A.Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan kalamullah
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan
malaikat Jibril, dan Nabi Muhammad SAW menyampaikannya kepada ummatnnya. Para
sahabat yang hidup bersama Nabi tidak kesulitan dalam memahami Al-Quran.
Disamping karena Al-Qur’an menggunakan bahasa mereka, juga karena mereka sering
mendapatkan pengajaran dan penjelasan dari Nabi[1]. Akan
tetapi tidak semua sahabat mengetahui makna yang terkandung dalam al-Qur’an,
antara satu dengan yang lainnya sangat variatif dalam memahami isi dan
kandungan al-Qur’an. Sebagai orang yang paling mengetahui makna al-Qur’an,
Rasulullah selalu memberikan penjelasan kepada sahabatnya. Metode penafsiran Al-Qur’an pada masa Nabi adalah penjelasan
secara langsung oleh beliau sendiri, sebab orang yang paling memahami Al-Qur’an
adalah Rasulullah, ketika para sahabat menanyakan tentang suatu makna dari
suatu ayat tertentu, maka Rasullulah yang langsung memberikan penjelasan kepada
para sahabat. Keadaan ini terus berlangsung sampai Nabi wafat[2]. Sebagaimana firman Allah:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا
نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ -٤٤
Artinya: ” ...Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an,
agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka supaya mereka memikirkan”.
Bentuk penafsiran tersebut disebut
juga dengan tafsir bil ma’tsur. Dalam pembahasan berikutnya akan dijelaskan
mengenai pengertian tafsir bil matsur, karakteristiknya, ciri-cirinya dan juga
contoh-contoh kitab tafsir yang menggunakan bentuk tafsir bi ma’tsur. Dengan
mengetahui pembahasan ini kita dapat menggolongkan suatu kitab tafsir
menggunakan tafsir bil ma’tsur karena mengetahui karakteristik dan
ciri-cirinya.
Dalam pembahasan ini juga akan membahas
sedikit tentang riwayat israiliyat yaitu riwayat-riwayat yang berdasarkan Ahli
Kitab. Apakah dalam kitab tafsir bil ma’sur tersebut menggunakan
riwayat israiliyat atau tidak. Dalam kitab-kitab tafsir klasik, seperti kitab
tafsir Ath-Thabari yaitu kitab tafsir yang tertua, juga kitab tafsir Ibnu
Katsir juga menggunakan riwayat-riwayat israiliyat tersebut. Sedangkan pada kitab
tafsir kontemporer juga ada mengambil penafsiran Al-Kitab yaitu Kitab Injil
seperti dalam kitab tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab. Oleh karena itu dalam
pembahasan ini juga membahas tentang permasalahan tersebut.
B.Pengertian Tafsir Bil
Ma’tsur
Pengertian
tafsir bil ma’tsur secara bahasa adalah berasal dari kata atsara
artinya bekas. Dan tafsir bil mat’sur disebut juga tafsir bir riwayah
karena berdasarkan riwayat-riwayat yaitu Al-Quran dan Hadits dan selainnya. Tafsir bil ma’tsur disebut juga tafsir bi
naqli, karena riwayatnya berdasarkan pemindahan dari satu orang ke orang
lain atau sesuatu yang ditranferkan.
Sedangkan menurut istilah para ulama
mendefinisikan tafsir bil matsur diantaranya, menurut Manna’ Al-Qaththan, tafsir bil matsur adalah tafsir yang
berdasarkan kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan Hadits Nabi yang berfungsi untuk menjelaskan Kitab
Allah, dan juga dengan perkataan sahabat karena merekalah yang lebih mengetahui
Kitab Allah atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh besar tabi’in karena
pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat[3].
Menurut Muhammad Al-Zarqani, tafsir
bil matsur adalah penafsiran ayat
Al-Qur’an dengan ayat Al-Quran, Al-Qur’an dengan Sunnah Nabi, dan para sahabat[4]. Sedangkan
menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi, tafsir bil matsur adalah penafsiran yang
bersumber ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Quram, dengan Hadits nabi, perkataan
sahabat dan juga tabiin, tabi’ tabiin
termasuk dalam kerangka tafsir riwayat meskipun mereka tidak secara
langsung menerima tafsir dari Rasullullah SAW[5].
