Sunday, March 22, 2015

Israiliyat dalam penafsiran



Israiliyyat dalam Tafsir
A.Pendahuluan
       Pada masa Rasullullah hidup, para sahabat manakala menemukan kesulitan dalam memahami suatu ayat di dalam Al-Qur’an mereka langsung bertanya kepada Rasul. Kemudian Rasul menjawabnya dan memberikan penjelasan terhadap makna kandungan ayat tersebut. Penafsiran Al-Qur’an pada masa Rasul adalah penjelasan secara langsung oleh beliau sendiri, karena orang yang memahami Al-Quran adalah Rasullullah. Keadaan ini berlangsung sampai Rasul wafat.
      Ketika Rasul wafat, para sahabat banyak menemukan kesulitan dalam memahami suatu ayat. Sumber penafsiran pada masa sahabat yaitu mereka menggunakan Al-Qur’an, Hadits Rasul, mereka juga menanyakan kepada sahabat yang terlibat langsung serta yang memahami ayat tersebut. Apabila hal tersebut tidak ditemukan, mereka melakukan ijtihad yaitu yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas intelektual dan juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
        Sedangkan sumber penafsiran pada masa tabi’in adalah dengan menggunakan Al-Qur’an, Hadits Rasul yaitu apa yang diriwayatkan Sahabat dari Rasullulah, dari apa yang diriwayatkan sahabat dari tafsir mereka dan melakukan ijtihad yang berdasarkan Al-Qur’an dan hadits. Dan juga mengambil dari Ahli kitab yang berdasarkan kitab mereka. Selain mereka bertanya kepada sahabat, mereka juga menanyakan beberapa masalah, seperti kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Qur’an dan kisah-kisah umat terdahulu kepada tokoh-tokoh Ahli Kitab yang telah memeluk islam yaitu orang Yahudi dan Nasrani. Hal inilah yang kemudian menjadi awal lahirnya Israiliyat.
       Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan tentang pengertian israiliyat, bagaimana proses masuk dan berkembangnya israiliyat dalam tafsir, tokoh-tokoh israiliyat, macam-macam israiliyat beserta contohnya dan pandangan ulama terhadap israiliyat dalam penafsiran suatu ayat Al-Qur’an.
B.Pengertian Israiliyyat
       Secara bahasa kata Israiliyat merupakan kata jamak. Mufratnya diambil dari kata israiliyah, yang dinisbahkan kepada Bani Israil (keturunan Israil). Kata Israiliyah merupakan bentuk kata yang dinisbahkan kepada kata Israil yang berasal dari kata Ibrani, Isra yang berarti hamba dan Il berarti Tuhan/Allah. Bani israil adalah keturunan dari Nabi Ya’qub a.s. yang berkembang hingga Nabi Musa a.s. dan seterusnya nabi yang datang silih berganti sehinggalah keturunan yang terakhir yaitu Nabi Isa a.s. Keturunan Nabi Ya’kub atau Bani Israil sejak beberapa zaman lalu disebut dengan nama Yahudi[1]. Keturunan  pada masa Nabi Isa a.s. disebut dengan nama Nasrani. Istilah lain yang dipakai dalam Al-Quran untuk umat Yahudi dan Nasrani adalah Ahl Kitab.
      Secara Istilah para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan Israiliyat. Menurut Syeikh Muhammad Husein Az-zahabi adalah makna lahiriyah dari Israiliyat adalah pengaruh kebudayaan Yahudi dan Nasrani terhadap penafsiran Al-Qur’an. Kisah yang dimasukkan dalam tafsir yang periwayatannya kepada sumber Yahudi dan Nasrani[2]. Menurut Amin Al-Khuli Israiliyat adalah informasi-informasi yang berasal dari ahli kitab yang menjelaskan nash-nash Al-Qur’an. Sedangkan Menurut Sayyid Ahmad Khalil mendefinisikan Israiliyat adalah riwayat-riwayat yang berasal dari ahli kitab baik yang berhubungan dengan agama mereka maupun yang tidak ada hubungannya sama sekali dengannya. Penisbahan riwayat Israiliyat kepada Yahudi  karena para perawinya berasal dari kalangan mereka yang sudah masuk islam.
