[4].Dari
tarekat tersebut untuk menuju dekat dengan Allah harus melalui tingkatan yang
lebih tinggi yaitu makrifah dan hakikat.Langkah-langkah tersebut
merupakan disiplin rohani bagi orang sufi dan mereka harus bertobat yaitu
karena sadar akan dosa yang telah diperbuatnya dan bertekad tidak akan berbuat
dosa lagi.Kemudian faqir yaitu sanggup menderita agar dapat memperoleh
ketenangan jiwa dalam hidup ini dan akhirnya dapat masuk surga.Dan langkah yang
terakhir adalah melawan hawa nafsu, sebab hawa nafsu itu merupakan penggoda
dalam perjalanan hidup manusia.Apabila berhasil melawan hawa nafsu dan
mengalahkannya,maka tercapailah tingkat kepuasan (rela) dan menyerah
kepada Allah SWT (tawakkal).
Syeik Al-Falimbani
mengikuti Tarekat Sammaniyah melalui Syeikh Muhammad Al-Samman.Dan Al-Falimbani
belajar suluk kepada Syeikh Samman bersama-sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad
al-Banjari yang merupakan salah seorang teman akrabnya yang sama-sama belajar
di Mekkah.Al-Falimbani, Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis dan Abdur Rahman dari Jakarta
adalah empat serangkai dari Indonesia sama-sama belajar di Mekkah,kemudian di
Madinah, dan pada tahun 1186 H/1772 M mereka pulang menuju kampung halaman masing-masing.
Sulit sekali menemukan tahun pasti
wafatnya Syeikh Abdul Samad. Menurut Dr M Chatib Quzwain dalam bukunya Mengenal
Allah Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasauf Sheikh Abdus Shamad al-Palimbani
pada tahun 1244 H atau 1828 M dikatakan umur Syekh Abdul Samad 124 tahun.Sementara
Dr. Azyumardi Azra menulis bahwa rentang masa hidup Al-Palimbani adalah dari
dasawarsa pertama hingga akhir Abad ke XVIII. Al-Baythar menyatakan
Al-Palimbani meninggal setelah 1200 H atau 1785 M. Tetapi kemungkinan besar dia
meninggal setelah 1203 H atau 1789 M, setelah dia menulis karya terkenalnya Sair
Al-Salikin. Berdasarkan sumber di Jedah, dia dikatakan terbunuh dalam
perang melawan Thailand pada 1244 H atau 1828 M.Dr. M. Chatib Quzwain menyebut
bahwa makam Syekh Abdul Samad di Palembang, tapi di Palembang belum didapatkan
informasi di mana makamnya di Palembang. Sedangkan Dr. Azyumardi Azra menulis
bahwa beliau meninggal di Arabia.
2.Karya-Karya
Abdul Shamad Al-Falimbani
a.Zuhrat al-Murid fi Bayan Kalimat al-Tauhid
b.Nasihat
al-Muslimin wa Tadzkirat al-Mu’minin fi Fadail al-Jihad fi Sabilillah wa
Karamat al-Mujahidin fi sabillah
c.Tuhfat
al-Raghibin fi Bayan Haqiqah Imam al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu fi Riddah
al-Murtaddin
d.Al-Urwah
al-Wusqa wa silsilatu Uli al-ittiqa
e.Hidayat
al-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin(1192/1778)
f.Ratib Abd
al-Shamad
g.Sair
al-Salikin ila ibdati Rabb al-‘Alamin
h.Zad
al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-‘Alamin
B.Muhammad
Nafis Al-Banjari
1.Sejarah
hidup
Muhammad Al-Nafis al-Banjari lahir pada
1148H/1735M di Martapura,Kalimantan Selatan dari keluarga bangsawan Banjar,dan
wafat pada 1812 M.Pendidikan awalnya ditempuh di kampung halamannya lalu
melanjutkan studinya ke Mekkah.Nama lengkap beliau adalah Syeikh Muhammad
al-Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari,beliau mendapatkan gelar kehormatan
dengan sebutan “Maulana al-Allamah al-Fahhamah al-Mursyid ila thariqi
salamah”(yang mulia, yang berilmu tinggi,yang terhormat,pembimbing
keselamatan).Dan juga beliau berhasil mencapai gelar”syeikh al-mursyid”
gelar yang menunjukkan bahwa beliau diperkenankan mengajarkan dan meyebarkan
ilmu tasawuf dan tarekatnya kepada orang lain.Beliau hidup satu masa dengan
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari,pengarang kitab Sabil
al-Muhtadin. Walaupun sama-sama berasal dari Banjar namun, Muhammad Nafis
lebih memfokuskan hidupnya dalam bidang kesufian.
Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari berusaha
membersihkan diri zhahirnya dan batinnya dengan rajin mengamalkan keseluruhan tarekat
dengan saksama dan tekun.Pengetahuan kesufian beliau dapatkan dari guru-guru
beliau seperti:
a.Syeikh Abdullah ibn Hijazi
as-Syarqawi al-Azhari(1150-1227 H/1737-1812 M)
b.Syeikh Shiddiq ibn Umar Khan
c.SyeikhMuhammad ibn Abd al-Karim
Samman Al-Madani
d.Syeikh Abd al-Rahman bin Abd Aziz
al-Maghribi
e.Syeikh Muhammad ibn Ahmad
Al-Jauhari
Muhammad Nafis,seperti kebanyakan ulama Melayu
Indonesia bermazhab Syafi’i dan berteologi Asy’ari.Beliau berafiliasi dengan
beberapa tarekat yaitu Qadariyyah, Syattariyah, Sammaniyah,Khalwatiyah dan
Naqsabandiyah.Beliau juga merupakan ahli kalam dan tasawuf, karyanya al-Dur
al-Nafis,menekankan transendental mutlak dan keesaan Tuhan.Beliau menolak
pendapat Jabariyah yang mempertahankan determinisme fatalistik.Menurut pendapat
Nafis,kaum muslimin harus berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik.Buku
beliau dilarang beredar oleh Belanda
dikhawatirkan akan mendorong umat islam untuk melakukan jihad[5].