Berdasarkan
definisi tersebut tafsir bil ma’tsur adalah penafsirannya terfokus pada riwayat-riwayat
yaitu dengan menggunakan penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, penafsiran Al-Qur’an
dengan sunnah, penafsiran Al-Qur’an dengan perkataan para sahabat dan lain
sebagainya.Dalam tradisi studi Al-Qur’an klasik, riwayat
merupakan sumber penting di dalam pemahaman teks Al-Qur’an. Sebab Nabi Muhammad
SAW. Adalah sebagai mufassir pertama
terhadap Al-Qur’an. Dalam konteks ini muncul istilah metode tafsir riwayat. Karena
pada masa Rasullulah, sahabat menerima riwayat-riwayat atau penjelasan Al-Quran
dari Nabi Muhammad SAW. Lalu sahabat tersebut menyampaikan riwayat tersebut kepada
sahabat yang lainnya begitu juga seterusnya.
Tafsir bil ma’tsur menurut para
ulama melalui dua periode yaitu pada masa Rasulullah, khulafaur rasyidin dan
sahabat yaitu Abad Pertama dan Kedua Hijriyah. Periode pertama ini dikenal
dengan metode shafahiyah (pengajaran secara langsung). Periode Kedua
adalah periode pembukuan yaitu periode ini semua dibukukan apa yang
diriwayatkan oleh Rasullulah dan para sahabat baik yang terjadi pada permulaan tahun Seratus atau Dua
ratus Hijriyah. Maka ditulis dan terbitlah karya-karya tafsir yang secara khusus memuat tafsir
bi al-ma’tsur.
C. Karakteristik Tafsir
bil Ma’tsur beserta Contohnya
1.Tafsir Al-Quran dengan Al-Qur’an
Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
adalah satu ayat, kata atau huruf dalam Al-Qur’an ditafsirkan dengan ayat yang
lainnya. Contoh seperti dalam Surah Al-Maidah ayat 1 telah ditafsirkan oleh
Surah Al-Maidah ayat 3[6]:
أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الأَنْعَامِ
إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ “Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali
yang akan disebutkan kepadamu”, ayat
ini ditafsirkan oleh ayat 3 dalam surah yang sama.
...حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ “Diharamkan
bagimu(memakan) bangkai, darah, daging babi...”
Contoh lainnya dalam Firman Allah
Q.S.Ath-Thariq:1 yaitu sebagai berikut:
وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ
“Demi langit dan yang datang pada malam hari” (QS. Ath-Thariq: 1)
Kata Ath-Thariq dijelaskan dengan firman-Nya lebih lanjut pada surat itu pula:
النَّجْمُ الثَّاقِبُ
“(yaitu) binatang yang cahayanya menembus” (QS. Ath-Thariq: 3)
وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ
“Demi langit dan yang datang pada malam hari” (QS. Ath-Thariq: 1)
Kata Ath-Thariq dijelaskan dengan firman-Nya lebih lanjut pada surat itu pula:
النَّجْمُ الثَّاقِبُ
“(yaitu) binatang yang cahayanya menembus” (QS. Ath-Thariq: 3)
Contoh lainnya adalah Firman Allah:
فَتَلَقَّى آَدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah: 37)
Kalimat yang diterima Adam ditafsirkan dengan ayat[7]:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“keduanya berkata (Adam dan Hawa), “wahai Tuhan kami, kemi telah menganiaya diri kami, andai kata Kamu tidak memaafkan dan mengasihi kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S Al-A’raf: 23)
فَتَلَقَّى آَدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah: 37)
Kalimat yang diterima Adam ditafsirkan dengan ayat[7]:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“keduanya berkata (Adam dan Hawa), “wahai Tuhan kami, kemi telah menganiaya diri kami, andai kata Kamu tidak memaafkan dan mengasihi kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S Al-A’raf: 23)
2.Tafsir Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW
Tafsir Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW adalah satu ayat, kata atau huruf
dalam Al-Qur’an ditafsirkan dengan hadits Nabi. Sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Muslim dari Uqbah bin ‘Amir berkata : “Saya mendengar Rasulullah
berkhutbah diatas mimbar membaca Firman Allah[8]:
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
Artinya:“Dan persiapkanlah dengan
segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki...”
kemudian Rasulullah bersabda :
ألا
إن القوة الرمي
“Ketahuilah bahwa kekuatan itu pada memanah”.