       Orang-orang Yahudi kitab mereka yaitu kitab Taurat sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah:44 yaitu:
إِنَّا أَنزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ
Artinya: “Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya”... (Q.S. Al-Maidah:44)
Dan di dalam ayat berikutnya dijelskan hukum yang terdapat di dalam kitab Taurat:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأَنفَ بِالأَنفِ وَالأُذُنَ بِالأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ
Artinya:”Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa dibalasdengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qisasnya (balasan yang sama)”... (Q.S.Al-Maidah:45)
      Kaum yahudi bukan hanya kitab taurat, akan tetapi ada nash-nash dan teks-teks lainnya yang tidak ditulis yang terdapat pada masa Nabi Musa akan tetapi melalui musyafahah (lisan), sehingga didapatilah kisah-kisah, sejarah-sejarah, tasyri’,cerita-cerita dan lain sebagainya[3].
       Sedangkan  Kaum Nasrani kitabnya adalah kitab Injil, sebagaimana Firman Allah:
ثُمَّ قَفَّيْنَا عَلَى آثَارِهِم بِرُسُلِنَا وَقَفَّيْنَا بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَآتَيْنَاهُ الْإِنجِيلَ
Artinya:”Kemudian kami susulkan rasul-rasul kami mengikuti jejak mereka dan kami susulkan (pula) Isa Putra Maryam. Dan kami berikan berikan Injil kepadanya”..(Q.S.Al-Hadid:27)
           Kitab Taurat adalah kitab atau sumber pertama bagi kaum Yahudi, sedangkan Injil adalah kitabnya kaum Nasrani. Apabila kita perhatikan dalam kitab Taurat dan Injil maka akan kita dapati bahwa banyak juga mencakup di dalam Al-Quran, khususnya yaitu kisah-kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu[4]. Perbedaannya terletak pada secara umum dan terperinci. Maka Al-Quran apabila ingin mengisahkan salah satu dari kisah para Nabi misalnya, maka menceritakannya dari segi lain yang tidak sama dengan kitab Taurat dan injil. Di dalam Al-Quran tidak disebutkan secara mendetail permasalahan kisahnya dan tidak disebutkan waktu kejadian sejarahnya dan tidak pula disebutkan orangnya (pelaku) karena Faedah kisah-kisah dalam al-Quran adalah untuk mengambil ibrah (pelajaran). Sebagaimana Firman Allah Q.S.Yusuf:111 yaitu:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُوْلِي الأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثاً يُفْتَرَى وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya: Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Quran) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
C.Sejarah timbulnya Israiliyat dalam Tafsir                    
      Orang-orang Arab telah berinteraksi dengan orang Yahudi jauh sebelum Rasulullah datang membawa ajaran Islam. Orang-orang Arab adakalanya menanyakan hal-hal yang  berkaitan dengan penciptaan alam semesta, rahasia-rahasia yang terkandung dalam pencipataan alam, sejarah masa lalu, tokoh-tokoh terdahulu atau suatu peristiwa yang terjadi pada masa lalu kepada orang Yahudi karena mereka memiliki pengetahuan dari kitab Taurat atau kitab-kitab sebelumnya[5].
      Orang-orang Yahudi yang menerima ajaran islam yaitu yang telah memeluk agama islam seperti Abdullah bin Salam dan Ka’ab al-Ahbar masuk islam pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Para sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibnu Abbas pernah bertanya kepada orang-orang Yahudi tersebut tentang beberapa peristiwa masa lalu, akan tetapi tidak berhubungan dengan aqidah. Rasulullah sendiri dalam menyikapi berita dari kalangan sahabat yang dulunya Ahl Kitab sangatlah bijaksana. Beliau tidak menyatakan bahwa segala sesuatu yang bersumber dari orang Yahudi pasti salah dan demikian juga tidak langsung membenarkannya. Beliau mengingatkan untuk berhati-hati dalam menerimanya. Sebagaimana sabda Nabi:
لا تُصَدِّقوا أهل الكتاب ولا تُكَذِّبوهم"، وقولوا آمنا بالله وما أُنِزلَ إلينا...

“Janganlah kamu membenarkan  (keterangan) Ahl Kitab dan jangan pula mendustakannya. Tetapi katakanlah ‘ Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami...”(HR.Bukhari)
           Dan di dalam hadits lain Nabi memperingatkan para penyampai berita atau kisah-kisah itu agar tidak menyimpang dalam menceritakannya.