Syeikh Muhammad
Nafis merupakan seorang sufi yang berpaham sama dengan pendapat Syeikh
Muhyiddin bin al-Arabi.Walaupun beliau mendapat gelar tinggi di kalangan
pencinta sufi di zamannya,namun beliau tidak meninggikan diri,hal ini terlihat
dalam tulisan beliau “Dan yang menghimpun risalah ini hamba yang fakir lagi
hina, mengaku dengan dosa dan taqshir, lagi yang mengharap kepada Tuhannya yang
Maha Kuasa, yaitu yang terlebih fakir dari pada segala hamba Allah Taala yang
menjadikan segala makhluk yaitu Muhammad
Nafis ibn Idris ibn Husein,di Negeri Banjar tempat jadi,dan di Negeri
Mekkah tempat diamnya,Syafi’i akan mazhabnya,yaitu pada fiqih.Asy’ari akan
iktikadnya yaitu pada usuluddin.Junaid ikutanya,yaitu pada ilmu
tasawuf.Qadariyah adalah tarekatnya, Syattariyah adalah pakaiannya,
Naqsabandiyah adalah amalnya, Khalwatiyah adalah makanannya, Sammaniyah minumanya”,demikianlah tulisan
Muhammad Nafis pada kitab al-Durr al-Nafis.
Muhammad Nafis
al-Banjari menghasilkan sejumlah buku mengenai tasawuf.Adapun buku-bukunya
antara lain Kanz al-Sa’adah fi bayan istilahat al-Sufiyyah(suatu buku
yang menjelaskan istilah-istilah sufi) dan al-Durr al-Nafis fi bayan wahdah
al-Af’al wa al-Asma’ wa al-Sifat wa al Dzat(Pemata berharga tentang kesatuan
perbuatan,nama,sifat dan dzat),atau sering disebut dengan al-Durr al-Nafis(permata
berharga) yang ditulis dalam bahasa Melayu dan huruf jawi.Dalam buku tersebut
banyak terdapat ayat-ayat Al-Quran dan Hadis dengan tafsiran tasawuf.Secara
garis besar buku tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
pendahuluan,bagian isi yang menjelaskan maqam yang didahuli oleh seorang
sufi,bagian penutup.
Bagian pendahuluan terbagi atas dua pokok
pembahasan.Pembahasan pertama menjelaskan tentang hal-hal yang merusak seorang salik.Syeikh
Muhammad Nafis bin Idris al-Banjari menjelaskan perkara-perkara yang
membatalkan suluk sangatlah banyak:
a.Kasl yaitu malas melakukan
ibadah dalam keadaan mampu.
b.Futur yaitu lemah beribadah
karena hati bimbang dengan tergoda oleh kehidupan duniawi.
c.Malal
yaitu merasa jemu dan merasa tidak puas beribadah karena sesuatu yang
dimaksudkan belum juga berhasil.Apabiala terjadi yang demikian dikarenakan oleh
kurang iman,lemah keyakinan,buta mata hati dan mengikuti hawa nafsu[6].
Dan pokok pembahasan
kedua dari pendahuluan tersebut adalah berisi penjelasan-penjlasan tentang
hal-hal yang bisa mengakibatkan gagalnya seseorang dalam mencapai tujuan(Allah
SWT). Adapun yang menghalangi seorang salik untuk sampai kepada Allah
diantaranya:
1.Syiri khafi yaitu syirik
yang tersembunyi
2.Riya’ yaitu memeperlihatkan
ibadahnya kepada orang lain
3.Sum’ah yaitu
memperdengarkan ibadahnya kepada orang lain agar ia merasa diagungkan
4.Ujub yaitu mengagumi
dirinya banyak berbuat ibadah
5.Berhenti beribadah karena merasa
dirinyan itu telah sampai kepada Allah
6.Yang
menghalangi yaitu merasa bahwa ibadahnya itu hasil perbuatan dirinya sendiri
dan dia tidak tampak bahwa perbuatan itu adalah suatu nikmat dari Allah.
7.Dinding/hijab yaitu yang terjadi karena cahaya perhiasan
dan keindahan.Karena si salik telah dapat memandang cahaya,perhiasaan dan
keindahan ibadahnya dia pun berhenti melakukan ibadah lantaran sukacita,dia
lupa Allah karena khayalnya.
Dalam bagian kedua
terdapat empat pasal atau tahap.Menurut Muhammad Nafis,keesaan Tuhan(Tauhid)
terdiri atas empat tahap yaitu tauhid af’al(kesaan perbuatan Tuhan),tauhid
al-Shifat(keesaan sifat-sifat Tuhan),tauhid al-asma’ (keesaan
nama-nama Tuhan) dan tauhid al-Dzat (keesaan dzat-dzat Tuhan).Para
pencari kebenaran akan mengalami fana dan selama itu mereka akan dapat mencapai
penyaksian dan penglihatan(musyahadah) esensi Tuhan.Seperti al-Palimbani, Muhammad
Nafis percaya bahwa Dzat Tuhan tidak dapat diketahui melalui melalui
pancaindera dan akal,melainkan hanya dengan kasyaf(intuisi langsung) sajalah
orang akan mampu menangakap Dzat Tuhan.
