Masa
Kepimimpinan khulafaurrasyidin
Kata khulafaurrasyidin itu berasal dari
bahasa arab yang terdiri dari kata khulafa dan rasyidin, khulafa’
itu menunjukkan banyak khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang mempunyai
arti pemimpin dalam arti orang yanng mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah
wafat melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang
menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batanya dalam melaksanakan
hukum-hukum syariat agama islam.
Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana.
Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah nabi
muhammad wafat. Para khulafaurrasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan
bijaksana. Mereka tiu terdiri dari para sahabat nabi muhammad SAW yang
berkualitas tinggi dan baik .
Khulafaur Rasyidin adalah para kholifah yang arif
bijaksana. Mereka adalah keempat sahabat yang terpilih menjadi pemimpin kaum
muslim setelah Nab Muhammad Rasulullah saw. wafat. Keempat kholifah tersebut
ialah:
- Abu
Bakar Ash-Shiddiq ra.;
- Umar bin
Kaththab ra.;
- Utsman
bin Affan ra.; dan
- Ali bin
Abi Thalib ra.
Keempat kholifah itu selain berhasil melanjutkan
perjuangan Rasulullah saw. menegakkan ajaran tauhid, juga sukses memperluas
penyebaran dan mengharumkan nama Islam. Berikut ini kami uraikan sekelumit riwayat
hidup dan jasa keempat kholifah tersebut.
A. Abu Bakar Ash-Shiddiq ra (11-13 H/632-634)
Nama aslinya adalah Abdul Ka’bah. Lalu Nabi
Muhammad saw. mengganti namanya dengan Abdullah. Lengkapnya Abdullah bin Abi
Quhafah at-Tamimi. Ia terlahir dari pasangan Usman (Abu Quhafah) bin Amir dan
Ummu Khoir Salma binti Sakhr, yang berasal dari suku Taim, suku yang melahirkan
tokoh-tokoh terhomat.
Sejak kecil ia terkenal sebagai anak yang baik.
Perilakunya yang lemah-lembut, jujur, dan sabar, membuatnya disenangi
masyarakat. Karena sifat-sifatnya yang mulia itulah sejak masa remajanya ia
sudah bersahabat dengan Nabi Muhammad saw.
Ia dilahirkan dua tahun satu bulan setelah
kelahiran Nabi Muhammad saw. kemudian terkenal dengan julukan Abu Bakar,
sedangkan gelar Shiddiq diberikan oleh para sahabat, karena ia sangat
membenarkan Rosulullah saw. dalam segala hal. Ialah yang menemani Nabi Muhammad
saw. di gua Hira, dan yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan orang tua
terhormat. Tentang Abu Bakar ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh orang yang
paling dekat kepadaku persahabatan dan hartanya, ialah Abu Bakar. Andaikata aku
boleh memilih ternan di antara umnatku, rnaka akan kupilih Abu Bakar. Tetapi
kecintaan dan persaudaraan dalarn Islam cukup memadai. Tidak satu pun pintu
dalarn rnasjid yang terbuka kecuali pintu Abu Bakar”. (HR. Bukhori) Sampai saat
ini di masjid Madinah masih ada sebuah pintu yang disebut pintu Abu Bakar ra.
Yakni pintu yang selalu beliau lalui semasa hidupnya jika masuk ke masjid
melalui rumah beliau.
Tidaklah mengherankan jika sewaktu Nabi saw sakit,
ia dipercaya oleh para sahabat menjadi Imam sholat. Juga pantaslah apabila kaum
muslimin kemudian memilihnya sebagai kholifah/pemimpin setelah Rosulullah saw.
wafat.
Keagungan kepribadian Abu Bakar dapat disimak dari
penggalan-penggalan pidatonya ketika dilantik menjadi kholifah, antara lain
beliau katakan, “Saya bukan orang yang terbaik di antara kalian, tetapi saya
akan memelihara amanah yang telah kalian serahkan kepada saya. Kalau saya
mengikuti ajaran Allah SWT dan petunjuk Rasul-Nya, maka ikutilah saya.
Sebaliknya jika saya menyimpang, luruskanlah (koreksilah) saya. Kebenaran
adalah kejujuran, dan kebohongan adalah ketidakjujuran. Orang yang paling kuat
dalam pandangan saya, adalah orang-orang yang lemah di antara kalian oleh sebab
itu saya akan menjamin hak-hak mereka. Dan orang-orang yang paling lemah dalam
pandangan saya, adalah orang-orang yang kuat di antara kalian, dan saya akan
mengambil sebagian dari hak-hak mereka (zakatnya).”