بلغوا عني ولو اية و حد ثوا عن بني اسرائيل ولا حرج و من كذب علي فليتبوا مقعده من النار
“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat. Dan ceritakanlah dari Bani Israil karena yang demikian itu tidak dilarang. Tetapi barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, bersiap-siaplah menempati tempatnya di  tempatnya di neraka[6].”
        Ketika Ahli kitab masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan keagaamaan mereka berupa cerita-cerita dan kisah-kisah keagaamaan  Saat mereka membaca  kisah-kisah dalam Al-Quran  terkadang mereka paparkan rincian kisah tersebut yang terdapat dalam kitab-kitab mereka. Ketika mereka membaca ayat Al-Quran dan ketika ayat Al-Quran itu menyinggung kisah yang sama, mereka pun memberikan komentar berdasarkan apa yang pernah mereka baca dari kitab-kitab mereka sebelumnya[7].
      Pada masa Tabi’in, periwayatan israiliyat semakin banyak disebabkan kecenderungan orang-orang pada masa itu yang ingin mengetahui segala sesuatu tentang umat-umat terdahulu dan semakin banyaknya ahli kitab yang memeluk agama islam, sehingga pengaruh israiliyat sangat besar dalam penafsiran Al-Quran. Para mufassir klasik banyak memuat kisah-kisah israiliyat dalam kitab tafsirnya, seperti kitab tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsiril Qur’an karya Ibnu Jarir Ath-Thabari dan kitab tafsir lainnya.
Tokoh-Tokoh Periwayat Israiliyat yaitu:
1.      Abdullah bin Salam nama lengkap beliau adalah Abu Yusuf Abdullah bin Salam bin Harist Al-Israil Al-Anshari beliau mempunyai ilmu pengetahuan yang paling alim dikalangan bangsa Yahudi pada masa sebelum masuk islam maupun sesudah masuk islam. Kitab-kitab tafsir banyak memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepada beliau diantaranya Tafsir Ath-Thabari.
2.      Ka’ab Al-Akhbar nama lengkap beliau adalah Abu Ishaq Ka’ab bin Mani Al-Hindiari. Beliau berasal dari Yahudi Yaman dari keluarga Ziraim.
3.      Wahab bin Munabbih nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Wahab bin Munabbih bin Sij Zinas Al-Yamani Ash-Sha’ni lahir pada tahun 34 H dari keluarga keturunan Persia yang migrasi ke negeri Yaman dan meninggal pada tahun 110 H.
4.      Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Beliau adalah orang Nasrani, orang pengarang pertama kitab di Hijaz. Beliau adalah tokoh israiliyat pada masa tabi’in. Apabila kita melihat dalam kitab Tafsir Ath-Thabari, yaitu ayat-ayat tentang Nasrani, maka riwayat israiliyat tersebut banyak diriwayatkan oleh Ibnu Juraij[8].
       Para ulama berbeda pendapat dalam mengakui dan mempercayai Ahli Kitab tersebut, ada yang menolak dan ada yang menerimanya. Perbedaan pendapat paling besar adalah mengenai Ka’ab Al-Akhbar. Sedangkan Abdullah bin Salam adalah orang yang pandai dan paling tinggi kedudukannya. Karena itu Bukhari dan Ahli hadits lainnya memegangi dan mempercayainya. Di samping itu kepadanya tidak dituduhkan hal-hal yang bersifat buruk seperti yang dituduhkan pada Ka’ab Al-Akhbar dan Wahab ibn Munabbih[9].
D.Macam-macam israiliyat beserta contohnya
      Macam-macam israiliyat berdasarkan kebenaran dan tidaknya terbagi menjadi dua yaitu:
-Contoh cerita israiliyat  yang benar (shahih), yaitu seperti cerita israiliyat yang membenarkan apa yang ada di dalam Al-Qur’an mengenai sifat-sifat Rasullullah. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً -٤٥- وَدَاعِياً إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجاً مُّنِيراً -٤٦
Artinya:Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami Mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan,(45) dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.(46)
        Di dalam kitab Ibnu Katsir. Imam Ahmad meriwayatkan dari Atha’ bin Yasar bahwa ia telah bertemu dengan Abdullah bin Amr, lalu beliau berkata kepadanya, “Beritahukan kepadaku tentang sifat nabi SAW dalam taurat. Abdullah berkata, “baik” demi Allah beliau tersifat dalam Taurat seperti sifatnya dalam al-qur’an, “Wahai Nabi, sesungguhnya bukan sebagai orang yang berperangai kasar dan bukan berwatak keras. Allah SWT tidak akan mencabut nyawanya sehingga dengannya ia meluruskan agama yang bengkok dengan mengatakan, tiada Tuhan selain Allah,dengannya ia membuka  hati yang tertutup, telinga yang tuli dan mati (hati) yang buta[10].