Dalam menjelaskan tauhid
af’al ini menurut Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari bahwa mazhab iktikad ada
empat.Pertama yaitu muktazilah yaitu golongan yang tidak mengakui bahwa
Allah melakukan perbuatan, tetapi yang berbuat itu adalah hamba itu sendiri,dan
perbuatannya itu memberi bekas akibat perbuatannya itu.Kedua adalah Jabariyyah
yaitu mereka beri’tikadkan sekalian perbuatan itu disandarkan kepada Allah
semata-mata.Ketiga Ahl Sunnah wa al-jamaah yang mengakui bahwa seluruh
perbuatan daripada Allah akan tetapi harus adanya usaha dan ikhtiar dari sang
hamba.Dengan usaha dan ikhtiar itulah seorang hamba itu melakukan kegiatan.Pada
mazhab ini juga tergantung terhadap hukum syara’,usaha dan ikhtiar itu tiadalah
memberi kesan kepada hakikatnya.Yang memberi kesan dan bekas tindakan itu
adalah Allah SWT.Disebut juga dengan mazhab Al-Asy’ariyyah.Keempat yaitu mazhab
Ahl kasyaf yaitu mereka yang telah terbuka tirai dari alam nyata menuju
alam yang batin.Tauhid af’al merupakan maqam pertama yang harus dilalui oleh
seorang salik(pejalan menuju Tuhan)
Adapun tentang tauhid
asma, Muhammad Nafis al-Banjari menyebutkan bahwa segala nama pada
hakikatnya bersumber pada Allah SWT. Pada hakikatnya apa pun yang dapat
dinamakan dan yang bernama maka semuanya itu adalah nama milik/kepunyaan Allah.
Maqam tauhid asma adalah maqam yang kedua dan harus dijalani oleh salik.Dan
maqam ini merupakan jenjang untuk meningkat ke maqam berikutnya.
Dan Tauhid Sifat
bahwa mengesakan Allah Taala pada sekalian sifat yang berdiri pada
Dza-Nya.Bahwa dengan Dialah fana sekalian sifat makhluk baik sifat diri pribadi
maupun sifat-sifat makhluk yang lainnya.Semua sifat seperti
Qudrah,Iradah,Ilmu,Hayat,Sama,Bashar, Kalam keseluruhannya itu adalah adalah
sifat Allah dan bukan sifat yang lainnya.Sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk
adallah bersifat semu.Pada tahap ini seorang salik sudah mencapai taraf baqa bi
sifat Allah(berada dalam sifat-sifat Allah) yang menimbulkan perasaan bahwa
pendengarannya adalah pendengaran Allah,penglihatannya adalah penglihatan Allah
SWT.perkataannya adalah perkataan Allah SWT,dan seterusnya. Dengan demikian
seluruh sifat Tuhan bertajalli dalam sifat-sifat manusia.
Dan selanjutnya Tauhid Dzat, menurut
Syeik Muhammad Nafis al-Banjari bahwa maqam inilah setinggi-tingginya
maqam,tidak ada yang lebih tinggi lagi dari mentauhidkan Dzat. Tidak ada yang
akan sampai pada mentauhidkan Dzat ini melainkan Rasullulah.Bahwa fanalah
sekalian Dzat yang baru ini dalam Dzat Allah.Inilah tujuan akhir setiap usaha
seorang sufi.Sufi yang mencapai peringkat ini akan melihat bahwa tidak ada yang
maujud(benar-benar ada) kecuali wujud Allah SWT.Wujud yang selain wujud
Allah fana(lenyap) di dalam wujud Allah.Kesimpulan dari maqam ini yaitu:
1.maqam
fana,memandang dan musyahadah akan empat perkara yaitu tauhid af’al,tauhid
asma,tauhid sifat,tauhid Dzat.
2.maqam baqa,yang terbagi menjadi
dua:
a.Syuhudu al-Kasrah fi al-Wahidah
yang artinya menyaksikan yang banyak dalam satu
b.Syuhudu al-Wahidah fi al-Kasrah
yang berarti menyaksikan yang satu dalam banyak[7]
Dalam bahasan tentang
Martabat Tujuh Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari sama persis dengan keterangan
Syeik Abd al-Shamad al-Palimbani di dalam Sair al-Salikin jilid II atau
tulisan Syeikh Daud bin Al-Fathani di dalam Manhal al-Shafi’ karena
semua itu dari satu sumber yaitu Tuhfat al-Mursalah karangan Syeikh Muhammad
bin Fadhlullah al-Burhanpuri al-Hindi.Pembagian Martabat Tujuh adalah Martabat Ahadiyah,Martabat
Wahdah,Martabat Wahidiyah ,Martabat Alam Arwah,Martabat Alam
Mitsal,Martabat Alam Ajsam danMartabat Insan.
