Tuesday, September 17, 2019

Nasakh wa al-mansukh


BAB II
PEMBAHASAN
NASKH WAL MANSUKH
A.Pengertian Naskh wal Mansukh
1.Pengertian Naskh
      Secara etimologi Naskh dapat diartikan menghapus, menghilangkan (izalah), yang memindahkan (naql), mengubah (tahwil) dan menggganti (tabdil). Sejalan dengan pengertian tersebut Ahmad Syadali mengartikan Nasakh dengan 2 macam yaitu : pertama الازلة:yang berarti hilangkan, hapuskan. Definisi ini merujuk pada dialek orang Arab yang sering berkata نسحت الشمس الظل Dan kedua,(Cahaya Matahari menghilangkan bayang-bayang)  نقل الشيئ الى موضعyaitu memindahkan sesuatu dari satu tempat ketempat yang lainnya
   Adapun makna Naskh menurut para Ulama’ secara bahasa ada empat (4) yaitu[1] :                                        
1.   Izalah (menghilangkan), seperti dalam ayat berikut :                                                            
وما ار سلنا من قبلك من رسول ولا نبي ا لا ا اتمنى القى الشيطن في امنيته  فينسخ الله ما يلقي الشيطن ثم             يحكم الله ايته  والله عليم حكيم ( الحج : 52   )
Artinya :                                                                                                                                  
“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun, melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksna.”(Qs.Al-hajj : 52)                             

2.   Tabdil (penggantian), seperti dalam ayat berikut :                                                                    
واذا بد لنا اية مكان اية والله اعلم بما ينزل قالوا انما انت مفةر  بل اكثرهم لايعلمون . ( النحل :   101  )
Artinya :                                                                                                                                      
“Dan Apabila kami letakkan suatu ayat ditempat ayat lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja’. Bahkan, kebanyakan mereka tiada mengetahui.”(QS. An-Nahl: 101)                                                                                           

3.  Tahwil (memalingkan), seperti tanasukh Al-mawarist, artinya memalingkan pusaka dari     seseorang kepada orang lain.                                                                                            
4.  Naql (memindahkan dari satu tempat ketempat yang lain), seperti nasakhtu Al-Kitaaba, yakni mengutip atau memindahkan isi kitab tersebut berikut lafazh dan tulisannya.                       
   

    Sedangkan secara istilah Naskh dapat didefinisikan dengan beberapa pengertian antara lain:                                                                                                                             
a.      Hukum Syara’ atau dalil Syara’ yang menghapuskan dalil Syara’ terdahulu dan menggantinya dengan ketentuan hukum baru yang dibawahnya.
b.      Nasakh adalah otoritas menghapus dan menggantikan hukum syara’ hakikatnya adalah Allah SWT. Definisi ini didasarkan pada Al-Baqoroh : 106                                                           
مَا نَنْسَخْ مِنْ آَيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ [البقرة/106]
Artinya: Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?                
Artinya mengangkat hukum syara’ dengan perintah رفع الحكم الشرعي بخطاب شرعي شرحياعنهc. 
                                                            Atau khitab Allah yang datang kemudian dari padanya[2].
   Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa pada dasarnya Naskh tidak lain sebagai proses penghapusan ayat dan hukum yang tertuang dalam al-Qur’an. Selain itu kedatangan ayat yang menghapus mutlak adanya setelah ayat yang di hapus.                                                
2.Pengertian mansukh
    Sedangkan  Mansukh menurut bahasa ialah sesuatu yang dihapus atau dihilangkan atau dipindah atau disalin atau dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama’  ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum syara’ yang baru yang datang kemudian.                                               
     Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum tadi.                                                         
     Dengan demikian, mengacu pada definisi Al-Nasakh Wa al-Mansukh tersebut baik secara bahasa maupun istilah pada dasarnya secara eksplisit Al-Nasakh Wa al-Mansukh mensyaratkan beberapa hal antara lain :                                                                               
a.  Hukum yang di Mansukh adalah hukum Syara’[3]. Artinya hukum tersebut bukan hukum akal atau buatan manusia. Adapun yang dimaksud hukum Syara’ adalah hukum yang tertuang dalam al-Qur’an dan al-Hadis yang berkaitan dengan tindakan Mukalaf baik berupa perintah (Wajib, Mubah) larangan (Haram, Makruh) ataupun anjuran (Sunah)                                 
b. Dalil yang menghapus hukum Syara’ juga harus berupa dalil Syara’. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Nisa’: 59                                                             
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا [النساء/59]
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
c.Dalil/ayat yang di Mansukh harus datang setelah dalil yang dihapus
d.Terdapat kontradiksi atau pertentangan yang  nyata antara dalil yang pertama dan kedua sehingga tidak bisa dikompromikan.
B.Syarat dan Rukun Naskh
                                                                                                                1.Rukun Naskh
 
      Rukun Naskh sebagai berikut[4]:
1.      Adat naskh adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hukum yang telah ada.
2.      Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasikh itu berasal dari Allah, karena Dialah yang membuat hukum dan Dia pulalah yang menghapusnya.
3.      Mansukh, yaitu hukum yang dibatalkan, dihapuskan, atau dipindahkan.
4.      Mansukh’anh, yaitu orang yang dibebani hukum.
2.Syarat-Syarat Naskh
       Adapun Syarat-Syarat Naskh sebagai berikut:
1.      Yang dibatalkan adalah hukum syara’
2.      Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’
3.      Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakahirnya waktu pemberlakuan hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti di nasikh setelah selesai melaksanakan puasa tersebut.
4.      Tuntutan yang mengandung nasikh harus datang kemudian.
C.Cara Mengetahui Naskh wal Mansukh
     Manna’ Al-Qaththan menetapkan tiga dasar untuk mengetahui bahwa suatu ayat dikatakan nasikh (menghapus) ayat lain mansukh (dihapus)[5]. Ketiga dasar adalah:                 
1.  Melalui pentransmisian yang jelas (An-naql Al-sharih ) dari Nabi atau para sahabatnya, seperti “ كنت نهيتكم عن زيارة القبور الا فزوروها   رواه الحاكم                                                                                                                                
                                                                                            
Artinya:Aku dulu melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah.                         
2.      Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh                              
3.   Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga disebut nasikh, dan mana yang duluan turun, sehingga disebut mansukh. Al-Qaththan menambahkan bahwa nasikh tidak bisa ditetapkan melalui prosedur ijtihad, pendapat ahli tafsir, karena adanya kontradiksi antara beberapa dalil bila dilihat dari lahirnya, atau belakangnya keislaman salah seorang dari pembawa riwayat.                                                                                             

-244

No comments:

Post a Comment

Pengertian Hadits Tarbawi