       Atha’ berkata “Saya telah bertemu Wahab bin Munabbah lalu saya menanyainya tentang hal itu, maka tidaklah  menyalahi satu huruf pun dalam menyifati nabi sebagaimana dalam Taurat dan Al-Qur’an.
-Contoh israiliyat yang palsu, seperti legenda gunung “Qof” yang mengitari langit dan bumi.
            Menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi, macam-macam cerita israiliyat itu terbagi menjadi tiga yaitu:
-cerita israiliyat yang shahih, itu boleh diterima. Seperti nama guru Nabi Musa a.s yaitu Nabi Khaidir
- israiliyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya karena bertentangan dengan syari’at, itu ditolak, tidak boleh diterima[11].
-israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya, itu didiamkan, tidak didustakan dan juga tidak dibenarkan. Jangan mengimaninya dan jangan pula membohongkannya. Sebagaimana Sabda Nabi:
لا تُصَدِّقوا أهل الكتاب ولا تُكَذِّبوهم"، وقولوا آمنا بالله وما أُنِزلَ إلينا...

“Janganlah kamu membenarkan  (keterangan) Ahl Kitab dan jangan pula mendustakannya. Tetapi katakanlah ‘ Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami...”(HR.Bukhari)
        Seperti nama-nama ashabul kahfi, warna anjing mereka, tongkat nabi Musa dari pohon apa, nama burung yang dihidupkan Allah kepada Nabi Ibrahim, nama sapi yang dipukul oleh Bani Israil dan lain sebagainya[12].
E.Pendapat Ulama tentang Israiliyat dalam Tafsir
       Para ulama tidak menetapkan hukum secara mutlaq terhadap israiliyat dalam tafsir, boleh mengambil riwayat israiliyat asal tidak berhubungan dengan aqidah. Hal ini di sebabkan adanya dalil yang membolehkan untuk mengambil dari ahli kitab dan ada juga hadis rasulullah yang melarang hal tersebut. Menyikapi kedua hal tersebut para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud Rasulullah untuk mengambil riwayat dari Ahli Kitab sesungguhnya tidaklah mutlak namun terikat hanya pada riwayat yang baik dan cerita yang tidak jelas status benar atau dustanya. Kisah israiliyat telah tersebar di sebagian kitab tafsir maka diperlukan sikap kehati-hatian bagi siapa saja yang mendapati berita-berita yang bernuansa israiliyyat,yaitu dengan mengikuti kaidah-kaidah dalam periwayatan israiliyat sebagai berikut:
1.      Melakukan penelitian terhadap rawi-rawi sanadnya.
2.      Melakukan pengamatan terhadap matan atau kandungan riwayat tersebut.
3.      Merujuk kepada para ulama yang mendalami persoalan ini .
F.Penutup    
        Al-Qur’an dalam menceritakan kisah-kisah umat terdahulu tidak bersifat rinci dan mendetail. Al-Qur’an tidak menjelaskan secara runtut tentang nama tokoh-tokohnya, waktu dan tempat kejadian atau bagian lain dari kisah tersebut. Karena tujuan kisah-kisah dalam Al-Qur’an  adalah untuk memberikan ibrah atau pelajaran dan nilai-nilai yang bisa terwujud dari pemaparan tersebut. Israiliyat adalah kisah-kisah yang disampaikan oleh Ahl Kitab yaitu orang Yahudi dan Nasrani setelah mereka memeluk islam. Kisah-kisah yang mereka sampaikan itu adalah sesuatu yang terdapat didalam kitab mereka yaitu kitab Taurat dan Injil. Banyak kisah-kisah yang terdapat di Al-Quran memiliki kesamaan di dalam kitab Taurat dan Injil karena Al-Quran adalah membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmah bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT.