Martabat orang yang sampai kepada Allah itu ada empat
macam, yaitu martabat ketika seseorang menjadi hamba Allah yang sebenarnya
,yaitulah orang yang beribadat dengan ikhlas bagi Allah dan tidak dikarenakan
oleh yang lain.Orang yang demikian dapai mencapai yakin.Martabat Af’al seorang
hamba yang melihat segala perbuatan yang da ada kesemuanya dariadalah perbuatan
Allah.Bahwa dia fana daripada perbuatan dirinya atau perbuatan makhluk
lainnya.Martabat Sifat-Nya yaitu memandang bahwa tiada yang hidup melainkan
hanya Allah SWT.Martabat Dzat-Nya yaitu orang yang musyahadah bahwa tiada yang
ada kecuali Allah SWT.
C.Abdullah
Al-Fathoni
1.Riwayat Hidup
Nama lengkap beliau
ialah al-Alim Allamah al-Arif ar-Rabbani Syeikh Wan Daud bin Syeikh Wan
Abdullah bin Syeikh Wan Idris (juga dikatakan Wan Senik) al-Fatani. Ibunya
bernama Wan Fathimah anak Wan Salamah bin Tok Banda Wan Su bin Tok Kaya Rakna
Diraja bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela bin Mustafa Datu Jambu (Sultan
Abdul Hamid Syah) bin Sultan Muzaffar Waliullah bin Sultan Abu Abdullah
Umdatuddin. Beliau yang lebih dikenali dengan panggilan Tok Syeikh Daud Patani
ini mempunyai lima beradik iaitu Syeikh Wan Abdul Qadir, Syeikh Wan Abdul
Rasyid, Syeikh Wan Idris dan seorang adik perempuan namanya Siti Khadijah bin
Abdullah al-Fathani.
Daud ibn Abdullah ibn
Idris al-Fatani lahir di Gresik sebuah
kota pelabuhan tua di Patani,tempat Maulana Malik Ibrahim,salah seorang Wali
songo diriwayatkan mengajarkan islam sebelum pindah ke Jawa Timur.Dia
memperoleh pendidikan awalnya dari ayahnya sendiri,lalu di beberapa pondok di
Patani,lalu di Aceh belajar dengan Muhammad Zein ibn Faqih Jala al-Din al-Asyi
selama dua tahun, ulama yang pernah belajar di Haramayn dan terkemuka di
Kesultanan Aceh pada masa ‘Ala al-Din Mahmud Syah.Dua karya al-Asyi yang
ditemukan adalah Bidayat al-Hidayah dan Kasyf al-Kiram
dipersiapkan di Mekkah dan diselesaikan
di Aceh[8].
Syekh Daud kemungkinan
besar menuju Haramayn dari Aceh dan di
Mekkah bergabung dengan ‘Ali bin
Ishaq Fatani dan Muhammad Shalih bin ‘Abd al-Rahman al-Fatani,al-Palimbani,Muhammad
al-Rasyad¸’Abd al-Wahhab al-Bugisi,Syekh ‘Abd al-Rahman al-Batawi,serta
Muhammad Nafis. Di antara semua teman-teman ini, Daud adalah yang termuda,dan
mereka membantunya belajar dengan para guru non-Melayu disana. Syekh Daud
belajar langsung dengan Al-Samani dan juga dengan ‘Isa bin Ahmad al-Barrawi bin
‘Isa bin Muhammad Al-Zubairi Al-Syafi’i Al-Qahiri Al-Azhari lebih dikenal
dengan Al-Barrawi,beliau adalah muhaddist dan faqih.
Daud al-fatani juga
belajar dengan ulama Mesir di Haramayn,misalnya dengan Al-Syarqawi,seorang
Syekh al-Azhar, tokoh pembaru dan guru dalam ilmu hadis,syariat,kalam, dan
tasawuf. Guru beliau lainnya yaitu al-Syanwani, yang ketika itu sebagai rektor
dan Syekh al-Azhar pengganti al-Syarqawi,daud belajar fiqih dan kalam darinya.
Di samping itu Daud juga belajar dengan Muhammad As’ad al-Hanafi al-Makki,Ahmad
al-Marzuqi al-Maliki dan Ibrahim al-Ra’is al-Zamzami al-Makki, yang dari Syeikh
Ibrahim ini beliau mengambil Tarekat Syaththariyyah dari Muhammad As’ad
al-Hanafi al-Makki.
Memerhatikan para guru
Daud al-Fatani, jelas pendidikan beliau lengkap dan komprehensif. Beliau tidak kembali ke Fatani
dan mengabdi dirinya mengajar dan menulis di Haramayn hingga akhir hayatnya di
Tha’if.Beliau sangat produktif,sedikitnya terdapat 57 karya tulis yang membahas
hampir semua disiplin Islam,namun sebagian karya tersebut belum dikaji secara
mendetail.
2.Karya-karyanya
Karya dari Abdullah al-Fathoni adalah
a .Bughyat
al-Thullab al-Murid Ma’rifat al-Ahkam bi al-Shawab yang membahas
ibadah(fiqh ibadah)
b. Furu
al-Masail wa ushul al-Masa’il yang membicarakan aturan-aturan dan
petunjuk-petunjuk dalam kehidupan sehari-hari.
c. Jami’
al-Fawa’id mengenai berbagai kewajiban antakaum muslimin dan non-Muslim.
d.Hidayat
al-Muta’allim wa ‘Umdat al-Muallim tentang fiqih secara umum.
e.Muniyyat
al-Mushalli tentang shalat.Nahj al-Raghibin fi Sabil al-Muttaqin
mengenai transaksi perdagangan.
f.Ghayah
al-Tarib mengenai faraid (warisan).Idah al-Bab li Murid al-Nikah bi
al-Shawab mengenai masalah-masalah yang berkaitan tentang perkawinan dan
perceraian[9].