Program pertama yang dicanangkan Abu Bakar setelah
ia menjadi kholifah, adalah meredam pemberontakan, memerangi orang-orang yang
membangkang tidak mau membayar zakat, orang-orang murtad yang saat itu terjadi
di mana-mana dan menimbulkan kekacauan. Sepeninggal Muhammad Rosulullah saw.,
memang banyak umat Islam yang kembali memeluk agamanya semula. Mereka merasa
berhak berbuat sekehendak hati. Bahkan lebih tragis lagi muncul orang-orang
yang mengaku nabi, antara lain Musallamah Al-Kadzdzab, Tulaiha Al-Asadi, dan Al
Aswad Al Ansi.
Untuk meluruskan akidah orang-orang murtad
tersebut, Abu Bakar mengirim sebelas pasukan perang ke sebelas daerah tujuan,
di antaranya pasukan Kholid b’ Walid ditugaskan menundukan Thulaiha Al Asadi,
Pasukan Amer bin Ash ditugaskan di Qudho’ah, Suwaid bin Muqrim ditugaskan ke
Yaman, dan Kholid bin Said ditugaskan Syam.
Program Abu Bakar selanjutnya, memproyekkan
pengumpulan dan penulisan ayat-ayat Al Qur-an. Progran ini dicanangkan atas
usulan Umar bin Khoththob sedangkan pelaksanaannya di percayakan kepada Zaid b’
Tsabit.
Pengumpulan dan penulisan ayat-ayat Al Qur-an itu
dilakukan dengan pertimbangan:
- Banyak
sahabat yang hafal Al Qur-an gugur dalsm perang penumpasan orang-orang
murtad;
- Ayat-ayat
Al Qur-an yang ditulis pada kulit-kulit kurma, batu-batu dan kayu-kayu
sudah banyak yang rusak sehingga perlu dilakukan usaha penyelamatan;
- Penulisan
ayat-ayat Al Qur-an dan membukukannya ini bertujuan agar dapat dijadikan
pedoman bagi umat Islam sepanjang zaman.
Semasa pemerintahannya, Abu Bakar berhasil
memperluas daerah dakwah Islamiyah, antara lain ke Irak yang ketika itu
termasuk wilayah jajahan Kerajaan Persia, dan ke Syam yang di bawah jajahan
Romawi.
Setelah memerintah selama dua tahun, Abu Bakar
berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 23 Jumadil Akhir 13H dalam usia 63 tahun
dan dimakamkan dekat makam Rasulullah saw. Beliau dikenal oleh para
sahabat sebagai kholifah yang sangat taat kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya serta berbudi luhur.
B. Umar bin Khatthab (13-23 H/634-644 M)
Umar memiliki kepribadian yang sangat kuat, dan
tegas memperjuangkan kebenaran. Oleh karena itu masyarakat menggelarinya Al
Faruq, artinya yang dengan tegas membedakan yang benar dan yang salah.
Sedemikian gigih Umar dalam menegakkan syari’at Islam, sehingga Abdullah bin
Mas’ud mengatakan, “Sejak Islamnya Umar kami merasa mulia.” (H.R. Bukhori)
Mengenai kualitas keimanannya, diungkapkan dalam
sebuah hadits. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, “Ketika sedang tidur, aku
bermimpi melihat orang-orang yang memakai gamis. Ada yang gamisnya menutupi dada
dan ada pula yang kurang dari itu. Lalu diperlihatkan kepadaku Umar bin
Khoththob mengenakan gamis yang panjang sehingga ia berjalan dengan
menyeretnya.” Seseorang bertanya, “Ya Rosulullah, apakah takwilnya?” Nabi saw.
menerangkan, “Kualitas keimanannya.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Sa’id Al
Khudri ra.)
Dalam pidato pelantikannya, Umar menyampaikan,
antara lain: “Saya adalah seorang pengikut Sunnah Rasul, bukan seorang yang
berbuat bid’ah. Ketahuilah, bahwa kalian berhak menuntut saya tentang tiga hal
selain Kitab Allah dan Sunnah Nabi, yakni:
- Mengikuti
apa yang telah dilakukan oleh orang sebelum saya dalam masalah yang telah
kalian sepakati dan telah kalian tradisikan;
- Membuat
kebiasaan baru yang baik bagi ahli kebajik dalam masalah yang belum kalian
jadikan kebiasa dan
- Mencegah
saya bertindak atas kalian kecuali dalam hal hal yang kalian sendiri
penyebabnya.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, wilayah Islam
semakin meluas sampai ke Mesir, Irak, Syam, dan negeri-negeri Persia lainnya.
