1. Pengertian Hadits Tarbawi
Hadits secara etimologi berarti cara atau jalan hidup yang biasa dipraktekkan,
baik ataupun buruk. Secara terminologi, Hadits adalah segala sesuatu yang
dinisbatkan (disandarkan) kepada Nabi saw., baik perkataan (qauli), perbuatan
(fi’li), sikap/ketetapan (taqriri) maupun sifat fisik dan psikis Rasulullah
saw.
Untuk memberikan pengertian tentang Tarbawi, maka perlu diketahui dari mana
asal kata tersebut. Kata “Tarbawi” adalah terjemahan dari bahasa Arab, yakni
Rabba-Yurabbi-Tarbiyyatan. Kata tersebut bermakna : Pendidikan, pengasuhan dan
pemelihara
Taqiyuddin M. menyebut potensi manusia ini berupa seperangkat instrument dan
content pendidikan yaitu akal pikiran (al-'aql), hati nurani (nur al-qalb) dan
panca indera. Melalui seperangkat instrument dan content pendidikan itulah
sehingga begitu manusia lahir di atas bumi ini ia telah siap menerima ajaran
dari alam (macro cosmos) atau dari manusia lain (micro cosmos) yang telah lebih
dulu ada sekaligus memberikan materi pendidikan.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan, manusia memiliki
kelebihan dan kekurangan. Dengan kelebihannya manusia ada yang bisa diajar,
dibimbing, dibina dan dilatih sehingga perilaku sosialnya menjadi baik. Inilah
yang dimaksud bahwa fungsi pendidikan adalah mengarahkan perkembangan manusia
ke arah yang lebih baik. Dan dengan kelemahannya manusia tidak henti-hentinya
berfikir, bertindak, belajar dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya demi
tercapainya tujuan yang dikehendakinya.
Menurut Sayyid Quthb bahwa apabila manusia merenungkan penciptaannya dan bentuk
tubuhnya, panca indera dan anggota-anggota tubuhnya, dan kekuatan serta
pengetahuannya, maka dia pasti mengakui bahwa Allah adalah Maha Pencipta.
Karena tidak ada seorang pun selain Allah yang mampu menciptakan alam semesta
yang sangat mengagumkan ini, baik yang kecil maupun yang besar.
Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini ialah menggunakan alat-alat tersebut
untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan keesaan Tuhan, yang dapat membawa
mereka beriman kepada Allah s.w.t. serta taat dan patuh kepada-Nya. Kaum
musyrikin memang tidak berbuat demikian.
Ayat ini juga menjelaskan tentang potensi yang diberikan Allah SWT kepada
manusia berupa pendengaran, penglihatan dan hati (akal) supaya dijadikan alat
untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
Untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, maka manusia perlu pendidikan.
Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat
hidup dan kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang dibekali
dengan berbagai kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan
berperasaan kemampuan mencari kebenaran dan kemampuan lainnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak
mendapatkan pendidikan.
Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita untuk "Iqra'" dalam surat
Al-Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rasulullah SAW. Iqra' di sini
tidak bisa diartikan secara sempit sebagai bacalah, tetapi dalam arti luas agar
manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah SWT
berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana untuk
melaksanakan dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di muka bumi
ini.
Diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas bercerita mengenai ayat ini,
bahwa tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, banyak diantara
orang-orang Arab yang tidak mau menerima kenyataan itu dan beranggapan bahwa
lebih agung untuk mengutus seorang manusia sebagai Rasul-Nya.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban kita selaku umat Muslim, sebagaimana Sabda
Rasulullah SAW yang artinya: "Mencari ilmu itu wajib bagi muslim dan
muslimat dari kandungan sampai liang lahat" (HR. Baihaqi)
Dalam Tafsir Al-Misbah kata "attabi'uka" ( ) asalnya adalah
"atba'uka" dari kata "tabi'a", yakni mengikuti. Penambahan
huruf "ta'" pada kata "attabi'uka" mengadung makna
kesungguhan dalam upaya mengikuti itu. Ucapan Nabi Musa as, berikutnya sungguh
sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaannya diajukan
dalam bentuk pertanyaan, "Bolehkan aku mengikutimu?" kemudian beliau
menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan, yakni beliau
menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Di sisi lain, beliau
mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang shaleh itu (al-khidhr) sehingga Nabi
Musa as. Hanya mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah
diajarkan kepadanya. Dalam konteks itu, Nabi Musa as. tidak menyatakan
"apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah", Karena beliau sepenuhnya
sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni dari Alla Yang Maha
Mengetahui.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah bahwa kita dalam menuntut
ilmu itu harus bertekad untuk bersungguh-sungguh mencurahkan perhatian bahkan
tenaganya terhadap apa yang akan kita pelajari. Pepatah mengatakan: "Man
jadda wajadda" (barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan
sesuatu, maka pasti akan berhasil).