Syeikh Daud al-Fatani merujuk kepada
kitab-kitab sepeti Minhaj al-Thalibin karya al-Nawawi,Fath al-Wahhab
karya Zakaria al-Anshari,Tuhfat al-Muhtaj karya Ibn Hajar al-Haytami dan
Nihayat al-Muhtaj karya Syams al-Din al-Ramli.Karya Syeikh Daud
Al-Fathoni yang berjudul Bughyat al-Tullab yang terdiri dari dua
jilid,masing-masing terdiri dari 244 dan 236 halaman, yang menjelaskan tentang
ibadah secara rinci dan buku ini sama populernya dengan Sabil al-Muhtadin
karya Muhammad Arsyad al-Banjari dan masih digunakan diwilayah
Melayu-Indonesia.
Furu’ al-Masail
adalah juga sebuah karya fiqih yang bercakupan luas.Karya ini merupakan
adaptasi dari karya Syams al-Din Ramli,al-Fatawa dan karya Husein ibn
Muhammad al-Mahalli Kasyaf al-Litsam dan ditulis dalam bentuk tanya
jawab.Beliau melalui karya-karyanya tersebut meskipun judulnya berbahasa arab
akan tetapi karya-karya tersebut ditulis dalam bahasa Melayu bertujuann untuk
agar kaum muslim mudah dalam memahami karya tersebut.Selain tentang fiqih beliau
juga ahli dalam tasawuf dan kalam, beliau juga banyak menulis buku dalam bidang
tersebut.Menurut Syeikh al-Fathoni, Imam al-Ghazali adalah bagaikan laut dalam
yang menyimpan mutiara-mutiara yang amat berharga,yang tidak terdapat dalam
laut lainnya.Dan menurut beliau, sufi terbesar setelah al-Ghazali adalah
al-Sya’rani.Oleh karena itu beliau mempertahankan doktrin Ibnu ‘Arabi yang sama
halnya seperti Sya’rani yaitu tentang wahdatul wujud dan tujuh tahapan
wujud dalam sebuah karya yang berjudul Manhal al-Shafi fi Bayan Rumuz
Ahl al-Shafi.
Beliau juga seorang yang produktif dalam
mengarang buku ilmu tasawuf sebagaimana alimnya beliau dalam bidang ilmu
fiqih.Krangan-karangan beliau diantaranya adalah:
a.Manhal
al-Shafi yaitu membahas tentang berbagai konsep dan pengertian dalam
tasawuf,sepeti tentang wahdatul wujud,martabat tujuh dan beberapa pengertian
kunci dalam perbendaharan kata-kata sufi.
b.Terjamahan Bidayatul Hidayah
c.Al-Qurtbathu ila Allah
d.Jam’ul Fawaid yang selesai
ditulis 1239 H
e.Minhaj al-Abidin selesai
tahun 1240 H
f.Kanzul al-Minan selesai
tahun 1240 H
Kitab Manhal al-Shafi disusun oleh Syeikh
Daud al-Fatani sangatlah tinggi nilai keilmihannya dalam bidang tasawuf,hal ini
terlihat dari kitab-kitab kajian beliau, seperti:
a.Manazil al-Insaniyah karya
Ibn al-Arabi
b.Tuhfat al-Mursalah dan
syarahnya.
c.Jawahir al-Ulum karangan
Syeikh Nuruddin al-Raniri
d.Sair al-Suluk ila Malik
al-Muluk karangan Syeikh Qaim Khan
e.Minah
al-Ilahiyyah karya Syeikh Abdul Mawahid Muhammad Zainal Abidin bin Muhammad
al-Ghamari
f.Hikam karya Ibnu
‘Atha’illah al-Iskandari
Didalam kitab Manhal
al-Shafi karangan Syeikh Daud al-Fathoni memberikan keterangan tentang
martabat tujuh lebih jelas dan mendetail jika dibandingkan dengan yang ditulis oleh Syeikh ‘Abdu
al-Shamad al-Palimbani di dalam Sair al-Salikin nya dan Syeikh Muhammad
Nafis bin Idris di dalam Durr al-Nafis nya.
Sheikh
Daud al-Fathani wafat dan dimakamkan di Taif. Kuburnya bersampingan dengan
kubur Saidina Abdullah bin Abbas iaitu sepupu Rasulullah SAW.. Tahun
kewafatannya juga belum diketahui dengan pasti. Tetapi ada yang berpendapat beliau
wafat sekitar tahun 1847 M, juga ada yang menyebut tahun 1265 H.
D.HAMKA
1.Riwayat Hidup
Beliau bernama Abdul Malik,lahir disebuah kampung yang bernama
Tanah Sirah desa Nagari Sungai Batang di tepi Sungai Maninjau Sumatera Barat
pada hari ahad pada tanggal 17 Februari 1908 M. Yang bertepatan 13 Muharram1326
H.Ayahnya bernama Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah dan ibunya bernama Safiah
Tanjung binti Zakariya( w.1939). Ayahnya,
Haji Rasul yang dikenal sebagai Doktor Syaikh Haji AbdulKarim Amrullah, adalah
orang yang berkecukupan, cerdas dan terpandang sebagaiulama besar sekaligus
tokoh pembaharu di Minangkabau. Doktor Haji AbdulKarim adalah pemimpin
pesantren”Sumatra Thawalib” di Padang Panjang.Dan setelah menunaikan ibadah haji, maka nama lengkap beliau adalah
Haji Abdul Malik ibn Abdul Karim Amrullah yang disingkat menjadi HAMKA.