Umarlah yang pertama kali membentuk badan kehakiman dan menyempurnakan
pemerintahan. Juga meneruskan usaha Abu Bakar dalam membukukan Al Qur-an.
Kholifah Umar wafat pada usia 63 tahun setelah
memerintah selama sepuluh tahun enam bulan. Ia wafat oleh tikaman pedang Abu
Lu’lu’ah, seorang budak milik Al-Mughiroh bin Syu’bah saat sholat subuh. Ia
diimakamkan di rumah ‘Aisyah, dekat makam Abu Bakar. Ia dikenang oleh umat
Islam sebagai pahlawan yang sangat sederhana, sportif, dan menyayangi rakyat
kecil. Kata katanya yang sangat terkenal, “Siapa yang melihat pada diriku
membelok, maka hendaklah ia meluruskannya.”
Jasa-jasa Umar sewaktu menjadi Kholifah, antara
lain :
- Penetapan
tahun Hijriyah sebagai tahun resmi;
- Bea
cukai sebagai pendapatan negara;
- Tunjangan
sosial bagi orang-orang miskin di kalangan Yahudi dan Kristen;
- Pembangunan
kota-kota dan saluran air untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya;
- Pemberian
gaji bagi imam dan muazin;
- Penghapusan
perbudakan;
- Pembangunan
sekolah-sekolah;
- Kodifikasi
Al-Quran;
- Tradisi
sholat tarawih berjamaah;
C. Utsman bin Affan ra. (23-35 H/644-656 M)
Ia seorang saudagar kaya-raya, dan salah seorang
penulis wahyu yang terkenal. Usianya lima tahun lebih muda dari Nabi Muhammad
saw. Sejak muda Utsman dikenal sebagai seorang pendiam, dan memiliki budi
pekerti yang terpuji. lalah yang membeli sumur Roumah untuk dijadikan sumur
umum. Sedemikian banyak amal kebajikannya, sehingga masyarakat menggelarinya
“Ghoniyyun Syakir” (orang kaya yang banyak bersyukur kepada Allah SWT)
Sekalipun kaya-raya, Utsman tidak pernah menjaga
jarak dengan masyarakat kelas bawah, bahkan ia tidak segan-segann untuk turut
serta berperang. Karena kebaikannya itulah, ia dinikahkan dengan putri Nabi
bernama Ruqoyyah. Setelah Ruqoiyah meninggal dunia, ia dikawinkan dengan putri
Nabi lagi bernama Ummu Kultsum. Oleh sebab itu masyarakat menggelarinya “Dzun
Nurain” (yang mempunyai dua cahaya)
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Khalifah Utsman
ra., adalah mengganti gubernur-gubernur negara taklukan Islam yang ingin
memisahkan diri setelah Umar wafat. Kemudian Ia memperbanyak naskah Al Qur-an
yan sudah dibukukan menjadi tujuh eksemplar yang antara lain dikirim ke Syam,
Yaman, Bahrain, Basroh, dan Kufah.
Utsman wafat pada usia 82 tahun, setelah memerintah
selama 12 tahun. Ia menemui ajal saat membaca Al Quran oleh tikaman pedang
Humron bin Sudan. Jasa Utsman terbesar adalah memelihara Al Qur-an sebagaimana
yang tersebar sekarang ini.
D. Ali bin Abu Tholib ra. (35-40 H/656-661 M)
Sejak masa pemerintahan Khalifah Ali inilah, Islam
mulai mengalami kemunduran. Bermula dari banyaknya pihak yang menuntut dendam
atas terbunuhnya Utsman bin Affan ra., terutama dari golongan Bani Umaiyyah
dari kelompok ‘Aisyah ra., janda Nabi Muhammad saw. Suasana tersebut semakin
memanas dengan adanya kebijaksanaan Khalifah Ali mengganti sebagian besar
pejabat pemerintah yang telah diangkat oleh Utsman.
Setelah usaha menenangkan banyak golongan yang
menuntut balas atas kematian Utsman dengan jalan damai tidak berhasil, maka
ditempuhlah dengan peperangan. Pertama terjadilah Perang Waq’atul Jamali
(penamaan tersebut karena ‘Aisyah bersama pasukannya mengendarai unta) atau
peperangan unta. Kedua, Perang Shiffin atau peperangan unta antara pasukan
Khalifah Ali dan pasukan ‘Aisyah. Perang saudara ini terjadi pada tahun 36
H/657 M, akibat hasutan Abdullah bin Saba. Perang ini dimenangkan oleh pasukan
Ali. Setelah diberi penjelasan tentang duduk perkara yang sebenarnya, ‘Aisyah dikembalikan
No comments:
Post a Comment