      Israiliyat adalah riwayat yang didapat dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yaitu berupa kisah-kisah atau ceerta-cerita yang berkaitan dengan fakta-fakta sejarah, keadaaan umat pada masa lampau dan hal lainnya yang pernah terjadi pada para nabi dan rasul. Israiliyat digunakan dalam penafsiran dikarenakan ada kesamaan antara Al-Quran dengan Taurat dan Injil dalam beebrapa masalah, khususnya yaitu mengenai kisah-kisah umat terdahulu, dimana dalam Al-Quran dikisahkan secara singkat dan ringkas, namun di dalam kitab-kitab sebelumnya dijelaskan secara panjang lebar. Sebagian contoh kisah-kisah yang dijumpai dalam kitab-kitab tafsir adalah perahu Nabi Nuh, tentang nama-nama Ashabul Kahfi beserta anjing mereka, tentang Ya’juj dan Ma’juj, Ratu Balqis negeri Saba’, dan kisah-kisah para Nabi seperti Nabi Sulaiman,  Nabi Ayyub, Nabi Daud juga tentang Raja Dzulqarnain, malaikat Harut dan Marut, tentang tongkat Nabi Musa dan lain sebagainya.
       Mengenai pendapat ulama tentang israiliyat dalam tafsir, para ulama Para ulama tidak menetapkan hukum secara mutlaq terhadap israiliyat dalam tafsir, boleh mengambil riwayat israiliyat asal tidak berhubungan dengan aqidah. Hal ini di sebabkan adanya dalil yang membolehkan untuk mengambil dari ahli kitab dan ada juga hadis rasulullah yang melarang hal tersebut. Jika berita tersebut berupa kisah-kisah atau cerita umat-umat tersebut boleh mengambil dari riwayat Ahli kitab asal tidak berhubungan dengan aqidah. Berdasarkan Hadits Nabi, Beliau mengatakan bahwa supaya berhati-hati dalam meriwayatkannya tidak mengatakan bahwa kisah israiliyat pasti salah dan demikian juga tidak langsung membenarkannya.












 DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Zulkarnaini.2007.Yahudi dalam Al-Qur’an.Depok: ElSAQ Press
Adz-Dhahabi,Muhammas Husein, 1976.Tafsir wal Mufassirun.Mesir: Dar al-Kutub wa Al-Hadits.Jilid I
 Ali Ash-Shabuni,Muhammad.1998.Studi Ilmu Al-Quran.Bandung:Pustaka Setia
 Al-Qaththan, Manna’.1973.Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.Mansyurat Al-Ash Al-Hadits
                                , Studi Ilmu-Ilmu AL-Qur’an.terjemah Mudzakkir AS.1996. Bogor:Pustaka Litera Antar Nusa
Ash-Shiddieqiy,Hasbi.2002.Ilmu Al-Qur’an Tafsir.Semarang:Pustaka Riski Putra
Baiden,Nashruddin.2005.Wawasan Baru Ilmu Tafsir.Yogyakarata:Pustaka Pelajar
Ghazali, Muqsith.dkk.2009.Metodologi Studi Al-Qur’an.Jakarta:Gramedia Pustaka
Shihab,Quraisy.1992.Membumikan Al-Qur’an.Bandung:Mizan
Zaini,Muhammad.2005.Ulumul Qur’an:Studi Pengantar.Banda Aceh:Yayasan PeNA
Zenrif,M.F.2008.Sintetis Paradigma Studi Al-Qur’an.Malang:UIN Malang Press


          [1] Zulkarnaini Abdullah,Yahudi dalam Al-Qur’an (Depok: ElSAQ Press,2007), hal.75
          [2] Muhammad Husein Adz-Dzahabi,Tafsir wal Mufassirun (Mesir: Dar al-Kutub wa Al-Hadits.Jilid I, 1976), hal.175
         [3] Ibid, hal.176
         [4]  Manna’ Al-Qaththan,Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.(Mansyurat Al-Ash Al-Hadits,1973) hal.354
        [5] Ibid, hal.355
        [6] Ibid, hal.354
       [7] Hasbi Ash-Shiddiqi, Sejarah Ilmu Al-Qur’an Tafsir ( Semarang: Pustaka Riski Putra,2002), hal.189
        [8] Adz-Dzahabi,Tafsir wal Mufassirun...hal.178
           [9] Manna’ Qaththan,Studi Ilmu-Ilmu AL-Qur’an terjemah Mudzakkir A,( Bogor:Pustaka Litera Antar Nusa,1996), hal.493
            [10] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir
           [11] Adz-Dzahabi,Tafsir wal Mufassirun...hal.180
           [12] Ibid, hal.187

6 comments:

Pengertian Hadits Tarbawi