Pada usia enam
tahun,Hamka kecil dibawa ayahnya ke
Padang Panjang,sewaktu berusia tujuh tahun ia dimasukkan ke sekolah desa dan
malamnya belajar ngaji pada ayahnya sendiri hingga tamat.Dari tahun 1916-1923
dia telah belajar agama pada sekolah-sekolah Diniyah School dan Sumatera
Tawalib di Padang Panjang dan Parabek[10].Guru-gurunya
pada waktu itu antara lain Syeik Ibrahim Musa Parabek,Engku Mudo Abdul Hamid
Hakim,Sutan Marajo, dan Syeikh Zainuddin Labay El-yunusi.
Di tahun 1924 ia
berangkat ke Yogya,dan mulai mempelajari pergerakan-pergerakan islam yang mulai
bergelora.Ia mendapatkan kursus pergerakan islam dari H.O.S
Tjokroaminoto,H.Fahruddin,RM Suryo Pranoto dan lain sebagainya.Pada tahun 1935
ia pulang ke Padang Panjang.Pada saat itulah mulai tumbuh bakatnya sebagai
pengarang.Buku yang mula-mula dikarangnya adalah Khatibul Ummah.Di
Padang Panjang ia dinikahkaan dengan Siti Raham binti Endah Sutan pada tanggal
5 April 1929.Pernikahan Hamka dengan Siti Raham berlangsung harmonis dan
bahagia.Dari pernikahannya dengan Siti Raham,Hamka memiliki beberapa putera dan
puteri yaitu Zaky,Fakhri,Azizah,Fathiyah, Rusdy,Aliyah,Afif,Syakib,Irfan dan
Hilmi.Setelah istrinya meninggal dunia,satu setengah tahun kemudian tepatnya
tahun 1973, ia menikah lagi dengan perempuan asal Cirebon yang bernama Hj.Siti
Khadijah. Semua pengalaman hidupnya meresap ke dalam jiwa dan
kemudian tampak dalam tulisan-tulisannya di kemudian hari,terutama karya sastranya.
Pada tahun 1928,
terbitlah buku romannya yang pertama dalam bahasa Minangkabau yang berjudul Si
Sabariyah.Waktu itu pula ia memimpin majalah “Kemajuan Zaman”.Di tahun 1929
keluarlah buku-bukunya antara lain Agama dan Perempuan,Pembela Islam,Adat
Minangkabau dan Agama Islam,Kepentingan Tabligh,Ayat-ayat Mi’raj dan lain
sebagainya.
Ketika berusia 12
tahun, orang tuanya bercerai, perceraian kedua orang tuanya ini merupakan
pengalaman yang pahit yang dialaminya.Tak heran, pada fatwa-fatwanya itu ia
sangat menetang tradisi kaum laki-laki minangkabau yang menikah lebih dari satu
perempuan(poligami),sebab menurut Hamka hal tersebut sangat berpotensi untuk
merusak ikatan dan keharmonisan rumah tangga.
Hamka adalah seorang
intelektual muslim Indonesia kontemperer dalam berbagai pemikiran islam.salah
satunya yaitu di dalam bidang ilmu tasawuf.Salah satu karya Hamka dalam bidang
ilmu tasawuf adalaah Tasawuf modern(1936).Dan respon masyarakat sangat baik
sehingga ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa tasawuf modern sebagai
obat yang dapat menentramkan jiwa.Dan beliau juga merujuk pada kitab-kitab
tasawuf klasik.Luasnya pengaruh tasawuf dalam hampir seluruh peradaban islam
menandakan bahwa tasawuf itu relevan dengan kebutuhan umat islam.Tasawuf
Modern Hamka sangatlah penting artinya bagi dunia saat ini,karena
masyarakat telah terperangkap dalam daya pikir rasional dan hedonis dalam
artian masyarakat hanya berfikir kehidupan duniawi saja tanpa menghiraukan ukhrawi.
Menurut beliau tasawuf adalah ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh
dan merupakan jantung dari keislaman. Oleh karena itu,sangat tepat jika
pendekatan tasawuf menjadi salah satu daya tarik diterimanya islam di
Indonesia.Tarekat-tarekat sufi sebagai institusi terorganisasi,memiliki peran
signifikan dalam masyarakat muslim yang besar,eksistensinya telah memainkan
pengaruh besar atas seluruh struktur.
Hamka juga
memperkenalkan konsep neo zuhud yaitu ajaran yang mengajarkan kecintaan
terhadap dunia yang tidak proposional merupakan kenistaan.Dalam buku Tasawuf
Modern,beliau mengutip perkataan K.H.Mas Mansur “ 80% didikan islam kepada
keakhiratan dan 20% keduniaan.Tetapi
kita lupa memenangkan yang tinggal 20% itu sehingga menjadi hina”[11]
Hamka berpendapat
bertasawuf bisa dilakukan sambil melakukan aktifitas duniawi bahkan sambil
berdagai sekalipun kita dapat bertasawuf pada waktu yang sama.Junaidi
Al-Bagdadi yang bergelar Syeikh At-Taifah membuka kedai kain di tengah kota
Bagdad, ia telah mempraktekakan bertasawuf sambil berdagang atau sambil bekerja[12].