Contoh lainnya yaitu
penafsiran pada Nabi SAW. Diriwayatkan oleh Syaikhani dan selain dari keduanya.
Dari Ibnu Mas’ud r.a berkata: ketika turunnya ayat ini[9]:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم
بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ -٨٢
Artinya:”Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka
itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk”.
Yang demikian itu sulit
bagi manusia dan sahabat berkata:” wahai
Rasulullah siapakah dari kita yang tidak mendhalimi dirinya sendiri?” Berkata
Rasul:” tidak masalah, hal tersebut tidak seperti yang kamu sangka, apakah kamu
tidak mendengar apa yang dikatakan oleh hamba yang baik (Luqmanul
Hakim).(Q.S.Luqman:13)
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ -١٣
Artinya:”sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Rasulullah saw menafsiran kata بِظُلْمٍ dalam ayat tersebut dengan الشِّرْكَ .
penafsiran ini selaras dengan penegasan Allah dalam Q.S. Luqman:13.
3.Tafsir Al-Qur’an dengan Perkataan Sahabat
Tafsir
Al-Qur’am dengan perkataan sahabat adalah suatu ayat, kata atau huruf dalam
Al-Qur’an ditafsirkan dengan perkataan sahabat. Karena para sahabatlah yang
dekat dan bersma atau berkumpul dengan Nabi SAW. Dan mereka mengambil dari
sumbernya yang asli dan telah menyaksilan turunnya Al-Quran, serta mengetahui asbabaun nuzul. Contohnya
dalam penggunaan “aqwalush shahabah” dalam menafsirkan Al-Qur’an atau berkata
Ibnu Abbas atau sahabat yang lainnya. Untuk melihat contohnya dapat diamati
tafsir Ibn Jarir Ath-Thabari atau kitab tafsir yang lainnya yang menggunakan
tafsirnya dengan perkataan sahabat. Contoh penafsiran ini tidak banyak
ditemukan.
4.Tafsir Al-Qur’an dengan Riwayat Israiliyat
Riwayat
israiliyat adalah riwayat-riwayat yang berasal dari Ahli Kitab yaitu Nasrani
daan Yahudi yang menjelaskan ayat Al-Qur’an. Ketika
Ahli kitab masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan keagaamaan mereka
berupa cerita-cerita dan kisah-kisah keagaamaan
Saat mereka membaca kisah-kisah
dalam Al-Quran terkadang mereka paparkan
rincian kisah tersebut yang terdapat dalam kitab-kitab mereka. Ketika mereka
membaca ayat Al-Quran dan ketika ayat Al-Quran itu menyinggung kisah yang sama,
mereka pun memberikan komentar berdasarkan apa yang pernah mereka baca dari
kitab-kitab mereka sebelumnya[10].
Israiliyat merupakan kisah-kisah
yang disampaikan oleh Ahl Kitab yaitu orang Yahudi dan Nasrani setelah mereka memeluk
islam. Kisah-kisah yang mereka sampaikan itu adalah sesuatu yang terdapat
didalam kitab mereka yaitu kitab Taurat dan Injil. Banyak kisah-kisah yang
terdapat di Al-Qur’an memiliki kesamaan di dalam kitab Taurat dan Injil karena
Al-Qur’an adalah membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmah bagi orang-orang yang beriman kepada
Allah SWT. Israiliyat digunakan dalam penafsiran dikarenakan ada kesamaan
antara Al-Quran dengan Taurat dan Injil dalam beebrapa masalah, khususnya yaitu
mengenai kisah-kisah umat terdahulu, dimana dalam Al-Quran dikisahkan secara
singkat dan ringkas, namun di dalam kitab-kitab sebelumnya dijelaskan secara
panjang lebar.