Didalam QS At-Tahrim ayat 6 ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa
kita harus menjaga diri kita dan keluarga dari siksa api neraka. Ayat ini juga
mengisyaratkan tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga. Pendidikan dalam
keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama.
Adapun bidang pendidikan yang diperankan oleh keluarga menurut Hasan Langgulung
ada tujuh bidang pendidikan, yaitu: pendidikan jasmani, kesehatan, akal
(intelektual), keindahan, emosi dan psikologi, agama dan spiritual, akhlak,
sosial dan politik.
Orang tua dalam keluarga harus sejak dini memberikan pendidikan agama kepada
anak-anaknya. Rasulullah saw bersabda:
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلاَ ةِ اِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ
وَاِذَا بَلَغَ عَشْرَ
سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
Artinya: "Perintahkanlah anak melakukan shalat, apabila telah mencapai
usia tujuh tahun. Kalau sudah berumur sepuluh tahun, sedang anak itu tidak
melaksanakan perintah, maka pukullah dia".(HR. Muslim)
Mengapa orang tua dituntut untuk memerintahkan anak yang masih kecil
untuk melakukan shalat? Maksudnya, agar anak itu terbiasa, sehingga kelak sudah
baligh, shalat itu menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan.
Dalam terjemah singkat tafsir Ibnu Katsir ada tiga sahabat yang
menafsirkan ayat ini, yaitu:
Pertama, Berkata Ibnu Abbas: "Tidak sepatutnya orang-orang yang mukmin itu
pergi semuanya ke medan perang dan meninggalkan Rasulullah SAW seorang
diri".
Kedua, Berkata Qatadah: "Jika Rasulullah Saw mengirim pasukan, maka
hendaklah sebagian pergi ke medan perang, sedang sebagian lain tinggal bersama
Rasulullah saw. untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, kemudian
dengan pengetahuan yang mereka peroleh itu, hendaklah mereka kembali kepada kaumnya
untuk memberi peringatan kepada mereka".
Ketiga, Berkata Adh-Dhahhak: "Jika Rasulullah saw. mengajak berjihad
(perang total) maka tidak boleh tinggal dibelakang kecuali mereka yang beruzur.
Akan tetapi jika Rasulullah saw. menyerukan sebuah "sariyyah" (perang
terbatas), maka hendaklah segolongan pergi ke medan perang dan segolongan
tinggal bersama Rasulullah saw memperdalam pengetahuannya tentang agama, untuk
diajarkan kepada kaumnya bila kembali".
Ayat ini mengingatkan orang tua dalam keluarga agar mementingkan pendidikan
agama bagi anak-anaknya. Orang tua boleh kemana saja menyekolahkan anak-anaknya
(mencari ilmu umum) tapi jangan lupa dibekali ilmu dan pengalaman agama. Orang
tua hendaknya menjadikan anak-anaknya sebagai orang intelek yang ulama atau
ulama yang intelek. Hal ini akan tercapai apabila mempunyai kedua ilmu
tersebut, yakni ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Nabi pernah
bersabda:
من اَرَادَ الدُّنيا فعليهِ بالعلمِ, ومن اراد
الاخرةَ فعليهِ بالعلمِ, ومن ارادهما فعليهِ بالعلمِ
Artinya: "Barangsiapa menghendaki hidup (kebaikan) di dunia maka kepadanya
dengan ilmu dan barangsiapa menghendaki kehidupan (baik) di akherat maka dengan
ilmu dan barangsiap menghendaki keduanya maka juga dengan ilmu" (HR.
Bukhari dan Muslim)
Menurut Miftahurrobbani, bahwa salah satu pokok kelemahan umat Islam adalah
kebodohan putra-putri umat Islam akan agamanya.