Tasawuf modern Hamka
adalah sebuah karya yang tidak hanya berisi pelajaran tentang kesucian
hati,akan tetapi juga berisi tentang kekuatan iman dan jiwa yang merupakan
pondasi dari pendidikan islam.Beliau memaparkan secara singkat tentang
tasawuf.Kemudian secara berurutan dipaparkan tentang makna kebahagiaan serta
disertai dengan beberapa pendapat ilmuan,bahagia dan agama,kesehatan jiwa dan
badan,harta benda dan bahagia,sifat qana’ah, hubungan ridha dengan keindahan
alam dan munajat kepada Allah.
Tasawuf menurut hamka sebuah displin
ilmu yang telah mapan dalam kajian islam beliau memaknai tasawuf dengan sifat
qalbi yaitu membersihkan hati,pembersihan budi pekerti dri perangai-perangai
jelek,lalu memperhias diri dengan perangai terpuji[13],yaitu
membersihkan hati dari sifat-sifat kizzib,khianat,tamak,takabur dan
sifat-sifat tercela lainnyadan mengisi jiwa dengan sifat-sifat yang mulia.Tujuan
Hamka menulis Tasawuf Modern adalah meletakkan tasawuf pada relnya dengan
menegakkan kembali maksud semula tasawuf yaitu membersihkan jiwa,mendidik dan
memperhalus perasaan menghidupkan hati dengan menyembah Allah dan mempertinggi
derajat budi pekerti.
Hamka berpendapat
bertasawuf dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT tidaklah salah akan
tetapi jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak lain
adalah ibadah yang telah diajarkan oleh agama kita,jalan inilah yang ditempuh
oleh Nabi dan para Sahabat.Para sufi menurut Hamka dalam bermujahadah mempunyai
kode-kode,istilah-istilah sendiri yang hampir mustahil dapat dipahami oleh
orang lain.Analisa Hamka terhadap huruf kha,ha dan jim adalah bermakna
takhalli= takhalli minal akhlaki al-madzmumah artinya lepaskan dirimu dari
perangai yang tercela, tahalli=tahalli nafsaka bil akhlaki mahmudah artinya
isikanlah dirimu dengan akhlak yang terpuji, tajalli=jelaslah tuhan
dihadapanmu.
Takhalli
diartikan secara umum sebagai upaya untuk membuang segala sifat tercela dari
dalam diri manusia, dari maksiat lahir maupun batin.Hal ini dapat dicapai
dengan cara menjauhkan diri dari kemaksiatan dan melenyapkan hawa nafsu kotor
dan sifat tercela.Sifat-sifat tercela itu antara lain hasad, dengki, takabur,
riya, su’uzdan, ghadab, ghibah dan sebagainya.
Tahalli artinya
berhias.Maka berhiaslah diri dengan sifat-sifat terpuji,sehingga bertambah
naiklah roh dan jiwa kita mencapaimartabat yang lebih tinggi.Bersihlah batin
dari seluruh pengaruh yang buruk.
Tajalli
artinya jelas dan nyatalah jalan kepada Tuhan.Karena Tajalli Tuhan dalam
pandangan seorang hamba tidaklah mungkin jika jiwa hamba itu masih belum
kuat,dan kekuatan jiwa hanya dicapai setelah dibersihkan.
Hamka menyatakan
bahwa nur ilahi dimasukkan Allah ke dalam hati seseorang, sehingga ia
meeperoleh ketentraman batin.Untuk mendapatkan
nur kaum sufi harus melakukan latihan jiwa yaitu berusaha untuk
mengosongkan dirinya dari perbuatan tercela, melepaskan segala sangkut paut
dengan dunia, lalu mengisi diri mereka dengan sifat terpuji dan segala
tindakannya selalu dalam ibadah dengan cara memperbanyak zikir, menghindarkan
diri dri segala yang dapat mengurangi kesucian diri baik secara lahir maupun
batin.
Demikianlah
pemikiran Hamka tentang bagaimana seorang sufi mendekatkan diri kepada Allah
melalui mujahadah yaitu melalui perilaku yang baik dan benar atau akhlakul
karimah.Hal ini yang merupakan titik tekan dari ajaran tasawufnya dengan kata
lain bahwa corak pemikiran tasawuf Hamka adalah tasawuf akhlaki.
Tentang posisi
tasawuf beliau berkata di akhir bukunya bahwa filsafat adalah penjelasan hidup,
kesusastraan adalah nyanyian hidup, kesenian adalah perhiasan hidup, dan tasawuf
adalah intisari hidup dengan ibadah sebagai pegangan hidup.
Hamka juga menghasilkan
karya ilmiah islam dan karya kreatif ceperti cepen dan novel.Karya ilmiyahnya
yang terbesar adalah Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novel yang mendapat
perhatian umum yaitu seperti karya tenggelamnya kapal Van Der Wijjck, Dibawah
Lindungan Ka’bah, dan Merantau ke Deli.
Selama hayatnya beliau mendapat gelar Doktor
dua kali. Pertama karena menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam, pada permulaan
tahun 1959,University Al-Azhar memberikan gelar Ustadziyah Fakhriyah (Doktor
HonorisCausa), kedua kalinya pada hari Sabtu 6 Juni 1974, gelar Doktor
diperoleh lagi dalam kesusastraan Malaysia.