D.Perkembangan Israiliyat Dulu dan Sekarang
Dalam kitab tafsir Ath-Thabari
banyak mengutip dari orang-orang Ahli Kitab yang menerima ajaran islam yaitu
yang telah memeluk agama islam seperti Abdullah bin Salam dan Ka’ab al-Ahbar.
Para sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibnu Abbas pernah bertanya kepada
orang-orang Ahli kitab tersebut tentang beberapa peristiwa masa lalu, akan
tetapi tidak berhubungan dengan aqidah. Seperti dalam
penafsiran Q.S.An-Nisa:1 beliau mengutip perkataan dari Ahli Kitab.
Sedangkan dalam penafsiran Quraish
Shihab dalam kitab tafsir beliau Al-Misbah. Tafsir Al-Misbah merupakan salah
satu Kitab tafsir yang kontemporer. Beliau dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an juga mengutip dalam Al-Kitab yaitu kitab suci umat kristiani.
Al-kitab tersebut terdiri dari perjanjian lama (old testament) dan
perjanjian baru (new testament) Seperti dalam menafsirkan Q.S.An-Nisa:1
beliau menafsirkannya seperti yang termaktub dalam Perjanjian Lama (Kejadian
II:21-22) yang menyatakan bahwa, “ Ketika Adam tidur lelap, maka diambil oleh
Allah sebilah tulang rusuknya, lalu ditutupkan pula tempat itu dengan daging.
Maka dari tulang yang telah dikeluarkan dari Adam itu jadilah seorang perempuan[11].
Dalam kitab-kitab tafsir klasik
seperti Kitab tafsir Ath-Thabari dan Kitab tafsir Ibnu katsir banyak mengambil
riwayat-riwayat israiliyat dalam penafsirannya. Sedangkan dalam kitab-kitab
tafsir kontemporer seperti Kitab tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab. Beliau
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an juga mengambil dari Al-Kitab. Dan hal tersebut
juga termasuk tafsir bil mat’sur yaitu karena mengutip atau mengambil dari
riwayat-riwayat umat sebelumnya. Dan hal ini juga menunjukkan bahwa adanya
perkembangan tafsir bil ma’tsur tersebut yaitu dari segi penggunaan makna
islailiyat dalam menafsirkan suatu ayat dalam Al-Qur’an.
Mengenai pendapat para ulama tentang
riwayat israiliyat tersebut adalah para ulama tidak menetapkan hukum secara
mutlaq terhadap israiliyat dalam tafsir, boleh mengambil riwayat israiliyat
asal tidak berhubungan dengan aqidah. Hal ini di sebabkan adanya dalil yang
membolehkan untuk mengambil dari ahli kitab dan ada juga hadis rasulullah yang
melarang hal tersebut. Menyikapi kedua hal tersebut para ulama berpendapat
bahwa yang dimaksud Rasulullah untuk mengambil riwayat dari Ahli Kitab
sesungguhnya tidaklah mutlak namun terikat hanya pada riwayat yang baik dan
cerita yang tidak jelas status benar atau dustanya. Kisah israiliyat telah
tersebar di sebagian kitab tafsir maka diperlukan sikap kehati-hatian bagi
siapa saja yang mendapati berita-berita yang bernuansa israiliyyat,yaitu dengan
mengikuti kaidah-kaidah dalam periwayatan israiliyat sebagai berikut:
1.
Melakukan
penelitian terhadap rawi-rawi sanadnya.
2.
Melakukan
pengamatan terhadap matan atau kandungan riwayat tersebut.
3.
Merujuk
kepada para ulama yang mendalami persoalan ini.