Hal ini dapat kita pahami, karena orang tua kadang-kadang kurang menyadari
keseimbangan pendidikan terhadap anak-anaknya. Orang tua mendidik anak agar
dapat membaca Koran, tetapi lupa untuk mendidik anak membaca Al-Qur'an. Orang
tua mengajar anak agar dapat menghormati sesama teman, tetapi lupa mengajar
anak agar dapat menghormati Tuhan. Pendek kata, orang tua menyekolahkan anaknya
agar pandai dalam pengetahuan umum, tetapi lupa menyekolahkan anaknya agar
pandai dalam pengetahuan agama.
2.2. Ruang Lingkup Hadita Tarbawi
Pendidikan sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas karena di
dalamnya banyak aspek yang ikut terlibat, baik langsung maupun tidak langsung.
Adapun ruang lingkup pendidikan adalah :
1. Perbuatan Mendidik
2. Anak Didik
3. Dasar dan Tujuan Pendidikan
4. Pendidik
5. Materi Pendidikan
6. Metode Pendidikan
7. Alat Pendidikan
8. Evaluasi Pendidikan
9. Lingkungan Pendidikan (Nur Uhbiyati, 1997 : 16).
Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai beberapa aspek di atas yang
merupakan ruang lingkup dari pendidikan tersebut.
Perbuatan MendidikØ
Yang dimaksud perbuatan mendidik ialah seluruh kegiatan, tindakan, dan sikap
pendidik sewaktu menghadapi anak didiknya. Dalam perbuatan mendidik ini sering
disebut dengan tahzib.
Anak DidikØ
Anak didik merupakan unsur terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan
karena semua upaya yang dilakukan adalah demi menggiring anak didik ke arah
yang lebih sempurna.
Dasar dan Tujuan PendidikanØ
Dasar dan tujuan pendidikan Islam yaitu landasan yang menjadi fundamen serta
sumber dari segala kegiatan pendidikan dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan
yaitu ke arah mana anak didik itu akan dibawa.
PendidikØ
Pendidik yaitu sebagai subjek yang melaksanakan pendidikan. Ini memiliki
peranan yang sangat penting, berhasil atau tidaknya proses pendidikan
banyak ditentukan oleh mereka.
Materi Pendidikan IslamØ
Materi pendidikan yaitu bahan atau pengalaman-pengalaman belajar yang disusun
sedemikian rupa untuk disajikan kepadaanak didik. Dalam pendidikan islam materi
pendidikan sering disebut dengan Maddatut Tarbiyah.
MetodeØ
Metode yaitu cara yang dilakukan oleh pendidik dalam menyampaikan materinya.
Metode tersebut mencakup cara pengelolaan, penyajian materi pendidikan agar
materi tersebut dapat dengan mudah diterima oleh anak didik.
Evaluasi PendidikanØ
Cara-cara mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap hasil belajar anak didik.
Evaluasi ini diadakan dengan tujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar
selama proses pembelajaran.
Alat-alat PendidikanØ
Alat-alat pendidikan yaitu semua alat yang digunakan selama melaksanakan
pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai.
Lingkungan PendidikanØ
Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan di sini ialah keadaan-keadaan yang
ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan. Lingkungan
pendidikan sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian anak didik,
olehnya itu hendaklah diupayakan agar lingkungan belajar senantiasa tercipta
sehingga mendorong anak didik untuk lebih giat belajar.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pengertian hadits TarbawiØ
Hadits Tarbawi adalah hadits yang membahas pentang pendidikan yang diajarkan
oleh rasulullah. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan
merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan berguna untuk membina
kepribadian manusia. Dengan pendidikan, maka terbentuklah pribadi yang baik
sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan
tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan
sosial mansuia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing.
Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga,
masyarakat dan sekolah/lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan
utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan dan
sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. Pendidikan keluarga sebagai
peletak dasar pembentukan kepribadian anak. (QS. At-Tahrim 66: 6)
3.3.Ruang Lingkup Hadita Tarbawi
Adapun ruang lingkup pendidikan adalah :
1) Perbuatan Mendidik
2) Anak Didik
3) Dasar dan Tujuan Pendidikan
4) Pendidik
5) Materi Pendidikan
6) Metode Pendidikan
7) Alat Pendidikan
8) Evaluasi Pendidikan
9) Lingkungan Pendidikan