Sebagai
fase akhir dari hidupnya, maka ia berkhidmat dalam dunia keulamaan, di samping
secara terus menerus melakukan kegiatannya dalam mengarang. Pada tanggal 27
Juli 1975, Hamka diangkat menjadi ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan
terpilih kembali dalam periode ke-2 pada akhir mei 1980. Namun setahun kemudian,
tepatnya 18 Mei 1981, Hamka mengundurkan diri berkaitan dengan masalah
perbedaan pendapat dengan pihak Departemen
Agama
Republik Indonesia dalam hal fatwa mengenai kehadiran umat Islam dalam perayaan
natal.
Setelah melewati liku-liku, hempasan ombak, pasang surut dan pahit manisnya
hidup dan kehidupan, kedudukan Hamka telah berhasil meraih cita-cita sebagai
“pujangga” dan “ulama”.
Dan sampai akhir hayatnya
tetap dalam kedudukan sebagai penasehat pimpinan pusat
Muhammadiyah.
Menjelang akhir hayatnya, Hamka sakit dan dirawat di RSPP, ia baru saja selesai
membaca al-Qur'an yang terakhir kalinya kemudian menghembuskan nafas panjangnya
pada jam 16.41 WIB tepat hari Jum’at 24 Juli 1981, dan bertepatan dengan bulan
suci Ramadhan. Perjalanan hidupnya dalam usia 73 tahun kurang 7 hari.
2.Karya-karya
Hamka
Khatibul ummah, jilid 1-3
yang ditulis dalam huruf Arab.
Si
Sabariah (1928)
Pembela
Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shidiq),
tahun 1929
Adat Minangkabau dan Agama Islam (1929)
Ringkasan Tarikh Umat Islam (1929)
Kepentingan
melakukan tabligh (1929)
Hikmat
Isra’ dan Mikraj
Arkanul
Islam (1932) di Makasar
Lailal Majnun (1932) Balai Pustaka
Majalah
“Tentera” (4 nomor) 1932, di Makasar
Majalah “Al-Mahdi” (9 nomor) 1932, di
Makasar
Mati Mengandung Malu (salinan
Al-Manfaluthi), 1934.
Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936)
Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijek (1937),
Pedoman Masyarakat, Balai
Di Dalam Lembah Kehidupan (1939),
Pedoman Masyarakat, Balai
Merantau ke Deli (1940), Pedoman
Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
Margaretta Gaithier (terjemahan) 1940.
Tuan
Direktur (1939).
Dijemput Mamaknya (1939).
.Keadilan
Ilahy (1939). Tasawuf Modern (1939).
Falsafah
Hidup (1939).
Lembaga
Hidup (1940).
Lembaga
Budi (1940).
Majalah
“Semangat Islam” (Zaman Jepun, 1943).
Majalah
“Menara” (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
Negara
Islam (1946)
Islam
dan Demokrasi (1946).
Revolusi
Pemikiran (1946).
Revolusi
Agama (1946).
Adat
Minangkabau Menghadapi Revolusi (1946).
Dibantingkan Ombak Masyarakat (1946).
Di dalam Lembah Cita-cita (1946).
Sesudah Naskah Reville (1947).
Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret (1947).
Menunggu
Beduk Berbunyi (1949), di
Bukittinggi
Ayahku
(1950), di Jakarta.
Mandi
Cahaya di Tanah Suci (1950).
Mengembara
di Lembah Nyl (1950).
Ditepi
Sungai Dajlah (1950).
Kenangan-kenangan
Hidup (vol. 1-4), autobiografi sejak lahir
1908
sampai
tahun 1950.
Sejarah Umat Islam, jilid 1-4, ditulis
tahun 1938 sampai 1950.
Pedoman
Mubaligh Islam. cet. 1
(1937), cet. 2 (1950).
Pelajaran
Agama Islam (1956).
Perkembangan
Tasawuf dari Abad ke Abad (1952).
Empat Bulan di Amerika, jilid 1 & 2
(1953).
Pengaruh
Ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (pidato
di Cairo 1958).
Soal
Jawab (1960), disalin dari karangan
majalah Gema Islam
Dari
Perbendaharaan Lama (19630, dicetak
oleh M. Arbie Medan.
Lembaga
Hikmat (1953), Bulan Bintang Jakarta.
Islam dan Kebatinan (1972), Bulan
Bintang.
Fakta
dan Khayal Tuanku Rao (1970).
Sayid Jamaludin Al-Afghany (1965),
Bulan Bintang.
Ekspansi
Ideologi Islam (1950)
Keadilan Sosial dalam Islam (1950)
Cita-cita Kenegaraan dalam Ajaran Islam (kuliah
umum di Universiti
Kristan, 1970).
Studi Islam (1973), Penerbit Panji
Masyarakat.
Himpunan
Khutbah-khutbah.
Urat
Tunggang Pancasila.
Do’a-do’a
Rasulullah SAW (1974).
Sejarah
Islam di Sumatera.
Bohong
di Dunia.
Mahammadiyah
di Minangkabau (1975)
Pandangan
Hidup Muslim (1960).
Kedudukan Perempuan dalam Islam (1973).
Tafsir
Al-Azhar Juz 1-30.
Dari keseluruhan karya-karya yang
masih dikenang dan paling laku keras sampai sekarang, sehingga telah dicetak
berulang-ulang adalah Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Lembaga Hidup,
Lembaga Budi, Sejarah Umat Islam, dan yang terakhir adalah Tafsir Al-Azhar
30 Juz.