E.Contoh Kitab Tafsir yang Menggunakan Tafsir bil Matsur
1.Kitab Tafsir Ath-Thabari
Kitab tafsir Jami’ul bayan fi takwil
Al-Qur’an atau lebih dikenal dengan Tafsir Ath-Thabari adalah dikarang oleh Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari (224H – 310 H). Kitab tafsir ini
berjumlah 12 jilid dan merupakan tafsir yang tertua. Tafsir ini merupakan referensi bagi para mufassirin
terutama penafsiran yang menggunakan tafsir bil matsur. Dan juga kitab tafsir Ath-Thabari
menggunkan metode tahlili yaitu menafsirkan ayat Al-Qur’an secara tartib
mashafi dan juga mengupasnya secara detail disertai dengan analisa yang
tajam.
Beliau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan jelas
dan ringkas dengan menukil pendapat para sahabat dan tabi’in disertai sanadnya.
Jikalau dalam ayat tersebut ada dua pendapat atau lebih, disebutkan satu
persatu dengan dalil dan riwayat dari sahabat maupun tabi’in yang mendukung
dari tiap-tiap pendapat kemudian mentarjih (memilih) diantara pendapat
tersebut yang lebih kuat dari segi dalilnya[12]. Dan
juga dalam penafsiran beliau juga menggunakan riwayat Israiliyat. Oleh karena
itu Beliau menggunakan tafsir bil matsur dalam kitab tafsirnya.
2. Tafsir Ibnu Katsir
Kitab Tafsir Ibnu Katsir atau
Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim yang dikarang oleh Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin
Amr bin Katsir (705H - 774H) atau yang lebih dikenl dengan Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir
terdiri dari 4 jilid. Tafsir Ibnu Katsir merupakan tafsir terpopuler setelah Tafsir At-Thobari dengan menggunakan
penafsiran bil matsur.
Beliau sangat teliti dalam mentafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an dengan menukil perkataan para sahabat. Beliau juga
menafsirkan ayat dengan ibarat yang jelas dan mudah dipahami. Menerangkan ayat
dengan ayat yang lainnya dan membandingkannya agar lebih jelas maknanya[13].
Beliau juga menyebutkan hadits-hadits yang berhubungan dengan ayat tersebut
dilanjutkan dengan penafsiran para sahabat dan para tabi’in[14].
3. Tafsir Imam Suyuthi
Tafsir Ad-Dur Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur atau yang lebih dikenal Tafsir Imam Suyuthi. Kitab Tafsir tersebut
terdiri dari 6 Jilid. Kitab Tafsir Al-Dur Al-Manstur Fi Tafsir bil Ma’tsur
karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi merupakan salah satu karya tafsir bi matsur.
Hal tersebut terlihat dalam penafsiran yaitu dalam Q.S.Al-Baqarah:30. Ketika
dalam menafsirkan ayat tersebut Imam Suyuthi mengutip hadits Rasullulah dan perkataan sahabat,
diantaranya Ibnu Abbas dan Mujahid. Di samping itu dalam menafsirkannya juga mengaitkan
dengan ayat yang lain dam juga beliau menafsirkan berdasarkan tartin mashafi
dari Surat Al-Fatihah sampai Surat An-Nas.Dengan langkah-langkah tersebut dapat
digolongkan tafsir tersebut kitab tafsir bil ma’tsur[15].
F.Penutup
Tafsir bil Ma’tsur adalaah penafsiran yang
berdasarkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Ayat Al-Qur’an lainnya, ayat Al-Qur’an
dengan Hadits Nabi SAW, ayat Al-Qur’an dengan perkataan sahabat. Tafsir bil
ma’tsur berdasarkan riwayat-riwayat tersebut, oleh karena itu tafsir bil
ma’tsur disebut juga dengan tafsir bi riwayat. Tafsir bi ma’tsur disebut
juga dengan tafsir bi naqli.
Karakteristik tafsir bil ma’tsur yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan Hadit Nabi Saw. Al-Qur’an dengan perkataan Sahabat.
Dan dalam kitab tafsir bil ma’tsur juga terdapat juga riwayat-riwayat
israiliyat yaitu riwayat yang berasal dari Ahli Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani.
Israiliyat digunakan dalam penafsiran dikarenakan ada kesamaan
antara Al-Quran dengan Taurat dan Injil dalam beberapa masalah, khususnya yaitu
mengenai kisah-kisah umat terdahulu, dimana dalam Al-Quran dikisahkan secara
singkat dan ringkas, namun di dalam kitab-kitab sebelumnya dijelaskan secara
panjang lebar.
Dalam kitab-kitab tafsir klasik
seperti Kitab tafsir Ath-Thabari dan Kitab tafsir Ibnu katsir babyak mengambil
riwayat-riwayat israiliyat dalam penafsirannya. Sedangkan dalam kitab-kitab
tafsir kontemporer seperti Kitab tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab. Beliau
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an juga mengambil dari kitab Injil atau Al-Kitab.
Dan hal tersebut juga termasuk tafsir bil mat’sur yaitu karena mengutip atau
mengambil dari riwayat-riwayat umat sebelumnya.
Perkembangan tafsir bil ma’tsur dapat kita lihat dalam
perkembangan penggunaan makna israiliyat dulu dan sekarang. Kalau makna
israiliyat dulu para mufassir klasik dalam menafsirkan suatu ayat Alquran
mengambil dari riwayat-riwayat israiliyat yang berasal dari Ahl Kitab yaitu
orang Yahudi dan Nasrani yang telah memeluk Islam. Sedangkan perkembangan sekarang
pemaknaan dari riwayat israiliyat tersebut yaitu mengutip dari kitab Injil atau
Al-Kitab yaitu kitab suci umat kristiani, yaitu seperti yang dilakukan oleh
Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya yaitu Al-Misbah.
Penafsiran yang berbentuk riwayat atau yang disebut
juga dengan tafsir bil matsur merupakan bentuk penafsirn yang paling tua dalam
sejarah kehadiran tafsir dalam khazanah intelektual Islam. Tafsir ini sampai
sekarang masih terpakai dan dapat dijumpai dalam kitab-kitab tafsir seumpama kitab
tafsir At-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Ad-Dur Manstur fi Tafsir bil
Ma’tsur dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Hakim, Atang.dkk. 2010.Metodologi Studi Islam.Bandung :Remaja Rosdakarya
Abdul
Halim,Muhammad.2012.Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.Bandung:Marja
Adz-Dhahabi,Muhammas
Husein, 1976.Tafsir wal Mufassirun.Mesir: Dar al-Kutub wa Al- Hadits.Jilid
I
Ali Ash-Shabuni,Muhammad.1998.Studi Ilmu
Al-Quran.Bandung:Pustaka Setia
Al-Qaththan, Manna’.1973.Mabahits fi Ulum
Al-Qur’an.Mansyurat Al-Ash Al-Hadits
Ath-Thabari. Kitab Tafsir Jami’ul Bayan fi Takwil
Al-Qur’an.
Al-Zarqani,Muhammad.Manahil
Irfan fi Ulum Al-Qur’an.
, Studi Ilmu-Ilmu
AL-Qur’an.terjemah Mudzakkir AS.1996. Bogor:Pustaka Litera Antar Nusa
Ash-Shiddieqiy,Hasbi.2002.Ilmu
Al-Qur’an Tafsir.Semarang:Pustaka Riski Putra
Baiden,Nashruddin.2005.Wawasan
Baru Ilmu Tafsir.Yogyakarata:Pustaka Pelajar
Ghazali,
Muqsith.dkk.2009.Metodologi Studi Al-Qur’an.Jakarta:Gramedia Pustaka
Ibnu Katsir. Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim.
Shihab,Quraish.1992.Membumikan
Al-Qur’an.Bandung:Mizan
, 2000.Tafsir
Al-Misbah.Ciputat:Lentera Hati
Suyuthi. Kitab Tafsir Ad-Dur Manstur fi Tafsir bil
Ma’tsur
Zaini,Muhammad.2005.Ulumul
Qur’an:Studi Pengantar.Banda Aceh:Yayasan PeNA
Zenrif,M.F.2008.Sintetis
Paradigma Studi Al-Qur’an.Malang:UIN Malang Press
No comments:
Post a Comment